Abdul Hamid Aly

Rindu ini selalu milikmu Yaa Rosuul

Save Muslim Muslimah

Saling berpesan kepada hal kebenaran dan kesabaran

KH. M. Ali Bahruddin

Pesantren At-taqwa Pasuruan (Keluarga Jam'iyyah Thoriqoh Al-Mu'tabaroh Qodiririyyah wa Naqsyabandiyah).

Nahdlatul Ulama'

Ahlus Sunnah wal Jama'ah An-Nahdliyyah.

Diamond Class

Alhamdulillah ala kulli chaal.

Rabu, 25 Januari 2017

Empat Murid Kiai Kholil Bangkalan

Empat Murid Kiai Kholil Bangkalan (Cikal Bakal NU, Muhammadiyyah, MIAI dan Masyumi)

Sebuah perbincangan tentang empat santri Syaikhana Kholil Bangkalan yang akan menjadi tonggak dakwah Indonesia.

1. Awal 1900-an 4 murid tamatkan pelajarannya pada Kyai Cholil di Bangkalan Madura. Menyeberangi selat : 2 ke Jombang, 2 ke Semarang.

2. Dua murid yang ke Jombang, 1 dibekali cincin (kakek Cak Nun), 1 lagi KH. Romli (ayah KH. Mustain Romli) dibekali pisang mas.

3. Dua murid yang ke Semarang; Hasyim Asy’ari & Muhammad Darwis, masing-masing diberi kitab untuk dingajikan pada Kyai Soleh Darat.

4. Kyai Soleh Darat adalah ulama terkemuka, ahli nahwu, ahli tafsir, ahli falak. Keluarga besar RA. Kartini mengaji pada beliau. Bahkan atas masukan Kartini-lah, Kyai Soleh Darat menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Jawa agar bisa dipahami.

5. Pada Kyai Soleh Darat, Hasyim dan Darwis (yang kemudian berganti nama jadi Ahmad Dahlan tabarruk dengan gurunya Syekh Zaini bin Dahlan, Mufti Syafiiyyah di Tanah Haram) belajar tekun dan rajin, lalu ‘diusir’. Kedua sahabat itu; Hasyim Asy’ari dan Ahmad Dahlan diperintahkan Kyai Soleh Darat segera ke Makkah untuk melanjutkan belajar.

6. Setiba di Makkah, keduanya yang cerdas menjadi murid kesayangan Imam Masjidil Haram, Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Tampaklah kecenderungan Hasyim yang sangat mencintai hadist, sementara Ahmad Dahlan tertarik bahasan pemikiran dan gerakan Islam.

7. Tentu riwayat jalan berilmu mereka panjang. Saya akan melompat pada kepulangan mereka ke tanah air dan gerakan yang dilakukan.

8. Hasyim Asy’ari pulang ke Jombang. Di sana kakek Cak Nun menantinya penuh rindu. Kakek Cak Nun yang ‘sakti’ inilah yang menaklukkan kawasan rampok dan durjana bernama Tebuireng untuk didirikan pesantren.

9. Hasyim Asy’ari, dia mohon agar berkenan mulai mengajar di situ. Beliau membuka pengajian ‘Shahih al-Bukhari’ di sana.

10. Pahamlah kita, satu-satunya orang yang bisa bujuk Gus Dur keluar istana saat impeachment dulu ya Cak Nun. Ini soal nasab.

11. Saat disuruh mundur orang lain, Gus Dur biasanya jawab: “saya kok disuruh mundur, maju aja susah, harus dituntun!”. Tapi Cak Nun tidak menyuruhnya mundur. Kata beliau, “Gus, koen wis wayahe munggah pangkat!” Sudah saatnya naik jabatan!”.?.

12. KH. Romli Tamim yang juga di Jombang mendirikan pesantren di Rejoso, kelak jadi pusat Thariqoh Al Mu’tabarah yang disegani.

13. Kembali ke Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari, CATAT INI : beliaulah orang yang menjadikan pengajian hadist penting & terhormat. Sebelum Hadratusy Syaikh memulai ponpes Tebuireng-nya dengan kajian Shahih al-Bukhari, umumnya ponpes cuma ajarkan tarekat.

14. Tebuireng makin maju, santri berdatangan dari seluruh nusantara. Hubungan baik terjalin dengan Kyai Hasbullah, Tambakberas. Putra Kyai Hasbullah, Abdul Wahab kelak jadi pendiri organisasi Islam terbesar yang dinisbatkannya pada Hadratusy Syaikh : NU. Konon selama KH. Abdul Wahab Hasbullah dalam kandungan, ayahnya mengkhatamkan al-Qur’an 100 kali diperdengarkan pada si janin.

15. Tebuireng juga berhubungan baik dengan KH. Bisyri Syamsuri Denanyar. Abdul Wahid Hasyim menikahi putri beliau (ibu Gus Dur).

16. KH. Bisyri Syansuri juga beriparan dengan KH. Abdul Wahab Hasbullah. Inilah segitiga pilar NU; Tambakberas – Tebuireng – Denanyar.

17. Satu waktu ada santri Hadratusy Syaikh melapor, dari Yogyakarta ada gerakan yang ingin memurnikan agama & aktif beramal usaha. “O kuwi Mas Dahlan”, ujar Hadratusy Syaikh “Ayo padha disokong”!”. Itu Mas Dahlan, ayo kita dukung sepenuhnya.

18. KH. Ahmad Dahlan sang putra penghulu keraton itu amat bersyukur. Beliau kirimkan hadiah. Hubungan kedua keluarga makin akrab.

19. Sampai generasi ke-4, putra-putri Tebuireng yang kuliah di Yogyakarta selalu kos di keluarga KH. Ahmad Dahlan Kauman.

20. Sebagai bentuk dukungan pada perjuangan KH. Ahmad Dahlan, Hadratusy Syaikh menulis kitab ‘Munkarat Maulid Nabi wa Bida’uha’, bagi Hadratusy Syaikh, itu banyak bid’ah & mafsadatnya.

21. Ketika akhirnya gesekan makin sering terjadi antara anggota Muhammadiyah vs kalangan pesantren, Hadratusy Syaikh turun tangan. “Kita & Muhammadiyah sama. Kita Taqlid Qauli (mengambil PENDAPAT ‘ulama Salaf’), mereka Taqlid Manhaji (mengambil METODE)”.

22. Tetapi dipelopori KH. Abdul Wahab Hasbullah, para murid menghendaki kalangan pesantren pun terorganisasi baik. NU berdiri. Direstui Hadratusy Syaikh, Abdul Wahab Hasbullah & rekan berangkat ke Makkah menghadap raja Saudi sampaikan aspirasi Madzhab. Kepulangan mereka disambut Hadratusy Syaikh dengan syukur sekaligus meminta untuk terus bekerjasama dengan Muhammadiyah.

23. Atas prakarsa Hadratusy Syaikh, KH. Mas Mansur, Muhammadiyah, dan tokoh lain, terbentuklah Majlisul Islam A’la Indunisiya (MIAI).

24. Mengapa kisah Khalil dari Bangkalan & murid-muridnya penting? Agar terjaga fikiran, lisan & perkataan kita yang mengaku pewaris dakwah hari ini.

25. Yang tidak memahami sejarah, nasab keluarga & sanad ilmu akan kesulitan memahami & membawakan dakwah pada kalangan tertentu.

Disarikan dari Laman Republika.or.id dari akun Facebook Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Fahmi Salim tentang sepak terjang KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan dalam menegakkan Islam di Indonesia sejak sebelum bangsa ini merdeka, yang dikutip dari Ustaz Salim A. Fillah.

Sabtu, 14 Januari 2017

KEAJAIBAN SHOLAT TEPAT WAKTU


_Bismillahir-Rahmaanir-Rahim .._
Saya ada cerita tentang sahabat saya yang beda profesi. Dia selalu menjaga sholat diawal waktu. Apa yang terjadi? Dengan menjaga sholat wajib di awal waktu ternyata dia mendapatkan keberkahan luar biasa yang tidak pernah terbayang sebelumnya.

Sahabat saya yang satu ini, profesi adalah sopir angkot. Setiap hari dia menyupir angkot dengan sistem setoran ke majikan. Setor karena angkotnya punya orang lain.

Nah suatu hari, majikannya bangkrut. Karena semakin mahalnya harga bensin. Akhirnya sahabat saya ini katakanlah Udin, dia jadi tidak punya mata pencaharian. Karena angkot majikannya sudah dijual. Karena Udin bukan tipe orang yang gampang putus asa, akhirnya dia mencari pekerjaan lain. Dipilihlah becak sebagai jalan ikhtiarnya.

Karena hanya berprofesi sebagai tukang becak, kehidupannya pun sangat sederhana kalau tidak mau dikatakan kurang. Dia tinggal bersama tiga putri dan seorang istrinya di sebuah rumah kontrakan yang mungkin cuma layak disebut kamar.

Tidak ada yang istimewa dari kehidupan sehari-harinya. Pagi-pagi pergi dari rumah mencari penumpang, sore pulang. Setiap hari seperti itu. Namun setelah dicermati, tenyata ada satu hal yang membuat Udin berbeda dari abang becak lainnya, bahkan dari kebanyakan kita. Udin selalu menjaga sholat diawal waktu, dan selalu dia lakukan di Masjid.

Dimanapun dia berada selalu menyempatkan bahkan memaksakan sholat diawal waktu. Setiap mendekati waktu sholat, jika tidak ada penumpang dia akan mangkal di tempat yang dekat dengan masjid. Iya mendekati masjid.

Pokoknya dia tidak pernah ketinggalan sholat wajib awal waktu bahkan selalu berjamaah di masjid. Dan tenyata itu sudah berlangsung lebih dari dua tahun. Istri dan ketiga putrinya pun begitu, meskipun dilakukan di rumah.

Singkat cerita, suatu hari ketika saya sedang mangkal di salah satu hotel berbintang di Bandung. Ada seorang ibu turun dari mobil Mercy tiba-tiba mendekati saya dan meminta untuk diantar ke salah satu tempat perbelanjaan di kawasan alun-alun kota Bandung, kata Udin.

Ketika si Ibu itu bilang minta dianter memakai becak saja, malah Udin balik nanya, “Engga salah Bu naik becak?”

“Engga Bang, jalanan macet, biar mobil disimpen di hotel aja, sekalian sopir saya istirahat,” jawab si Ibu.

Maka dianterlah si Ibu tadi ke pusat perbelanjaan yang dia minta. Udin pun mengayuh becak masih dalam keadaan kaget. Ketika mendekati alun-alun Bandung, terdengarlah suara adzan dzuhur dari Masjid Raya Jawa Barat.

“Dia langsung belokkan becak ke pelataran parkir Majid. Si Ibu pun heran dengan apa yang saya lakukan si Udin.

“Bang kok berhenti disini?” kata si Ibu.

“Iya Bu, udah adzan, Allah udah manggil kita buat sholat.”

“Saya mau sholat dulu. Ibu turun disini aja, tokonya udah dekat koq, di belakang masjid ini. Biar Bu ga apa apa GA USAH BAYAR.”

“Tanggung Bang, lagian saya takut nyasar,” kata si Ibu.

“Kalo Ibu mau saya anter saya sholat dulu, ya, Bu.”

Selesai sholat, Udin pun menuju ke becaknya. Ternyata si Ibu dan asistennya masih nunggu di becak. Diantarlah si Ibu tadi ke pusat perbelanjaan di belakang Masjid Raya. “Bang tunggu disini ya, ntar antar lagi balik ke hotel,” kata si Ibu.

“Iya Bu, tapi kalo Ibu balik lagi ke becak dan pas adzan ashar, ibu tunggu dulu disini krn mau shalat dulu”

Singkat cerita si Ibu kembali ke becak jam 15:30. Kemudian di becak dia nanya dimana Udin tinggal.

Si Ibu penasaran dengan kebiasaan Udin, demi sholat diawal waktu berani meninggalkan penumpang di becak, ga peduli dibayar atau tidak. “Bang, saya pengen tau rumah abang,” kata si Ibu.

“Waduh emangnya kenapa Bu?” tanya Udin kaget.

“Saya pengen kenal sama keluarga abang,” kata si Ibu.

“Jangan Bu, rumah saya jauh. Lagian di rumah saya engga ada apa-apa.”

Si Ibu terus memaksa. Akhirnya setelah menunggu si Ibu sholat jamak dzuhur dan ashar di hotel, mereka pun pergi menuju rumah Udin.

Tapi kali ini Udin pake becak, si Ibu mengikuti di belakangnya pake mobil Merci terbaru.

Setibanya di rumah kontrakan Udin, si Ibu kaget, karena rumahnya sangat kecil. Tapi kok berani tidak dibayar demi sholat.

Mungkin karena penasaran si Ibu nanya. “Bang koq berani engga dibayar?”

“Rezeki itu bukan dr pekerjaan kita Bu, rezeki itu dari Allah, saya yakin itu. Makanya kalo Allah manggil kita harus dateng.”

“hayya 'alalfalaah… kan jelas Bu. Marilah kita menuju kemenangan, kesejahteraan, kebahagiaan. Saya ikhtiar udah dengan narik becak, hasilnya gimana Allah. yang penting kitanya takwa ke Allah ya kan Bu?” kata Udin.

“Saya yakin janji Allah di QS At-Talaq 2-3.” kata Udin. Si Ibu pun terdiam sambil meneteskan air mata.

Setelah dikenalkan dan ngorol dgn keluarga Udin si Ibu pun pamit. Sambil meminta Udin mengantarkannya kembali minggu depan.

“Insya Allah saya siap Bu,” kata Udin. Si Ibu pun pamit sambil memberi ongkos becak ke Istrinya Udin. Setelah si Ibu pergi ongkos becak yang dimasukan kedalam amplop dibuka oleh Udin. Ternyata isinya satu juta rupiah. Udin dan keluarganya pun kaget dan bersyukur atas apa yang telah Allah berikan melewati si Ibu tadi.

Seminggu kemudian Udin mendatangi hotel tempat si Ibu menjanjikan. Setelah bertanya ke satpam, Udin tidak diperbolehkan masuk. Satpam engga percaya ada tamu hotel bintang lima janjian sama seorang tukang becak. Udin ga maksa, dia kembali ke becaknya.

Nah, itu pula yang sering kita lakukan, seringkali kita melihat orang dari penampilannya. Padahal Allah tidak melihat pangkat, jabatan, pekerjaan, harta, warna kulit kita. Allah hanya melihat ketakwaan kita. Karena penasaran Udin ga masuk-masuk ke Lobby Hotel, akhirnya si Ibu keluar, dan melihat Udin sedang tertidur di becaknya.

“Bang, kenapa engga masuk?” Tanya si Ibu sambil membangunkan Udin.

“Ga boleh sama satpam Bu,”jawab Udin.

“Bang, kan kemaren abang yang ngajak saya jalan-jalan pake becak. Sekarang giliran saya ngajak abang jalan-jalan pake mobil saya,” kata si Ibu.

“Lah, Ibu ini gimana sih, katanya mau saya anter ke toko lagi,” kata Udin.

“Iya mau dianter tapi bukan ke toko bang,” kata si Ibu diawal waktu.

Setelah diajak naik mobil Merci nya si Ibu, Udin pun menolaknya, karena dia merasa kebingungan.

“Mau dibawa kemana saya Bu ?”

“Udah saya pake becak saya aja, ngikut di belakang mobil Ibu. Engga pantes saya naik mobil sebagus itu,” kata Udin.

“Lagian becak saya mau ditaro dimana?”

Namun setelah dibujuk oleh sopir dan asisten si Ibu, Udin pun mau ikut naik mobil. Becaknya dititip di parkiran belakang hotel.

Berangkatlah mereka dari hotel. Masih dengan rasa penasaran Udin pun bertanya, “mau kemana sih Bu?”

Di salah satu kantor Bank Syariah, mereka pun berhenti. “Bang, pinjem KTP nya ya”, kata asisten si Ibu.
“Waduh apalagi nih?” pikir Udin.

“Buat apa Neng? Koq saya diajakin ke Bank, trus KTP buat apa?”, kata Udin heran.

Akhirnya asisten si Ibu menjelaskan, bahwa ketika minggu lalu mereka dianter Udin belanja, si Ibu mendapatkan sebuah pelajaran.Pelajaran hidup yang sangat mendalam. Dimana seorang abang becak dengan kehidupan yang pas-pasan tapi begitu percaya kepada janji Allah.

Sementara si Ibu yang merupakan seorang pengusaha besar dan suaminya pun pengusaha, selama ini kadang ragu pada janji Allah. Seringkali, akibat kesibukan mengurus usaha, belanja, meeting dll, dia menunda-nunda sholat. Bahkan tidak jarang lupa sholat.

“Nah sejak minggu lalu setelah pulang dari Bandung, Ibu mulai merubah kebiasaannya. Dia selalu berusaha sholat awal waktu”, kata asisten.

Saat pulang ke Jakarta, suaminya pun heran dengan perubahan si Ibu. Padahal dia juga punya kebiasaan yang sama dengan istrinya. Setelah diceritakan asal mula perubahan itu, suaminya pun menyadari, bahwa selama ini mereka salah. Terlalu mengejar dunia. Oleh karena itu Ibu dan suaminya ingin menghadiahi abang Udin untuk berangkat haji. Mendengar akan DIBERANGKATKAN IBADAH HAJI, Udin pun kaget campur bingung.

Dengan spontan Udin MENOLAK hadiah itu. “Engga mau neng, saya engga mau berangkat haji dulu. Meskipun itu doa saya tiap hari.”

“Loh koq engga mau Bang?” kata asisten kaget.

“Apa kata tetangga dan sodara2 saya nanti neng, saat saya pulang berhaji. Koq ke haji bisa tapi masih ngebecak?”

“Memang berangkat haji adalah cita2 saya. Tapi nanti setelah saya mendapatkan pekerjaan selain narik becak neng.”

Akhirnya asisten berdiskusi dgn si Ibu. Sambil menunggu mereka diskusi. Udin pun tidak henti2nya bertanya pada Allah.
“Ya Allah pertanda apakah ini?” kata Udin.

Tidak lama si Ibu menghampiri Udin dan bertanya “Bang, kan abang bisa bawa mobil, bagaimana kalau menjadi supir di perusahaan saya di Jakarta?”

“Waduh … Jakarta ya, Bu? Ntar, keluarga saya gimana disini. Anak-anak masih butuh bimbingan saya. Apalagi semuanya perempuan. Kayaknya engga deh Bu. Biar saya pulang aja deh. Insya Allah kalau Allah ridho lain kali pasti saya diundang untuk berhaji.”

Akhirnya si Ibu membujuk Udin untuk mendaftar haji dulu. Brangkatnya mau kapan terserah, yang penting dia menjalankan amanat suaminya. Kemudian si Ibu menelpon suaminya, menjelaskan kondisi yang ada mengenai Udin. Setelah selesai mendaftar haji di Bank, kemudian mereka pergi menuju sebuah dealer mobil.

“Kok masuk ke dealer mobil, Bu? Ibu mau beli mobil lagi? Mobil ini kurang gimana bagusnya?” kata Udin bingung. Sambil tersenyum si Ibu meminta Udin menunggu di mobil. Dia pun turun bersama asistennya. Selang setengah jam, si Ibu kembali ke mobil sambil membawa kwitansi pembayaran tanda jadi mobil.

“Nih bang, barusan saya sudah membayar tanda jadi pembelian mobil angkutan umum, pelunasannya nanti kalau trayek sudah diurus.”

“Mobil angkutan umum ini buat bang Udin, hadiah dari suami saya.” Kata si Ibu.

“Jadi sambil menunggu keberangkatan abang ke haji tahun depan, abang bisa menabung dengan usaha dari mobil angkutan milik sendiri.”

Sambil meneteskan air mata tidak henti-hentinya Udin mengucap syukur kepada Allah.

“Ini bukan dari saya dan suami saya, ini dari Allah melalui perantaraan saya,” kata si Ibu.

“Hadiah karena abang selalu menjaga sholat diawal waktu. Dan itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi saya dan suami.”

“Mudah-mudahan kita semua bisa istiqomah menjaga sholat awal waktu, ya, bang,” kata si Ibu.

Akhirnya mereka pun kembali ke hotel, namun sebelumnya mampir di masjid untuk sholat dzuhur berjamaah. Setelah sholat dzuhur kemudian makan siang, mereka pun berpisah. Udin pulang ke rumah dengan becaknya. Si Ibu langsung ke Jakarta.

Setelah itu kehidupan Udin semakin membaik. Dia sudah memiliki rumah sendiri, walapun nyicil. Yang tadinya dia seorang supir angkot dan abang becak, sekarang dia jadi pemilik angkot dan sudah berhaji.

Subhanallah, Alhamdulillah
Sampai saat ini Udin masih terus menjaga sholat awal waktu, malah semakin yakin dengan janji Allah. Cerita ini merupakan KISAH NYATA.

Semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, dan menjadikan kita semakin yakin dengan janji Allah.

Sahabat, .. poin dari cerita ini adalah ketika Allah berkehendak, semuanya akan menjadi nyata. Mari kita jaga sholat diawal waktu, untuk mendapatkan keberkahan dari-Nya. Yakinlah Allah selalu menjaga hamba-hamba Nya yang bertakwa.

Salam santun dan keep istiqomah ..
(Subhanallah & Semoga Bermanfaat)......

Jumat, 13 Januari 2017

ILMU IKHLAS

Ono wong tani sowan nang daleme kyai gowo telo panenane.. Jenenge Paijo.

Paijo : Assalamu'alaikum...!
Kyai : wa'alaikum salam.., monggo pinarak jo, Paijo : njeh mbah kyai' , niki kulo betak ake telo hasil bumi kulo, namung telo mawon.
Kyai : yo jo ,kono lebokno neng mburi.

Wes rodo sue njagong akhire paijo pamitan arep mulih.

Paijo : kulo pamet mantok rumiyen mbah yai.. Kyai : iyo jo, kae wedus cancangan neng mburi gawanen mulih yo.
Paijo : lho.., mboten mbah yai, kulo mriki mboten ajeng nyuwun nopo-nopo".
Kyai : ora jo, kuwi rizkimu, aku wes bok gawakno telo, kowe mulih yo kudu tak gawani, ono ne mung wedus kuwi..lha gowoen.
Paijo : njeh nek ngoten mbah yai.., matur sembah nuwun.

Paijo bali mulih nuntun wedus , neng dalan ketemu  Paidi.

Paidi : wedus ko endi jo..?
Paijo : ko gone mbah yai di..
Paidi : kok iso ceritane piye..opo awakmu saiki kulak'an wedus..
Paijo : ngene ceritane..aku sowan ne mbah yai karo gowo telo...bareng ape bali mulih aku di paringi wedus karo mbah yai.. Neng jero atine paidi ngomong: "paijo gowo telo wae di ijoli wedus, opo maneh nek aku gowo wedus mrunu lak malah di ijoli sapi" (otak bisnise Paidi metu)

Sesok'e Paidi sowan ne daleme mbah kyai karo nuntun wedus.

Paidi : Assalamu'alaikum...!
Kyai : Wa'alaikum salam di, monggo pinarak, kowe kok mrene gowo wedus arep bok apakno di..??
Paidi : niki shodaqoh kulo yi, kulo ikhlas yi..saestu kulo ikhlas
Kyai : Oo.. iyo di.. matur nuwun, kono cancang neng mburi di.
Paidi : njeh yi,

Bar njagong ngalor ngidul akhire Paidi arep pamitan bali mulih.

Paidi : kulo ajeng pamit mantuk riyen yi..
Kyai : iyo di.., ati2" yo..
Paidi : (karo lingah lingoh matur karo mbah yai) :
"wingi paijo mriki mantok jenengan betani mendo (wedus) yi.., kulo geh kerso di betani oleh" toh yi.

Kyai : Owalah ,, ngunu to di..,, yo kui ono telo olehe paijo wingi lha gowoen gawe oleh-oleh". Paidi bali mulih karo gowo telo..
Glodak.., gulung" salto mengarep mengguri..(kenyataan tak sesuai harapan)

Akhire Paidi bali mulih Turut dalan bengok2 :
Om Telo Om...om Telo om...om Telo om...
Wkwkwkwkwk

Rabu, 11 Januari 2017

Sufi Di Atasnya Sufi, Siapakah Dia?

Oleh Muhammad Bhagas

Kawan terharu dan saya merinding saat membaca sebuah kisah/pengalaman dari lisan seorang guru sufi asal Khurasan yakni Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi. Kisahnya tercatat dalam kitab Shifat Al-Shafwah karya Ibn Al-Jauzi (w. 579 H), seorang ulama Sunni bermazhab Hanbali, jilid 1, juz 2, halaman 125-126.

Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi mengisahkan:

Saya pergi melaksanakan haji pada tahun 249 H. Dalam perjalanan, saya singgah di kota Qadisiyyah bersama rombongan lain. Saya melihat orang-orang ramai dengan perhiasan mereka. Seketika pandanganku tertumpu kepada seorang pemuda yang berwajah tampan. Tubuhnya memakai pakaian yang berkain kasar dan kakinya memakai sendal kayu. Pemuda itu duduk sendirian (tersisih dari keramaian).

Saya berkata dalam diriku bahwa si pemuda berpura-pura hendak menjadi seorang sufi. Ia nanti akan menjadi beban terhadap orang lain. Saya akan mendapatinya, mengujinya, dan mencela atas kepura-puraannya.

Ketika saya mendekatinya, ia berkata, "Wahai Syaqiq", dan membaca ayat:

اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

Jauhilah kebanyakan prasangka karena sungguh sebagian prasangka merupakan dosa (QS. Al-Hujurat, ayat 12)

Lalu ia beranjak meninggalkanku. Saya berkata dalam diriku bahwa sungguh kejadian tadi merupakan sebuah perkara besar/luar biasa. Bagaimana mungkin ia berbicara atas apa yang terbetik dalam hatiku? Ia juga menyebut namaku padahal saya tidak pernah bertemu dengannya. Pasti ia diantara hamba yang shalih.

Saya kemudian segera mengejarnya dari belakang, tetapi ia telah hilang dari penglihatanku. Ketika kami singgah di Waqishah, saya bertemu lagi dengan pemuda itu. Ia sedang melaksanakan shalat dalam keadaan anggota badan bergetar dan air matanya mengalir.

Saya lalu duduk di dekatnya, menunggu ia selesai shalat dan dalam hatiku mengatakan bahwa mesti meminta maaf atas kesalahanku (karena mungkin telah membuatnya tersinggung). Setelah shalat, ia menoleh kepadaku sambil berkata, "Wahai Syaqiq", lalu membaca ayat:

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى

Dan sungguh Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar (QS. Thaha, ayat 82)

Lalu ia beranjak meninggalkanku lagi. Saya merenung bahwa pemuda itu termasuk dari wali 'abdal karena ia telah berbicara atas apa yang kusembunyikan dalam hatiku sebanyak dua kali.

Ketika kami berada di Rammala, saya melihatnya lagi. Kali ini ia menuju ke sebuah sumur. Di tangannya ada sebuah teko untuk mengambil air. Karena air dalam sumur agak jauh untuk dijamah, tak disangka teko itu terlepas dari tangannya dan jatuh ke dalam sumur. Lalu saya melihatnya menengadah ke arah langit seraya berkata:

"Engkau Tuhanku yang kuberharap bila kehausan. Kepadamu kuberharap bila kelaparan"

Setelah ia berdoa, demi Allah, saya melihat air sumur itu berangsur naik. Pemuda itu lalu mengambil teko yang tadi terlepas dari tangannya. Lalu berwudhu dan melaksanakan shalat empat rakaat. Setelah shalat, ia mengambil segenggam pasir dan dibubuhnya ke dalam teko itu serta diaduk dengan air, kemudian ia meminumnya.

Saya menghampirinya dan mengucapkan salam. Ia pun menjawab salamku. Lalu aku berkata kepadanya, "Berikanlah kepadaku sebagian dari nikmat Allah yang diberikan kepadamu."

Pemuda itu menjawab, "Wahai Syaqiq, tidak terhitung nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kita, ada nikmat zhahir dan juga nikmat batin. Oleh karenanya, berprasangka baiklah kepada Tuhanmu."

Pemuda itu memberikanku tekonya dan saya pun meminumnya. Rasanya seperti bubur yang manis. Demi Allah, belum pernah aku merasakan yang lebih lezat dan lebih harum daripada itu. Saya mencicipinya hingga kenyang. Bahkan setelah mencicipi itu, saya merasa tidak ingin makan dan minum hingga beberapa hari.

Kemudian saya tidak melihatnya lagi hingga kami berada di Makkah. Pada suatu malam di Makkah, saya melihatnya di dekat kubah air. Ia sedang melaksanakan shalat saat pertengahan malam dengan khusyuk seraya menangis. Ia tidak beranjak hingga malam berlalu.

Ketika fajar terlihat, ia pun duduk dalam mushalla dan bertasbih kepada Allah. Kemudian setelah melaksanakan shalat Subuh, ia bertawaf mengelilingi Ka'bah tujuh kali. Setelah itu ia pergi, lalu saya mengikutinya. Di tengah jalan, saya melihat orang-orang mengelilingi pemuda itu dan menyampaikan salam kepadanya.

Saya pun bertanya kepada sebagian orang yang kulihat berada di dekatnya, "Siapakah pemuda itu?" Mereka menjawab, "Ia adalah Musa bin Ja'far bin Muhammad bin 'Ali bin Al-Husain bin 'Ali bin Abi Thalib 'alaihimussalam". Saya berkata, "Saya dibuat terheran, keajaiban itu hanya untuk yang serupa Sayyid ini."
______________

Referensi:

📕Al-Imam Al-'Alim Jamal Al-Din Abi Al-Faraj Ibn Al-Jauzi (510-597 H), Shifat Al-Shafwah, cet. 1, jld. 1, juz 2, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-'Ilmiyyah, 1409 H/1989 M), tarjamah no. 191, hlm. 125-126.

Senin, 02 Januari 2017

KEWALIAN DAN KAROMAH “ABAH GURU SEKUMPUL”

Menurut Syekh Yusuf bin Ismail An-Nabhani dalam kitab “jami’u Karomatil Aulia” menyebutkan bahwa kata Al-Wali punya makna yang sama dengan Al-Qarib yang berarti orang yang dekat. Dalam khazanah tasawwuf, Wali adalah predikat atau pencapaian yang sangat tinggi dalam perjalanan manusia, bahkan tertinggi yang dapat dicapai manusia biasa menuju Allah SWT.
Derajat kewaliaan pada dasarnya tidak begitu saja diberikan, tetapi melalui
perjalanan panjang menuju sang Kholiq. Buah dari taqwa dan taat yang dilakukan terus menerus. Dan untuk mencapai derajat itu orang harus melalui syari’at yang dijalani secara istiqamah, dilakukan dengan penuh penghayatan melalui tharekat, hingga menemukan kedalaman hakekat.
Imam Al-Qusyairi menyebutkan beberapa ciri-ciri seorang wali dalam kondisi kesadarannya, tidak sedang berasyik masyuk dengan Allah, antara lain :
Mengerahkan segala kemampuannya untukmemenuhi hak-hak Allah.
Menyebarkan kasih sayang kepada segala makhluk, tanpa ada rasa benci.
Konsisten menanggung penderitaan dan cobaan.
Sangat berkeinginan agar semua makhluk ini selamat.
Menghindarkan diri dari segala yang menyusahkan orang lain.
Jika kita melihat keseluruhan perjalanan hidup Guru Sekumpul, maka nampaknya beliau telah memenuhi klasifikasi seperti itu. Beliau telah diyakini sebagai Waliyullah. Tapi benarkah beliau seorang wali ? hanya Allah dan para Wali-Nya yang tahu. Hanya saja kenyataan yang terlihat menunjukkan bahwa beliau mendapat pengakuan yang luas dikalangan Ulama sebagai Waliyullah.
Sebenarnya sejak masa kecil, sudah ada tanda-tanda bahwa beliau akan menjadi orang besar. Bahkan ketika beliau masih dalam kandungan banyak hal aneh yang terjadi. Diantaranya ketika itu ibu beliau melihat cahaya seperti bulan purnama turun menuju kepangkuannya. Saat mengandung tidak ada sedikit pun rasa berat, atau rasa sakit sampai beliau melahirkan. Ketika mengidam, jika ingin makan sesuatu, ibunda beliau selalu bermimpi diwaktu malamnya makan buah itu, sehingga dipagi harinya sudah merasa puas.
Guru Sekumpul memang dikenal sejak kecil sebagai orang yang Mahfuzh, dijaga dari berbagai hal yang mengarah kepada kemaksiatan. Secara kasat mata, banyak kejadian yang menunjukkan hal itu. Beliaupun selama hidupnya tidak pernah ihtilam yaitu mimpi basah, yang menunjukkan tibanya usia baligh. Baligh beliau hanya diketahui dengan usia.
Walhasil, sebagai seorang Wali, beliau dikaruniai karomah yang cukup banyak. Dan itu memang sudah menjadi rahasia umum, yang kesemuanya menunjukkan keabsahan maqam kewalian beliau. Diantara karomah beliau yang bisa disebutkan disini antara lain:
1. Disuatu malam usai pengajian, yang pada saat itu masih di kampung Keraton, seperti biasa Guru seringkali masih duduk diruang tamu untuk melayani beberapa murid yang ingin menanyakan berbagai hal. Ketika
itu Guru bercerita tentang buah rambutan, yang saat itu belum musimnya. Tiba-tiba Guru meletakkan tangannya kebelakang, dan sesaat kemudian ditangan beliau telah ada buah rambutan yang masak, lalu beliau makan. Puluhan orang menyaksikan kejadian ini.
2. Ditahun 1982 terjadi kemarau panjang diwilayah Martapura dan sekitarnya, yang menyebabkan sumur-sumur dan sumber air bersih kering. Hal itu membuat sebagian masyarakat cemas. Melihat kondisi ini banyak orang yang datang dan minta do’akan kepada Guru Zaini
agar hujan segera turun. Ketika itu tiba-tiba beliau turun dari rumah, dan menuju ke sebatang pohon pisang yang masih kecil, dan menggoyang-goyang pohon pisang itu. Orang yang hadir saat itu bingung dengan apa yang dilakukan Guru Zaini, namun saat itu juga terjadi hujan yang sangat lebat.
3. Sehari menjelang pelaksanaan Haul Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang berpusat didesa dalam pagar, jalanan ketempat acara digenangi banjir. Panitia sempat gelisah, karena jika banjir tetap terjadi hingga besok maka acara tidak berlangsung mulus, dan banyak orang yang tidak bisa hadir. Namun anehnya ketika dihari pelaksanaan Haul menjelang Guru Zaini lewat jalan itu sudah bersih dari banjir. Dan sepulang Guru dari acara, jalan itu kembali digenangi
hingga beberapa hari.
4. Suatu ketika di Keraton, Guru Zaini terima tamu. Tamu itu pura-pura minta air yang dido’akan alias
banyu tawar . Ketika berhadapan, ternyata orang itu memukul kearah Guru. Namun tiba-tiba orang itu terpental, kemudian duduk. Orang itu mencoba berdiri dan nampak
ingin melarikan diri, namun tidak bisa bergerak sedikitpun. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, selain pasrah dengan apa yang akan terjadi. Guru kemudian menyuruhnya pulang, baru dia bisa berdiri dan pulang.
5. Tuan Guru H. M. Aini atau yang sering dipanggil Guru Ayan Pematang Karangan Rantau menceritakan bahwa saat beliau berkunjung ke Keraton, Guru Zaini berucap kepada Guru Aini :” Yan, ikam handak melihat kebesaran Allah Ta’ala kah ?. Guru Aini mengangguk mengiyakan. Seketika itu Guru Zaini yang sedang duduk bersila itu terangkat dari tempat duduknya hingga beberapa meter. Tidak lama kemudian turun kembali ketempat semula. Subhanallah .
6. Suatu saat ditengah pengajian, Guru berdiri dan langsung berteriak :” Api, api, lakas pajahi,
pajahi”. Ternyata saat itu tengah terjadi kebakaran besar di Kotabaru, Pulau Laut.
7. Suatu malam disekumpul, Guru tiba-tiba bicara pada isteri beliau, bahwa ia kepengen makan ikan baung. Sedangkan ikan itu biasanya dijual disiang hari saja dan saat itupun belum musimnya. Namun aneh, tak lama sesudah itu ada tamu entah dari mana yang datang yang menyerahkan ikan baung yang masih segar.
8. Seorang jemaah pengajian yang rutindatang ke majlis Guru Zaini di Keraton, Guru Muhammad Tatakan, ketika ingin berangkat, tidak punya uang untuk ongkos taksi ke Martapura. Karena masih punya ayam yang meski itu satu-satunya, maka dijuallah ayam itu. Walhasil, akhirnya beliau siang minggu itu sudah di martapura, untuk sowan dengan Guru. Kebetulan siang itu Guru lagi terima tamu. Sebelum Guru Muhammad ini bicara, guru sudah menyerahkan sejumlah uang sambil bilang:” ini gasan ganti ayam pian, dan gasan ongkos taksi pian”. Sang tamu cuma bisa melongo bingung dan mengucap terima kasih.
9. Masih di Keraton, saat itu majlis pembacaan kitab Tafsir Marahul Labid. Ada jemaah di luar rumah, persisnya dibawah pisang yang sedang merokok. Guru yang tengah membaca kitab langsung memberi teguran agar behenti merokok, padahal jaraknya cukup jauh dari Guru dan terlindung dinding rumah. Kejadian seperti ini juga sering terjadi saat majlis sudah berpindah ke Sekumpul.
10. Serombongan dari pulau garam Madura berkunjung kerumah Guru di sekumpul. Ketika mereka datang dan duduk, sambil setengah guyon Guru menyebut Profesi dan pekerjaan mereka satu persatu secara lengkap. Para tamu itupun terkagum kagum dengan Mukasyafah yang dimiliki Guru.
11. Salah seorang cucu KH. Muhammad Binuang (ayah penulis) saat akan memasang kerudungnya, jarum pentolnya digigit dimulut, dan tanpa sengaja tertelan dan masuk kedalam perut. Pihak keluarga dengan segera membawanya kerumah sakit, dan kesimpulan dokter bahwa solusinya harus dilakukan operasi. Tuan Guru KH. Muhammad Binuang, hari itu juga berangkat ke sekumpul untuk minta
air tawar dan do’a dari Guru Sekumpul. Setibanya di rumah sakit, air itu lalu diminumkan. Keajaiban pun terjadi, perut anak itu terasa mual, lalu muntah dan keluarlah jarum pentol itu bersama muntahnya. Dengan begitu, operasi tidak jadi dilaksanakan.
12. Diceritakan oleh dua orang ulama kenamaan yaitu; KH. Ahmad Bakri Gambut dan KH. Khudhori Martapura, bahwa mereka dengan jelas melihat Guru Sekumpul melakukan prosesi ibadah haji di Mekkah, padahal saat itu Guru Sekumpul berada di Martapura. Dan dua orang ulama ini berangkat haji di tahun yang berbeda.