Abdul Hamid Aly

Rindu ini selalu milikmu Yaa Rosuul

Save Muslim Muslimah

Saling berpesan kepada hal kebenaran dan kesabaran

KH. M. Ali Bahruddin

Pesantren At-taqwa Pasuruan (Keluarga Jam'iyyah Thoriqoh Al-Mu'tabaroh Qodiririyyah wa Naqsyabandiyah).

Nahdlatul Ulama'

Ahlus Sunnah wal Jama'ah An-Nahdliyyah.

Diamond Class

Alhamdulillah ala kulli chaal.

Kamis, 21 Mei 2020

Ziarah Kubur dan Silaturahmi Setelah Shalat Id


Oleh: KH. Ma'ruf Khozin
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Sahihnya:

ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ اﻟﻠَّﻪِ ﺭَﺿِﻲَ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ، ﻗَﺎﻝَ: «ﻛَﺎﻥَ اﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺇِﺫَا ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻮْﻡُ ﻋِﻴﺪٍ ﺧﺎﻟﻒ اﻟﻄﺮﻳﻖ»

Jabir bin Abdullah berkata bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam jika berangkat (ke tempat shalat Id) maka pulangnya tidak melewati tempat awal berangkat (Sahih al-Bukhari No 986)

Mengapa Nabi shalallahu alaihi wassallam melakukan hal tersebut? Para ulama memiliki penafsiran sendiri-sendiri seperti yang disampaikan oleh pensyarah Sahih al-Bukhari, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani:

ﻭَﻗَﺪِ اﺧْﺘُﻠِﻒَ ﻓِﻲ ﻣَﻌْﻨَﻰ ﺫَﻟِﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻗْﻮَاﻝٍ ﻛَﺜِﻴﺮَﺓٍ اﺟْﺘَﻤَﻊَ ﻟِﻲ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﻣِﻦْ ﻋِﺸْﺮِﻳﻦَ 

Para ulama beda pendapat tentang makna hadis di atas ke dalam banyak pendapat, yang terkumpul bagi saya lebih dari 20 pendapat

ﻭَﻗِﻴﻞَ ﻟﻴﺰﻭﺭ ﺃَﻗَﺎﺭِﺑَﻪُ اﻷَْﺣْﻴَﺎءَ ﻭَاﻷَْﻣْﻮَاﺕَ ﻭَﻗِﻴﻞَ ﻟِﻴَﺼِﻞْ ﺭَﺣِﻤَﻪُ 

Ada yang mengatakan bahwa agar Nabi bisa menziarahi kerabatnya baik yang masih hidup atau sudah wafat. Ada juga yang berpendapat agar Nabi dapat melakukan silaturahmi (Fathul Bari 2/473)

Apakah anjuran itu hanya bagi imam saja? Al-Hafidz mengutip dari Madzhab Syafi'i:

ﻭَاﻟَّﺬِﻱ ﻓِﻲ اﻷُْﻡِّ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳُﺴْﺘَﺤَﺐُّ ﻟِﻹِْﻣَﺎﻡِ ﻭَاﻟْﻤَﺄْﻣُﻮﻡِ ﻭَﺑِﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﻛْﺜَﺮُ اﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻴَّﺔِ 

Penjelasan yang ada dalam kitab Al-Umm bahwa anjuran tersebut berlaku bagi imam dan makmum. Pendapat ini juga disampaikan oleh kebanyakan Madzhab Syafi'iyah (Fathul Bari 2/472)

•] Ini adalah dalil kita untuk ziarah kubur dan silaturahmi setelah hari raya dalam keadaan normal. Untuk saat ini kita cukup baca Yasin dari rumah, kita yakin pahalanya sampai. Untuk silaturahmi juga dari rumah, pakai alat telekomunikasi, telpon, video call dan sebagainya.

Rabu, 20 Mei 2020

Ringkasan Hukum mengenai Shalat Kafarat / Baro'ah ( Sholat 5 Waktu di Jum'at Akhir Romadhon


oleh : Al-Ustadz H.Muhammad Hazami Bin Al-Ustadz KH.Muhammad Ro'i Ats-Tsaqofy

Mufti Hadlramaut Yaman, *Syekh Fadl bin Abdurrahman* dalam kitabnya, _Kasyf al-Khafa’ wa al-Khilaf fi Hukmi Shalat al-Baro'ah min al-Ikhtilaf_ mengatakan : Para  Ulama berbeda pandangan tentang hukum melakukan shalat kafarat, ada yang *MEMBOLEHKAN dan MENGHARAMKAN.*

Pandangan yang *membolehkan* di antaranya karena pertimbangan sebagai berikut: 

```pertama```: ```pendapat *Al-Qadli Husain* yang membolehkan mengqadha shalat fardlu yang diragukan ditinggalkan``` 

قال القاضي لو قضى فائتة على الشك فالمرجو من الله تعالى أن يجبر بها خللا في الفرائض أو يحسبها له نفلا وسمعت بعض أصحاب بني عاصم يقول : إنه قضى صلوات عمره كلها مرة ، وقد استأنف قضاءها ثانيا ا هـ قال الغزي وهي فائدة جليلة عزيزة عديمة النقل ا هـ إيعاب

   ```Al-Qadli Husain berkata: Bila seseorang mengqadha shalat fardlu yang ditinggalkan secara ragu, maka yang diharapkan dari Allah, shalat tersebut dapat mengganti kecacatan dalam shalat fardlu atau paling tidak dianggap sebagai shalat sunah. Saya mendengar bahwa sebagian *Ashabnya Bani Ashim* berkata: Bahwa ia mengqadha seluruh shalat seumur hidupnya satu kali dan memulai mengqadhanya untuk kedua kalinya. Al-Ghuzzi mengatakan, ini adalah faidah yang agung, yang jarang sekali dikutip oleh ulama.” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz.2, halaman 27)```

```Kedua:``` ```Tidak ada orang yang meyakini keabsahan shalat yang baru saja ia kerjakan, terlebih shalat yang dulu-dulu.``` 

```Ketiga```: ```Larangan shalat kafarat dikarenakan ada kekhawatiran shalat tersebut cukup untuk mengganti shalat yang ditinggalkan selama setahun, ketika kekhawatiran tersebut hilang, maka hukum haram hilang.```

```Keempat```: ```Mengikuti amaliyyah para pembesar ulama dan para Wali Allah yang ahli makrifat billah, di antaranya *Sayyidi Syekh Fakr al-Wujud Abu Bakar bin Salim* , *Habib Ahmad bin Hasan al-Athas*, *al-Imam al Habib Ahmad bin Zain al-Habsyi* dan masih banyak lainnya. Shalat tersebut rutin dilakukan dan diimbau oleh para pembesar ulama di Yaman. Bahkan di _Masjid Zabid Yaman_ shalat kafarat ini rutin dilakukan secara berjamaah. Mengikuti amaliyyah para wali dan ulama ‘arifin (ahli ma'rifat) tanpa diketahui dalil istinbathnya dari hadits Nabi, sudah cukup untuk menjadi hujjah membolehkan shalat kafarat ini.``` 

*Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani* dalam _kitab Tanbih al-Mughtarrin_ sebagaimana dikutip dalam Kasyf al-Khafa’ mengatakan:

ومن القوم إذا لم يجدوا لذلك العمل دليلا من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم الثابتة في كتب الشريعة يتوجهون بقلوبهم إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فإذا حضروا بين يديه سألوه عن ذلك وعملوا بما قاله لهم ولكن مثل هذا خاض بأكابر الرجال “

```Artinya : Di antara kaum, apabila mereka tidak memiliki dalil dari sunnah Nabi yang ditetapkan dalam kitab syari’ah, mereka menghadap hatinya kepada Rasul, bila sudah berhadapan dengan Nabi, mereka bertanya kepada beliau dan mengamalkan apa yang dikatakan Nabi, akan tetapi yang demikian ini khusus untuk para pembesar sufi.```

*Syekh Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadlrami* dlm _kitab Kasyf al-Khafa’ wa al-Khilaf fi hukmi Shalat al-Bara’ah min al-Ikhtilaf_ mengatakan :

فإن قيل فهل لصاحب هذا المقال أن يأمر الناس بما أمره رسول الله صلى الله عليه وسلم بفعله وقوله؟ الجواب لا ينبغي له ذلك لأنه أمر زائد على السنة الصحيحة الثابتة من طريق النقل ومن أمر الناس بشيء زائد على ما ثبت من طريق النقل فقد كلف الناس شططا اللهم إلا أن يشاء أحد ذلك فلا حرج عليه كما هو شأن مقلدي المذاهب المستنبطة من الكتاب والسنة والله أعلم

```Artinya : Bila ditanya, Apakah sufi yang mendapat amaliyah dari Nabi boleh memerintahkan orang lain sebagaimana Nabi memerintahkan kepadanya?? Jawabannya: tidak sebaiknya hal tersebut dilakukan, sebab merupakan perkara tambahan atas sunnah shahih. Barang siapa memerintahkan manusia perkara yang melebihi sunnah Nabi yang dicetuskan berdasarkan riwayat yang sahih, maka ia telah memberi beban kerancauan kepada mereka. _Kecuali bila ada orang yang dengan sukarela mengikutinya, maka tidak ada masalah,_ sebagaimana keadaan para pengikut mazhab-mazhab yang bersumber dari al-Quran dan hadits.```

*Syekh Abdurrahman bin Syekh Ahmad Bawazir* sebagaimana dikutip dalam _Kasyf al-Khafa_ mengatakan: 

ولا شك أن العارف بالله فخر الوجود أبا بكر بن سالم ممن يقلد في الصلاة المذكورة لأن العارف لا يتقيد بمذهب كما في الإبريز للشيخ عبد العزيز الدباغ بل قال فيه إن مذهب الولي العارف بالله أقوى من المذاهب الأربعة. انتهى

```Artinya: Tidak diragukan lagi bahwa al-Arif billah Fakhr al-Wujud Syekh Abu Bakar bin Salim adalah termasuk tokoh yang mengikuti amaliyyah shalat kafarat/ baraah ini, sebab orang yang ahli makrifat tidak terikat dengan mazhab tertentu, seperti keterangan dalam kitab al-Ibriznya Syekh Abdul Aziz al-Dabbagh, bahkan beliau mengatakan, sesungguhnya mazhabnya wali yang al-Arif billah lebih kuat dibandingkan dengan mazhab empat.```

Pandangan yang *mengharamkan* setidaknya karena pertimbangan sebagai berikut:

```Pertama: Tidak ada tuntunan yang jelas dari hadits Nabi atau kitab-kitab syari’ah, sehingga melakukannya tergolong isyra’u ma lam yusyra’ (mensyariatkan ibadah yang tidak disyari’atkan) atau ta’athi bi ‘ibadatin fasidah (melakukan ibadah yang rusak).```

```Kedua: Pengkhususan shalat kafarat pada akhir Jumat bulan Ramadhan tidak memiliki dasar yang jelas dalam syari’at.```

```Ketiga: Terdapat keterangan shorih dari pakar fikih otoritatif mazhab Syafi’i, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Kitab Tuhfah al-Muhtaj sebagai berikut:```

وأقبح من ذلك ما اعتيد في بعض البلاد من صلاة الخمس في هذه الجمعة عقب صلاتها زاعمين أنها تكفر صلوات العام أو العمر المتروكة وذلك حرام أو كفر لوجوه لا تخفى 

```Artinya : Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di jumat ini (jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup, yang demikian ini adalah Haram atau bahkan Kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar.```

Mengomentari statemen di atas, *Syekh Abdul Hamid al-Syarwani* dalam _Kitab Hasyiyah al-Syarwani ‘ala al-Tuhfah,_ mengatakan: 

قوله ( وذلك ) أي الزعم المذكور قوله ( لوجوه إلخ ) منها إسقاط القضاء وهو مخالف للمذاهب كلها كردي

 ```Artinya : Ucapan Syekh Ibnu Hajar, (yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur) karena beberapa sisi pandang yang tidak samar, di antaranya adalah dapat menggugurkan kewajiban mengqadha shalat, hal ini menyalahi seluruh mazhab-mazhab.```

```Keempat:  Hadits tentang shalat kafarat tidak dapat dibuat dalil, karena tidak memiliki sanad yang jelas.```

*Kesimpulan ikhtilaf mengenai hukum shalat Kafarat/ Bara'ah* 

Shalat kafarat / bara'ah ini adalah amaliyyah para tokoh ilmu dan imam-imam fatwa, shalat ini dilakukan oleh para imam yang wara’, yang menonjol dalam ilmu zhahir dan batin, seperti al-Fakhr Syekh Abu Bakr bin Salim, al-‘Allamah Ahmad bin Zain al-Habsyi, Habib Umar bin Zain bin Smith, Habib Ahmad bin Muhammad al-Muhdhar dan ulama Hadlramaut yang lainnya. 

Mereka-mereka ini melakukan shalat kafarat/baraah di daerah-daerahnya dan memerintahkan orang untuk melakukannya, kebolehan shalat ini juga diamini oleh Al Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih yang dijuluki oleh Habib Abdullah al-Haddad dengan “orang sangat alim di dunia.” Cukuplah imam ini dan imam-imam lain yang disebutkan sebelumnya dari para imam agama dan ulama yang wira', dijadikan *sebagai Hujjah kebolehan Shalat Bara’ah,* bila tidak bisa, lantas siapa lagi ulama yang bisa dijadikan hujjah???

```Demikian penjelasan mengenai ikhtilaf ulama tentang shalat kafarat atau shalat bara'ah, semoga bisa saling menghargai atas perbedaan tersebut, karena keduanya sama-sama memiliki argumen yang dapat dipertanggungjawabkan.```

Yang perlu ditegaskan adalah, *keyakinan bahwa shalat kafarat diyakini sebagai pengganti shalat fardlu yang ditinggalkan selama satu tahun, sama sekali tidak dibenarkan,* sebab kewajiban bagi orang yang meninggalkan shalat, baik sengaja atau lupa, adalah mengqadhanya satu persatu, ulama tidak ikhtilaf dalam hal ini. Shalat kafarat dimaksudkan sebagai langkah antisipasi (ihtiyath) saja. Wallahu a‘lam

20 Mei 2020 M / 27 Romadhon 1441 H

Selasa, 19 Mei 2020

17 hal tentang salat Id yang belum tentu anda tau, nomor 14 bikin mata melotot


Oleh: Wildan Jauhari

1. Salat Id (صَلاةُ العِيْد) terdiri dari dua kata; Salat dan Id. Salat ya salat. Kalau Id - secara bahasa - berasal dari kata (العَوْد) artinya kembali dan terulang, karena kita senantiasa menjumpainya setiap tahun. Secara istilah Id itu ya hari raya yaitu hari dimana kita mengenang sesuatu yang berharga, peristiwa besar di dalamnya. 

2. Salat Id (idulfitri dan iduladha) disyariatkan pertama kali pada tahun ke-2 hijriyah. Jadi salat Id pertama yg dilakukan Nabi saw ya salat idulfitri. Secara idulfitri kan 1 syawal sedangkan iduladha itu 10 dzulhijjah. Hafal kan ya urutan nama bulan di kalender hijriyah?

3. Dalil disyariatkannya salat id itu banyak. Ada dalil Quran, sunnah dan Ijma'-nya. Kita ambil satu contoh saja ya; QS. al-Kautsar; 2. Umumnya para ulama menafsirkan ayat di atas dengan salat iduladha dan menyembelih hewan kurban. 

4. Apa hukumnya? Jumhur ulama menyebutkan bahwa salat id itu sunnah muakkadah. Meski ada sebagian ulama yg menghukuminya dengan fardu kifayah. Dan umat islam sepakat tidak ada yg mengatakan bahwa hukumnya fardu ain. Tidak ada.

5. Salat Id diselenggarakan secara berjamaah. Ini aturan default-nya. Sebagaimana contoh dari Nabi saw dan para sahabat. Adapun yg tak bisa dengan berjamaah, tetap disunnahkan mengerjakannya meskipun sendirian. Dan kalau salat sendirian, tak perlu pakai khotbah setelahnya. Mau nyeramahin siapa? Wong kamu sendirian. Ambyar.

6. Kesunnahan salat id ini berlaku umum ya. Baik untuk laki-laki, perempuan, anak-anak, dan juga musafir. Bahkan perempuan yg sedang haid pun tetap dianjurkan hadir di tempat salat untuk menyimak khotbah, bertakbir dan berdoa. Tentu saja dengan mengambil tempat di belakang saf salat.

7. Kapan dimulai salat? Salat id boleh dimulai sesaat setelah terbitnya matahari dan membentang waktunya hingga matahari tergelincir ke arah barat. Awal hari dimulai dengan terbitnya fajar, itulah saat kita salat subuh (berakhir sampai terbit matahari). Dan ketika matahari telah condong ke arah barat, saat demikianlah kita mulai salat zuhur. Waktu salat id terbentang antara keduanya.

8. Bagi yang ketinggalan salat id, misal dateng-dateng udah selesai salat dan khotbahnya; tetep disunnahkan salat sendirian. Kalau dikerjakan sebelum matahari tergelincir, nilainya adaa-an. Karena memang masih berada di domain waktunya. Tapi kalau udah lewat zawal, maka waktunya abis. Eits, namun tetap disunnahkan untuk meng-qadha-nya sebagaimana kesunnahan meng-qadha salat-salat nafilah yang lain.

9. Soal waktu dimulainya salat, disunnahkan untuk baru memulainya ketika matahari setinggi tombak. Ya sekira 20 menit pasca terbit lah. Karena beberapa alasan; pertama, Nabi saw senantiasa melakukannya demikian. Kedua, agar terhindar dari waktu makruh salat yaitu pas matahari sedang terbit. Dan ketiga, supaya lebih memberi waktu bagi kaum muslimin untuk bisa menunaikan zakat fitrinya di waktu yg paling afdal, yaitu dibayarkan sebelum dimulainya salat id. Ini untuk kasus salat idulfitri ya.

10. Kalau untuk salat iduladha, justru sebaliknya. Disunnahkan untuk sesegera mungkin dikerjakan pasca terbit matahari. Kenapa? Agar cepat selesai salatnya dan cepat mengeksekusi hewan-hewan kurban. Kan enak kalau bakda zuhur udah beres tu tongseng kambing. Hehe

11. Salai Id ndak perlu pakai azan dan ikamah. Cukup diganti dengan seruan (الصلاة جامعة) as-sholaatu jaami'ah. So, ndak perlu ngajuin diri sebagai muazin/bilal ke panitia salat Id. Malu-maluin diri sendiri aja. 

12. Terakhir kita bahas soal tempat ya. Salat id boleh diselenggarakan di tanah lapang, atau juga di masjid. Kalau masjidnya luas, bisa menampung jamaah salat, maka salat id di masjid lebih afdal. Karena masjid lebih mulia dibanding tempat manapun. Apalagi kalau kondisinya memang tidak memungkinkan untuk salat di tanah lapang, seperti hujan, salju, udara sangat dingin, dll. 

13. Jika masjidnya sempit, hanya muat untuk sebagian kecil jamaah salat, maka yang afdal ya salat di tanah lapang. Sebagaimana Nabi saw dahulu dan para sahabat senantiasa salat di tanah lapang (musalla), karena memang jamaah yg hadir membludak saat salat id. Laki-laki, perempuan, anak-anak, yg sehat, yg lagi haid, yg baru dapat THR, yg abis borong Khong Guan, yg ini, yg itu, semua hadir, rame, masya Allah. 

14. Ada lagi yang menarik, yaitu jika seorang imam/ pemimpin/ pemerintah setempat mengajak kaum muslimin untuk keluar salat id ke tanah lapang, bagusnya ditunjuk pula salah seorang (atau tim) untuk bertugas menjadi imam dan khatib di masjid, khusus untuk jamaah tertentu seperti orang tua yg sudah sepuh, yang sedang sakit, disabilitas, dlsb sebagai kemudahan bagi mereka ini tetap salat dan mendapatkan semua keutamaan di hari raya itu. Sebagaimana dahulu Ali bin Abi Talib ra menunjuk Abu Mas'ud al-Anshari ra utk memimpin salat di masjid, sedangkan beliau keluar untuk memimpin salat di tanah lapang. 

15. Dalam situasi yang tidak normal, seperti adanya pandemi virus corona sekarang ini, bolehkah salat id di rumah? Jawabannya boleh. Para ulama tetap menganjurkan untuk salat id secara mandiri (baik di rumah atau selainnya) jika memang tidak memungkinkan berjamaah di tanah lapang atau masjid sebagaimana dalam kondisi normal. 

16. Tentu saja beda daerah beda hukumnya. Seperti kata pepatah; Lain lubuk lain ikannya. Ada zona merah, ada zona hijau. Ada aku, ada kamu, loh. Bagi masyarakat zona merah, sebaiknya memang tidak keluar dan salat id di rumah saja. Bisa sendiri (munfarid) atau berjamaah bersama keluarga. Di zona hijau (aman) silakan salat id berjamaah dengan tetap waspada dan menjaga protokol kesehatan yg dianjurkan. 

17. Intinya, dalam kondisi seperti saat ini, sebelum mengambil keputusan, tanyalah pada pihak-pihak yg punya otoritas di kawasan anda masing-masing. Para ulamanya, ahli medis dan pemerintah setempat. Jangan hanya bermodal perasaan. Itu sama sekali tidak cukup. Sebab berapa sering kita ini dikecoh oleh perasaan kita sendiri?! Kita suka seseorang dan ngerasa yakin dia juga suka. Setelah semua dikorbankan, ternyata cuma berakhir jadi tamu undangan di hari dia nikahan.. Awuwu.. 

Sumber;

1. Al-Mu'tamad fii al-Fiqh al-Syafi'i, karya DR. Muhammad al-Zuhaili, jilid 1, pasal salat dua hari raya. 

2. KBBI; guna mengetahui penulisan yg tepat bagi istilah-istilah seperti idulfitri, iduladha, azan, ikamah, khotbah, kurban, zuhur dll

Kamis, 14 Mei 2020

HUKUM MENGUSAP WAJAH SETELAH BERDOA


Jika Belum Tahu Tentang Dalil Hadis Lebih Baik Jawab: "Saya Belum Tahu"

Ustadz Salafi ini konon adalah lulusan S3 terbaik di masanya. Anehnya dalam rekaman pengajiannya ini beliau mengatakan tidak ada dalil hadis pada masalah:

1. Mengusap wajah setelah shalat
2. Mengusap wajah setelah berdoa
3. Membalikkan tangan saat doa meminta perlindungan
4. Bersalaman setelah shalat.

Baik. Bismillah saya jawab satu-persatu dalil hadisnya.

1. Hadis mengusap wajah setelah shalat

ﻭَﻋَﻦْ ﺃَﻧَﺲِ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ: «ﺃَﻥَّ اﻟﻨَّﺒِﻲَّ - ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ - ﻛَﺎﻥَ ﺇِﺫَا ﺻَﻠَّﻰ ﻭَﻓَﺮَﻍَ ﻣِﻦْ ﺻَﻼَﺗِﻪِ ﻣَﺴَﺢَ ﺑﻴﻤﻴﻨﻪ ﻋَﻠَﻰ ﺭَﺃْﺳِﻪِ ﻭَﻗَﺎﻝَ: " ﺑِﺴْﻢِ اﻟﻠَّﻪِ اﻟَّﺬِﻱ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﻫُﻮَ اﻟﺮَّﺣْﻤَﻦُ اﻟﺮَّﺣِﻴﻢُ، اﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﺫْﻫِﺐْ ﻋَﻨِّﻲ اﻟْﻬَﻢَّ ﻭَاﻟْﺤَﺰَﻥَ» ".

 Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam setelah selesai dari shalat maka beliau mengusap kepala dengan tangan kanan dan berdoa: "Dengan nama Allah yang tiada Tuhan selain Allah, maha Rahman dan Rahim. Ya Allah hilangkan susah dan sedih dariku"

ﻭَﻓِﻲ ﺭِﻭَاﻳَﺔٍ: «ﻣَﺴَﺢَ ﺟَﺒْﻬَﺘَﻪُ ﺑِﻴَﺪِﻩِ اﻟْﻴُﻤْﻨَﻰ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻓِﻴﻬَﺎ: " اﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﺫْﻫِﺐْ ﻋَﻨِّﻲ اﻟْﻬَﻢَّ ﻭَاﻟْﺤَﺰَﻥَ».

Dalam riwayat lain Nabi mengusap kening/ dahi dan berdoa: "Ya Allah hilangkan susah dan sedih dariku"

ﺭَﻭَاﻩُ اﻟﻄَّﺒَﺮَاﻧِﻲُّ ﻓِﻲ اﻷَْﻭْﺳَﻂِ، ﻭَاﻟْﺒَﺰَّاﺭُ ﺑِﻨَﺤْﻮِﻩِ ﺑِﺄَﺳَﺎﻧِﻴﺪَ، ﻭَﻓِﻴﻪِ ﺯَﻳْﺪٌ اﻟْﻌَﻤِّﻲُّ، ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺛَّﻘَﻪُ ﻏَﻴْﺮُ ﻭَاﺣِﺪٍ، ﻭَﺿَﻌَّﻔَﻪُ اﻟْﺠُﻤْﻬُﻮﺭُ، ﻭَﺑَﻘِﻴَّﺔُ ﺭِﺟَﺎﻝِ ﺃَﺣَﺪِ ﺇِﺳْﻨَﺎﺩَﻱِ اﻟﻄَّﺒَﺮَاﻧِﻲِّ ﺛِﻘَﺎﺕٌ، ﻭَﻓِﻲ ﺑَﻌْﻀِﻬِﻢْ ﺧِﻼَﻑٌ.

HR Thabrani dan Bazzar dengan beberapa sanad. Di dalamnya ada Zaid Al-Ammi, lebih dari 1 ulama menilai terpercaya dan kebanyakan ulama menilai dhaif. Perawi lain dari 2 sanad Thabrani adalah terpercaya, sebagiannya diperselisihkan.

2. Hadis mengusap wajah setelah berdoa

Syekh Abdullah Al-Faqih, sesama Salafi dan pengasuh Fatawa Syabkah Islamiah, menulis:

ﻓﻘﺪ ﻭﺭﺩﺕ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﻓﻲ ﻣﺴﺢ اﻟﻮﺟﻪ ﺑﻌﺪ اﻟﺪﻋﺎء - ﺧﺎﺭﺝ اﻟﺼﻼﺓ- ﻛﻠﻬﺎ ﺿﻌﻴﻔﺔ، ﺇﻻ ﺃﻥ اﻟﺤﺎﻓﻆ اﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﺃﺷﺎﺭ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻣﺠﻤﻮﻋﻬﺎ ﻳﺒﻠﻎ ﺩﺭﺟﺔ اﻟﺤﺴﻦ.

Sungguh terdapat beberapa hadis tentang mengusap wajah setelah berdoa -di luar shalat- yang keseluruhannya dhaif. Namun menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar memberi isyarat secara akumulasi riwayat sampai pada derajat hadis Hasan (195/351)

ﻭﻣﻨﻬﺎ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: "ﻓﺈﺫا ﻓﺮﻏﺖ ﻓﺎﻣﺴﺢ ﺑﻬﻤﺎ ﻭﺟﻬﻚ" ﺭﻭاﻩ ﺃﺑﻮ ﺩاﻭﺩ ﻭاﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ

Diantaranya adalah sabda Nabi shalla Allahu alaihi wasallam: "Jika kalian selesai berdoa maka usaplah wajahmu dengan kedua tanganmu" (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Saya tambahkan penjelasan dari Mufti Salafi, Syekh Utsaimin:

ﻭﻣﻦ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻣﻦ ﻗﺎﻝ: ﺇﻥ اﻟﻤﺴﺢ ﺳﻨﺔ ﺑﻨﺎء ﻋﻠﻰ ﺃﻥ اﻷﺣﺎﺩﻳﺚ اﻟﻀﻌﻴﻔﺔ ﺇﺫا ﺗﻜﺎﺛﺮﺕ ﻗﻮﻯ ﺑﻌﻀﻬﺎ ﺑﻌﻀﺎً.

Diantara para ulama ada yang mengatakan bahwa mengusap wajah adalah sunah. Berdasarkan bahwa jika ada hadis dhaif jika memiliki banyak riwayat maka saling menguatkan (Majmu' Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin 14/100)

3. Hadis membalikkan tangan saat doa meminta perlindungan

ﻭَﻋَﻦْ ﺧَﻼَّﺩِ ﺑْﻦِ اﻟﺴَّﺎﺋِﺐِ اﻷَْﻧْﺼَﺎﺭِﻱِّ: «ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ اﻟﻠَّﻪِ - ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ - ﻛَﺎﻥَ ﺇِﺫَا ﺳَﺄَﻝَ ﺟَﻌَﻞَ ﺑَﺎﻃِﻦَ ﻛَﻔَّﻴْﻪِ ﺇِﻟَﻴْﻪِ، ﻭَﺇِﺫَا اﺳﺘﻌﺎﺫ ﺟَﻌَﻞَ ﻇَﺎﻫِﺮَﻫُﻤَﺎ ﺇِﻟَﻴْﻪِ». ﺭَﻭَاﻩُ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﻣُﺮْﺳَﻼً، ﻭَﺇِﺳْﻨَﺎﺩُﻩُ ﺣَﺴَﻦٌ.

Dari Khallad bin Saib Al Anshori bahwa jika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berdoa maka Nabi arahkan telapak tangannya ke wajahnya. Jika Nabi meminta perlindungan maka bagian luar tangannya diarahkan ke wajahnya -dibalik-" (HR Ahmad secara Mursal, sanadnya Hasan)

4. Hadis bersalaman setelah shalat

Imam Nawawi pengarang kitab Sahih Muslim mengatakan bahwa bersalaman setelah shalat Subuh dan Ashar adalah Bid'ah yang diperbolehkan. Mana hadisnya? Ada 2 hadis. Para Sahabat setelah shalat berebut bersalaman dengan Nabi setelah Ashar (HR Bukhari). Dalam riwayat lain setelah Subuh (riwayat Ahmad). Berikut isi hadisnya, maaf sampai pegel tangan saya yang mau nerjemah:

ﻋَﻦِ اﻟﺤَﻜَﻢِ، ﻗَﺎﻝَ: ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺃَﺑَﺎ ﺟُﺤَﻴْﻔَﺔَ، ﻗَﺎﻝَ: «ﺧَﺮَﺝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺑِﺎﻟﻬَﺎﺟِﺮَﺓِ ﺇِﻟَﻰ اﻟﺒَﻄْﺤَﺎءِ، ﻓَﺘَﻮَﺿَّﺄَ ﺛُﻢَّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻈُّﻬْﺮَ ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ، ﻭَاﻟﻌَﺼْﺮَ ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ، ﻭَﺑَﻴْﻦَ ﻳَﺪَﻳْﻪِ ﻋَﻨَﺰَﺓٌ» ﻗَﺎﻝَ ﺷُﻌْﺒَﺔُ ﻭَﺯَاﺩَ ﻓِﻴﻪِ ﻋَﻮْﻥٌ، ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴﻪِ ﺃَﺑِﻲ ﺟُﺤَﻴْﻔَﺔَ، ﻗَﺎﻝَ: «ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻤُﺮُّ ﻣِﻦْ ﻭَﺭَاﺋِﻬَﺎ اﻟﻤَﺮْﺃَﺓُ، ﻭَﻗَﺎﻡَ اﻟﻨَّﺎﺱُ ﻓَﺠَﻌَﻠُﻮا ﻳَﺄْﺧُﺬُﻭﻥَ ﻳَﺪَﻳْﻪِ ﻓَﻴَﻤْﺴَﺤُﻮﻥَ ﺑِﻬَﺎ ﻭُﺟُﻮﻫَﻬُﻢْ، ﻗَﺎﻝَ ﻓَﺄَﺧَﺬْﺕُ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻓﻮﺿﻌﺘﻬﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻭَﺟْﻬِﻲ ﻓَﺈِﺫَا ﻫِﻲَ ﺃَﺑْﺮَﺩُ ﻣِﻦَ اﻟﺜَّﻠْﺞِ ﻭَﺃَﻃْﻴَﺐُ ﺭَاﺋِﺤَﺔً ﻣِﻦَ اﻟﻤِﺴْﻚِ» رواه البخاري

ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮِ ﺑْﻦِ ﻳَﺰِﻳﺪَ ﺑْﻦِ اﻷَْﺳْﻮَﺩِ، ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴﻪِ، ﻗَﺎﻝَ: ﺣَﺠَﺠْﻨَﺎ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝِ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺣَﺠَّﺔَ اﻟْﻮَﺩَاﻉِ، ﻗَﺎﻝَ: ﻓَﺼَﻠَّﻰ ﺑِﻨَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺻَﻼَﺓَ اﻟﺼُّﺒْﺢِ ﺃَﻭِ اﻟْﻔَﺠْﺮِ ... ﻭَﺃَﻧَﺎ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﺃَﺷَﺐُّ اﻟﺮِّﺟَﺎﻝِ ﻭَﺃَﺟْﻠَﺪُﻩُ. ﻗَﺎﻝَ: ﻓَﻤَﺎ ﺯِﻟْﺖُ ﺃَﺯْﺣَﻢُ اﻟﻨَّﺎﺱَ ﺣَﺘَّﻰ ﻭَﺻَﻠْﺖُ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝِ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ، ﻓَﺄَﺧَﺬْﺕُ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻓﻮﺿﻌﺘﻬﺎ ﺇِﻣَّﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻭَﺟْﻬِﻲ ﺃَﻭْ ﺻَﺪْﺭِﻱ، ﻗَﺎﻝَ: ﻓَﻤَﺎ ﻭَﺟَﺪْﺕُ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺃَﻃْﻴَﺐَ ﻭَﻻَ ﺃَﺑْﺮَﺩَ ﻣِﻦْ ﻳَﺪِ ﺭَﺳُﻮﻝِ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ. رواه احمد

•] sebagian bantahan telah dijawab oleh Sidi Syekh Munir Mahyudin Munir

Sumber : Facebook/Ma'ruf Khozin

Rabu, 13 Mei 2020

17 FENOMENA AKTAGONIS GUS MUS


Ada 17 fenomena antagonis akhir zaman yang disampaikan oleh KH Mustofa Bisri, atau yang akrab disapa Gus Mus, berikut 17 fenomena aktagonis tersebut:
.
1. Banyak rumah semakin besar, tapi keluarganya semakin kecil.

2. Gelar semakin tinggi, akal sehat semakin rendah.

3. Pengobatan semakin canggih, kesehatan semakin buruk.

4. Travelling keliling dunia, tapi tidak kenal dengan tetangga sendiri.

5. Penghasilan semakin meningkat, ketenteraman jiwa semakin berkurang.

6. Kualitas Ilmu semakin tinggi, kualitas emosi semakin rendah.

7. Jumlah Manusia semakin banyak, rasa kemanusiaan semakin menipis.

8. Pengetahuan semakin bagus, kearifan semakin berkurang.

9. Perselingkuhan semakin marak, kesetiaan semakin punah.

10. Semakin banyak teman di dunia maya, tapi tidak punya sahabat yang sejati.

11. Minuman semakin banyak jenisnya, air bersih semakin berkurang jumlahnya.

12. Pakai jam tangan mahal, tapi tak pernah tepat waktu.

13. Ilmu semakin tersebar, adab dan akhlak semakin lenyap.

14. Belajar semakin mudah, guru semakin tidak dihargai.

15. Teknologi Informasi semakin canggih, fitnah dan aib semakin tersebar.

16. Orang yang rendah ilmu banyak bicara, orang yang tinggi ilmu banyak terdiam.

17. Tontonan semakin banyak, tuntunan semakin berkurang. Akhirnya tontonan jadi tuntunan.

Kayaknya sekarang sudah marak terjadi, semoga kita termasuk orang yang tetap ingat dan waspada.
.
(Gus Mus, Rembang).
Dari KH. Azizi Hasbullah.
.
📸: KH. Musthofa Bisri , KH. Yahya Cholil Staquf dan KH. Abdul Ghofur. 

Kamis, 07 Mei 2020

JADWAL LAILATUL QADAR MENURUT PARA ULAMA

Menurut Imam Al-Ghazali dan juga ulama lainnya, sebagaimana disebut dalam I’anatut Thalibin juz 2, hal. 257, bahwa cara untuk mengetahui Lailatul Qadar bisa dilihat dari hari pertama dari bulan Ramadhan:

قال الغزالي وغيره إنها تعلم فيه باليوم الأول من الشهر
 فإن كان أوله يوم الأحد أو يوم الأربعاء فهي ليلة تسع وعشرين 
أو يوم الاثنين فهي ليلة إحدى وعشرين 
أو يوم الثلاثاء أو الجمعة فهي ليلة سبع وعشرين 
أو الخميس فهي ليلة خمس وعشرين 
أو يوم السبت فهي ليلة ثلاث وعشرين 
قال الشيخ أبو الحسن ومنذ بلغت سن الرجال ما فاتتني ليلة القدر بهذه القاعدة المذكورة

1. Jika awalnya jatuh pada hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-29

2. Jika awalnya jatuh pada hari Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-21

3. Jika awalnya jatuh pada hari Selasa atau Jum'at maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27

4. Jika awalnya jatuh pada hari Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-25

5. Jika awalnya jatuh pada hari Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-23

Syekh Abul Hasan As-Syadzili berkata:

“Semenjak saya menginjak usia dewasa Lailatul Qadar tidak pernah meleset dari jadwal atau kaidah tersebut."

Kaidah ini sesuai dengan keterangan dalam Hasyiah al-Jamal, hal. 480:

كما اختاره الغزالي وغيره وقالوا إنها تعلم فيه باليوم الأول من الشهر فإن كان أوله يوم الأحد أو الأربعاء فهي ليلة تسع وعشرين أو يوم الاثنين فهي ليلة إحدى وعشرين أو يوم الثلاثاء أو الجمعة فهي ليلة سبع وعشرين أو يوم الخميس فهي ليلة خمس وعشرين أو يوم السبت فهي ليلة ثلاث وعشرين. 

Berbeda dari keterangan dalam I'anatut Thalibin dalam halaman 258, kitab Hasyiah al-Bajury dalam juz pertama halaman 304, mencantumkan kaidah lain:

وإناجميعا إن نصم يوم جمعة # ففى تاسع العشرين خذ ليلة القدر
وإن كان يوم السبت أول صومنا#فحادي وعشرين إعتمده بلاعذر
وإن هلّ يوم الصوم فى أحد # ففى سابع العشرين مارمت فاستقر
وإن هلّ بالإثنين فاعلم بأنّه # يوافيك نيل الوصل فى تاسع العشرى
ويوم الثلاثاإن بدا الشهرفاعتمد # على خامس العشرين تحظ بها القدر
وفى الأربعاء إن هلّ يامن يرومها # فدونك فاطلب وصلها سابع العشي
ويوم الخميس إن بدا الشهر فاجتهد # توافيك بعد العشر فى ليلة الوتر

(Jika awal puasanya Jumat maka pada malam ke-29; jika Sabtu maka pada malam ke-21; jika Ahad maka pada malam ke-27; jika pada Senin maka pada malam ke-29; jika Selasa maka pada malam ke-25; jika Rabu maka pada malam ke-27; jika Kamis maka pada sepuluh akhir malam-malam ganjil).

Jika kita mengikuti kaidah ini, malam Lailatul Qadar pada 1440 Hijriah atau 2019 Masehi ini bisa berbeda-beda, tergantung keterangan dari kitab mana yang hendak kita pedomani: 

- Mengacu pada keterangan dalam kitab Hasyiah Jamal dan I'anatut Thalibin, Lailatul Qadar insyaAllah jatuh pada malam ke-21 karena awal siang Ramadhan terjadi pada Senin, 6 Mei 2019. Malam ke-21 terjadi pada Sabtu malam, 25 Mei 2019.

- Mengacu pada keterangan dalam kitab Hasyiah al-Bajury , Lailatul Qadar insyaallah jatuh pada malam ke-29 karena awal puasa Ramadhan terjadi pada hari Senin. Malam ke-29 terjadi pada Ahad malam, 2 Juni 2019.

Kaidah ini tercantum dalam kitab-kitab para ulama termasuk dalam kitab-kitab fiqih bermazhab Syafi’i (fiqh Syafi’iyyah). Rumus ini teruji dari kebiasaan para ulama yang telah menemui Lailatul Qadar. Demikianlah ijtihad Imam Al-Ghazali dan disetujui oleh banyak ulama sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab fiqih. Tentang hakikat kepastian kebenarannya, jawaban terbaiknya adalah wallahu ‘a’lam (hanya Allah yang paling tahu). Karena itu, walaupun titik pusat konsentrasi qiyam ramadhan dan ibadah kita boleh diarahkan sesuai dengan kaidah tersebut, hendaknya kita terus mencari malam yang penuh kemuliaan itu di malam atau tanggal apa dan mana pun, dan terutama pada malam ganjil, dan terutama pada malam-malam sepuluh akhir, dan terutama lagi pada malam ganjil di sepuluh akhir.