Rabu, 20 Mei 2020

Ringkasan Hukum mengenai Shalat Kafarat / Baro'ah ( Sholat 5 Waktu di Jum'at Akhir Romadhon


oleh : Al-Ustadz H.Muhammad Hazami Bin Al-Ustadz KH.Muhammad Ro'i Ats-Tsaqofy

Mufti Hadlramaut Yaman, *Syekh Fadl bin Abdurrahman* dalam kitabnya, _Kasyf al-Khafa’ wa al-Khilaf fi Hukmi Shalat al-Baro'ah min al-Ikhtilaf_ mengatakan : Para  Ulama berbeda pandangan tentang hukum melakukan shalat kafarat, ada yang *MEMBOLEHKAN dan MENGHARAMKAN.*

Pandangan yang *membolehkan* di antaranya karena pertimbangan sebagai berikut: 

```pertama```: ```pendapat *Al-Qadli Husain* yang membolehkan mengqadha shalat fardlu yang diragukan ditinggalkan``` 

قال القاضي لو قضى فائتة على الشك فالمرجو من الله تعالى أن يجبر بها خللا في الفرائض أو يحسبها له نفلا وسمعت بعض أصحاب بني عاصم يقول : إنه قضى صلوات عمره كلها مرة ، وقد استأنف قضاءها ثانيا ا هـ قال الغزي وهي فائدة جليلة عزيزة عديمة النقل ا هـ إيعاب

   ```Al-Qadli Husain berkata: Bila seseorang mengqadha shalat fardlu yang ditinggalkan secara ragu, maka yang diharapkan dari Allah, shalat tersebut dapat mengganti kecacatan dalam shalat fardlu atau paling tidak dianggap sebagai shalat sunah. Saya mendengar bahwa sebagian *Ashabnya Bani Ashim* berkata: Bahwa ia mengqadha seluruh shalat seumur hidupnya satu kali dan memulai mengqadhanya untuk kedua kalinya. Al-Ghuzzi mengatakan, ini adalah faidah yang agung, yang jarang sekali dikutip oleh ulama.” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz.2, halaman 27)```

```Kedua:``` ```Tidak ada orang yang meyakini keabsahan shalat yang baru saja ia kerjakan, terlebih shalat yang dulu-dulu.``` 

```Ketiga```: ```Larangan shalat kafarat dikarenakan ada kekhawatiran shalat tersebut cukup untuk mengganti shalat yang ditinggalkan selama setahun, ketika kekhawatiran tersebut hilang, maka hukum haram hilang.```

```Keempat```: ```Mengikuti amaliyyah para pembesar ulama dan para Wali Allah yang ahli makrifat billah, di antaranya *Sayyidi Syekh Fakr al-Wujud Abu Bakar bin Salim* , *Habib Ahmad bin Hasan al-Athas*, *al-Imam al Habib Ahmad bin Zain al-Habsyi* dan masih banyak lainnya. Shalat tersebut rutin dilakukan dan diimbau oleh para pembesar ulama di Yaman. Bahkan di _Masjid Zabid Yaman_ shalat kafarat ini rutin dilakukan secara berjamaah. Mengikuti amaliyyah para wali dan ulama ‘arifin (ahli ma'rifat) tanpa diketahui dalil istinbathnya dari hadits Nabi, sudah cukup untuk menjadi hujjah membolehkan shalat kafarat ini.``` 

*Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani* dalam _kitab Tanbih al-Mughtarrin_ sebagaimana dikutip dalam Kasyf al-Khafa’ mengatakan:

ومن القوم إذا لم يجدوا لذلك العمل دليلا من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم الثابتة في كتب الشريعة يتوجهون بقلوبهم إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فإذا حضروا بين يديه سألوه عن ذلك وعملوا بما قاله لهم ولكن مثل هذا خاض بأكابر الرجال “

```Artinya : Di antara kaum, apabila mereka tidak memiliki dalil dari sunnah Nabi yang ditetapkan dalam kitab syari’ah, mereka menghadap hatinya kepada Rasul, bila sudah berhadapan dengan Nabi, mereka bertanya kepada beliau dan mengamalkan apa yang dikatakan Nabi, akan tetapi yang demikian ini khusus untuk para pembesar sufi.```

*Syekh Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadlrami* dlm _kitab Kasyf al-Khafa’ wa al-Khilaf fi hukmi Shalat al-Bara’ah min al-Ikhtilaf_ mengatakan :

فإن قيل فهل لصاحب هذا المقال أن يأمر الناس بما أمره رسول الله صلى الله عليه وسلم بفعله وقوله؟ الجواب لا ينبغي له ذلك لأنه أمر زائد على السنة الصحيحة الثابتة من طريق النقل ومن أمر الناس بشيء زائد على ما ثبت من طريق النقل فقد كلف الناس شططا اللهم إلا أن يشاء أحد ذلك فلا حرج عليه كما هو شأن مقلدي المذاهب المستنبطة من الكتاب والسنة والله أعلم

```Artinya : Bila ditanya, Apakah sufi yang mendapat amaliyah dari Nabi boleh memerintahkan orang lain sebagaimana Nabi memerintahkan kepadanya?? Jawabannya: tidak sebaiknya hal tersebut dilakukan, sebab merupakan perkara tambahan atas sunnah shahih. Barang siapa memerintahkan manusia perkara yang melebihi sunnah Nabi yang dicetuskan berdasarkan riwayat yang sahih, maka ia telah memberi beban kerancauan kepada mereka. _Kecuali bila ada orang yang dengan sukarela mengikutinya, maka tidak ada masalah,_ sebagaimana keadaan para pengikut mazhab-mazhab yang bersumber dari al-Quran dan hadits.```

*Syekh Abdurrahman bin Syekh Ahmad Bawazir* sebagaimana dikutip dalam _Kasyf al-Khafa_ mengatakan: 

ولا شك أن العارف بالله فخر الوجود أبا بكر بن سالم ممن يقلد في الصلاة المذكورة لأن العارف لا يتقيد بمذهب كما في الإبريز للشيخ عبد العزيز الدباغ بل قال فيه إن مذهب الولي العارف بالله أقوى من المذاهب الأربعة. انتهى

```Artinya: Tidak diragukan lagi bahwa al-Arif billah Fakhr al-Wujud Syekh Abu Bakar bin Salim adalah termasuk tokoh yang mengikuti amaliyyah shalat kafarat/ baraah ini, sebab orang yang ahli makrifat tidak terikat dengan mazhab tertentu, seperti keterangan dalam kitab al-Ibriznya Syekh Abdul Aziz al-Dabbagh, bahkan beliau mengatakan, sesungguhnya mazhabnya wali yang al-Arif billah lebih kuat dibandingkan dengan mazhab empat.```

Pandangan yang *mengharamkan* setidaknya karena pertimbangan sebagai berikut:

```Pertama: Tidak ada tuntunan yang jelas dari hadits Nabi atau kitab-kitab syari’ah, sehingga melakukannya tergolong isyra’u ma lam yusyra’ (mensyariatkan ibadah yang tidak disyari’atkan) atau ta’athi bi ‘ibadatin fasidah (melakukan ibadah yang rusak).```

```Kedua: Pengkhususan shalat kafarat pada akhir Jumat bulan Ramadhan tidak memiliki dasar yang jelas dalam syari’at.```

```Ketiga: Terdapat keterangan shorih dari pakar fikih otoritatif mazhab Syafi’i, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Kitab Tuhfah al-Muhtaj sebagai berikut:```

وأقبح من ذلك ما اعتيد في بعض البلاد من صلاة الخمس في هذه الجمعة عقب صلاتها زاعمين أنها تكفر صلوات العام أو العمر المتروكة وذلك حرام أو كفر لوجوه لا تخفى 

```Artinya : Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di jumat ini (jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup, yang demikian ini adalah Haram atau bahkan Kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar.```

Mengomentari statemen di atas, *Syekh Abdul Hamid al-Syarwani* dalam _Kitab Hasyiyah al-Syarwani ‘ala al-Tuhfah,_ mengatakan: 

قوله ( وذلك ) أي الزعم المذكور قوله ( لوجوه إلخ ) منها إسقاط القضاء وهو مخالف للمذاهب كلها كردي

 ```Artinya : Ucapan Syekh Ibnu Hajar, (yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur) karena beberapa sisi pandang yang tidak samar, di antaranya adalah dapat menggugurkan kewajiban mengqadha shalat, hal ini menyalahi seluruh mazhab-mazhab.```

```Keempat:  Hadits tentang shalat kafarat tidak dapat dibuat dalil, karena tidak memiliki sanad yang jelas.```

*Kesimpulan ikhtilaf mengenai hukum shalat Kafarat/ Bara'ah* 

Shalat kafarat / bara'ah ini adalah amaliyyah para tokoh ilmu dan imam-imam fatwa, shalat ini dilakukan oleh para imam yang wara’, yang menonjol dalam ilmu zhahir dan batin, seperti al-Fakhr Syekh Abu Bakr bin Salim, al-‘Allamah Ahmad bin Zain al-Habsyi, Habib Umar bin Zain bin Smith, Habib Ahmad bin Muhammad al-Muhdhar dan ulama Hadlramaut yang lainnya. 

Mereka-mereka ini melakukan shalat kafarat/baraah di daerah-daerahnya dan memerintahkan orang untuk melakukannya, kebolehan shalat ini juga diamini oleh Al Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih yang dijuluki oleh Habib Abdullah al-Haddad dengan “orang sangat alim di dunia.” Cukuplah imam ini dan imam-imam lain yang disebutkan sebelumnya dari para imam agama dan ulama yang wira', dijadikan *sebagai Hujjah kebolehan Shalat Bara’ah,* bila tidak bisa, lantas siapa lagi ulama yang bisa dijadikan hujjah???

```Demikian penjelasan mengenai ikhtilaf ulama tentang shalat kafarat atau shalat bara'ah, semoga bisa saling menghargai atas perbedaan tersebut, karena keduanya sama-sama memiliki argumen yang dapat dipertanggungjawabkan.```

Yang perlu ditegaskan adalah, *keyakinan bahwa shalat kafarat diyakini sebagai pengganti shalat fardlu yang ditinggalkan selama satu tahun, sama sekali tidak dibenarkan,* sebab kewajiban bagi orang yang meninggalkan shalat, baik sengaja atau lupa, adalah mengqadhanya satu persatu, ulama tidak ikhtilaf dalam hal ini. Shalat kafarat dimaksudkan sebagai langkah antisipasi (ihtiyath) saja. Wallahu a‘lam

20 Mei 2020 M / 27 Romadhon 1441 H

0 komentar:

Posting Komentar