Abdul Hamid Aly

Rindu ini selalu milikmu Yaa Rosuul

Save Muslim Muslimah

Saling berpesan kepada hal kebenaran dan kesabaran

KH. M. Ali Bahruddin

Pesantren At-taqwa Pasuruan (Keluarga Jam'iyyah Thoriqoh Al-Mu'tabaroh Qodiririyyah wa Naqsyabandiyah).

Nahdlatul Ulama'

Ahlus Sunnah wal Jama'ah An-Nahdliyyah.

Diamond Class

Alhamdulillah ala kulli chaal.

Jumat, 16 September 2016

KETIKA KIAI MINTA DIDOAKAN OLEH PREMAN

Alkisah, suatu ketika seorang ulama sepuh jatuh sakit. KH. Ahmad Sayuthi namanya, tinggal di komplek Pesantren Babul Ulum Lebak Setran Pandeglang Banten. Seluruh keluarga Mama Sayuthi, begitu beliau akrab disapa, merasa cemas.

Dalam keadaan lemah, Mama Sayuthi memanggil salah seorang santri. Beliau menyuruhnya menemui seorang dedengkot preman di kampung itu. "Kalau sudah ketemu bagaimana, Ma?" ujar si santri penuh tanya. "Tolong," sahut Mama Sayuthi, "Sampaikan salam dari saya. Minta padanya bacakan Fatihah di segelas air untuk obat sakit saya." Tak pelak semua orang yang mendengar perintah ini tereran-heran. Santri itu pun bergegas pergi melaksanakan titah gurunya. Di satu tempat, dedengkot preman berhasil ditemuinya. Dengan terbata, si santri sampaikan maksud kedatangannya. "Mau apa kau?" tanya preman, sangar. "Saya kesini mau menyampaikan salam," sahutnya. "Dari siapa?" "Mama Sayuthi." Kaget si preman! "Beliau sedang sakit," lanjut santri itu, "Beliau minta agar Anda berkenan membacakan Fatihah di air ini sebagai obat untuk beliau." Preman itu pun gemetar bukan main, tubuhnya lemas, matanya mengembun dan mulai menangis tersedu. Tanpa banyak cakap, preman itu segera bangkit dan pergi ke pesantren untuk menemui Mama Sayuthi.

Di sana, ia bersimpuh di hadapan sang kiai. Namun ulama sepuh itu tetap minta si preman mendoakannya. Air itu pun diminum, dan dengan izin Allah sembuhlah Mama Sayuthi dari sakitnya. Lalu bagaimana nasib preman itu? Ia banting setir, kemudian menjadi santri yang taat.
_________
*Dikisahkan oleh Amy https://www.facebook.com/toko.a.ok dengan redaksi Santrijagad.

Jumat, 02 September 2016

TIBA-TIBA, TIBA


(Kisah KHR. As'ad Syamsul Arifin Situbondo & KHR. Abdul Hamid Pasuruan).
===================================== Di tahun 70-an, saat KHR. As'ad Syamsul Arifin mengajar santri habis sholat shubuh, Kiai As'ad mengatakan pada santri-santrinya: "Cung.. Aku kangen banget e sama Kiai Hamid Pasuruan". Di saat itu pula santrinya hanya bisa ngangguk ngangguk saja, mendengar dawuh gurunya.
Pas waktu sorenya, santri-santri tadi terkejut bukan main. Bagaimana tidak terkejut, lha wong paginya di rasani, di hari itu juga KHR. Abdul Hamid Pasuruan tiba-tiba datang ke nDalem KHR. As'ad. Padahal jarak antara situbondo dan pasuruan sangat jauh dan di waktu itu tidak ada Telepon maupun HP.
Kiai As'ad, saking senangnya melihat Kiai Hamid datang ke rumahnya, beliau langsung beranjak dari tempat duduknya, dan lari menuju Kiai Hamid, kemudian langsung merangkulnya sambil mengatakan: "Alhamdulillaaahh... Kiai Hamid, Kuping njenengan iku lho, leeebar..!" Mendengar dawuh Kiai As'ad yg mengandung pujian itu, Kiai Hamid melepaskan rangkulan tangan Kiai As'ad seraya mengatakan: "Ngapunten Kiai As'ad, bukan kuping saya yang lebar.. tapi Lisan njenengan yang panjang..!". .
.
. *adem sekali mendengar kisah, sembari menatap wajah teduh beliau-beliau. semoga Allah senantiasa merahmati beliau beserta keluarga. dan kita, para santri-santri yang sangat mencintai beliau mendapat cipratan berkah serta manfaatnya. Aamiin.
_____________________________

Sumber: Habib Hasyim banyuwangi via KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy. -