Abdul Hamid Aly

Rindu ini selalu milikmu Yaa Rosuul

Save Muslim Muslimah

Saling berpesan kepada hal kebenaran dan kesabaran

KH. M. Ali Bahruddin

Pesantren At-taqwa Pasuruan (Keluarga Jam'iyyah Thoriqoh Al-Mu'tabaroh Qodiririyyah wa Naqsyabandiyah).

Nahdlatul Ulama'

Ahlus Sunnah wal Jama'ah An-Nahdliyyah.

Diamond Class

Alhamdulillah ala kulli chaal.

Selasa, 27 Februari 2018

JAWABAN ATAS DALIL MEREKA YANG BERSIKERAS MENGENAI ZAKAT PROFESI Oleh HABIB MUNDZIR AL MUSAWA (KENALILAH AKIDAHMU-2)

Mereka mengatakan hadist ketentuan setahun yang dari Ibn Umar ra yang diriwayatkan oleh Imam Daruqutni dan Imam Baihaqi dhaif, karena didalamnya terdapat Ismail bin Iyasy yang lemah.
Juga hadist yang dari Ummulmukminin Aisyah ra yang diriwayatkan oleh Imam ibn majah, Imam Darqutni, Imam Baihaqi, mereka katakan dhaif karena adanya Haritsah bin Abu Rijal yang lemah.
Tapi mereka tidak melihat kitab Al Muwatta’ Imam Malik yang meriwayat kan hadist yang sama Dari Imam Malik, dari Nafi, sungguh Abdullah bin Umar ra berkata : Tiada wajib pada harta itu zakat kecuali telah mencapai haul (Al Muwatta’ Imam Malik bab Zakat fil ain
minaddzahab wal wariq)

Berkata Imam Bukhari : Sanad yang paling shahih adalah Imam Malik dari Nafi dari Abdullah bin Umar ra, dan Imam Bukhari menamakannya Silsilah Emas (Tadriduburrawi fi taqrib linnawawi oleh Imam Assuyuthiy).

Juga diriwayatkan oleh Imam Malik pada Al Muwatta’ bab zakat fil ain min addzahab wa wariq

Dari Malik, dari Muhammad bin Uqbah Maula Zubair, bahwa ia bertanya pada Qasim bin Muhammad tentang Mukatab (budak yang sedang menebus dirinya), maka berkata Qasim bahwa Abubakar Shiddiq ra tak pernah mengambil zakat dari harta hingga
mencapai haul”

Mereka mengatakan pula bahwa di kitab Al Muwatta’ bahwa Mu’awiyah adalah orang yang pertama kali mengenakan zakat dari pemberian, memeng benar hadist Mu’awiyah ada di kitab Almuwatta’ tapi mereka tidak tahu maksud perkataan Mu’awiyah tsb.

Dijelaskan pada kitab Al Iddikar Syarah Muwatta oleh Imam Ibn Abdil Barr pada Bab Zakat
tentang hadits Mu’awiyah bahwa Mu’awiyah mengeluarkan zakat dari atho’(gaji) yang dia terima untuk dirinya sendiri, dan tidak mengambil zakat dari atho’ yang diberikan kepada orang lain karena terhalang atasnya haul, perbuatan Mua’wiyah tersebut yang langsung mengeluarkan zakat pada waktu menerima gaji karena kewara’annya, Dan tidak mengambil dari orang lain karena dia tahu harus mencapai haul dulu baru mengeluarkan Zakat.

Berkata Imam Ahmad bin Hanbal : Tiada zakat pada harta Almustafad sampai mencapai haul, dan harta Almustafad adalah minal atho,. Yaitu gaji bulanan, atau hibah (pemberian) atau lainnya. (Al istidkar Li al hafid ibn abdul bar bab zakat fil ain min addzahab wa wiriq)

Mereka juga mengatakan bahwa abu ubaid mengatakan bahwa umar bin abdul aziz memungut zakat apabila mengembalikan barang sitaan (madzolim) dalam kitab Al Muwatta’ bab dzat fi dain bahwa umar bin abdul aziz mengambil zakat dari harta sitaan (madzolim)setelah dikembalikan ke pemiliknya karena harta tersebut sudah tersimpan bertahun – tahun (sudah mencapai haul).

Pada kitab Al Istidkar oleh Al hafidh Ibn Abdul bar disebutkan : Bahwa : Dari Abu Ubaid,dari Muadz dari Ibn Aun yang berkata : ”aku datang ke masjid dan telah dibacakan surat dari Umar bin Abdul Aziz, maka berkata padaku sahabatku agar jangan kami mengambil zakat harta dari orang kaya hingga mencapai haul.
Disebutkan pula oleh Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy bahwa telah menjadi Ijma (kesepakatan) ulama dalam persyaratan haul pada zakat hewan dan uang” (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Bab zakat Alwariq)

Semua diatas adalah pendapat para sahabat, Tabi’in, dan Imam - Imam Muhadditsin masalah zakat harta yang mesti haul (sempurna setahun), demikian pula penjelasan para Fuqaha lainnya sebagaimana Imam Nawawi pada Almajmu wa raudhah, Imam Ibn Hajar dalam Attuhfah, Imam Arramliy pada Annihayah, Imam Alkhatib Syarbiniy pada Al Mughniy dll.

Kesimpulannya Zakat Profesi tidak ada dasar hukum yang kuat dari para sahabat, Tabi’in, dan Imam - Imam Muhadditsin. Dan perlu diketahui zakat itu adalah ibadah mahdloh yang tidak bisa dikarang atau dibuat-buat bentuknya, karena semua adalah tergantung ketentuan Allah yang disampaikan Rasulullah saw.
Katanya kita tidak boleh melaksanakan bidah tapi kalau ada hubungan dengan uang/harta apakah jadi boleh bidah tersebut, fata’ammal.

Ngaji_Ponpes_Nuha

Senin, 26 Februari 2018

Jangan jadikan ibadah sebagai alasan

KH. Ahmad Arif Yahya (Gading Pesantren)

Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani dalam kitab al-Minahus Saniyyah mengisahkan, suatu ketika ada seorang yang mengambil wudhu dari bejana milik perempuan itu. Melihat hal demikian, si perempuan berbisik dalam hati, “Kalau air itu habis, lalu bagaimana aku akan berwudhu untuk menunaikan sembahyang sunnah nanti malam?”

Apa yang tampak secara lahir tak selalu menunjukkan keadaan sebenarnya. Diceritakan, setelah meniggal dunia, keadaan keduanya jauh berbeda. Sang lelaki kaya raya itu mendapat kenikmatan surga, sementara si perempuan papa yang taat beribadah itu justru masuk neraka. Apa pasal?

Lelaki hartawan tersebut menerima kemuliaan lantaran sikap zuhudnya dari gemerlap duniawi. Kekayaannya yang banyak tak lantas membuatnya larut dalam kemewahan, cinta dunia, serta kebakhilan. Apa yang dimilikinya semata untuk kebutuhan hidup, menunjang keadaan untuk mencari ridla Allah.

Pandangan hidup semacam ini tak dimiliki si perempuan. Hidupnya yang serbakekurangan justru menjerumuskan hatinya pada cinta kebendaan. Buktinya, ia tak mampu merelakan orang lain berwudhu dengan airnya, meski dengan alasan untuk beribadah. Ketidakikhlasannya adalah petunjuk bahwa ia miskin bukan karena terlepas dari cinta kebendaan melainkan “dipaksa” oleh keadaan.

Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani menjelaskan dalam kitab yang sama bahwa zuhud adalah meninggalkan kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, tapi bukan berarti mengosongkan tangan dari harta sama sekali. Segenap kekayaan dunia direngkuh untuk memenuhi kadar kebutuhan dan memaksimalkan keadaan untuk beribadah kepada-Nya.

Sabtu, 17 Februari 2018

Kota Tarim Hadhromaut


"Tarim Bilangan Masjidnya Bersamaan Jumlah Hari Dalam Setahun"

Tarim yang memiliki diatasnya 360 buah masjid. Jika kita mengujungi Tarim dan berjalan menyusuri lorong – lorong kota ini pasti pandangan kita tidak akan lepas dari bangunan masjid.

Masjid di Tarim tidak semewah masjid di Malaysia. Masjid di Tarim diperbuat dari tanah dengan campuran rumput kering dan batu kerikil yang digunakan sebagai bahan campuran bangunan. Walaupun binaannya yang sederhana, terdapat masjid di kota Tarim yang mencecah usianya 700 tahun.

Masjid-masjid di Tarim tidak pernah sepi dari orang-orang yang berzikir, i'tikaf, solat, membaca Al-Quran, dan majlis ta'lim. Dikatakan azan di kota Tarim akan berkumandang kurang atau lebih 30 minit. Sambung dari satu masjid ke masjid yang lain.

Yang lebih menarik, bila tibanya bulan Ramadhan solat terawih nya akan berterusan dari lepas isyak sehingga waktu qiamullail. Dimulai dengan Dar Mustofa dan diakhiri dengan Masjid Wa'al jam 3.00 pagi.

Yang lebih saya takjub, dalam satu malam adalah hal yang biasa bagi masyarakat Tarim melaksanakan solat Tarawih sebanyak 100 rakaat, kerana mereka solat di lima buah masjid yang masing-masing menunaikan Tarawih dengan 20 rakaat. Malah ada yang lebih dari itu.

Bulan ramadhan itu sememangnya bulan Ibadah bagi mereka.

Antara masjid yang harus dikunjungi bila kita di Tarim :

* Masjid Baalawy (700 tahun)
* Masjid Assegaf (sejak 768H)
* Masjid Al Muhdor
* Masjid Alydrus
* Masjid Imam Al Haddad
* Masjid Syeikh Ali bin Abu Bakar Assakran

Nah, dibawah ni saya saji kan anda dengan dendangan bunyi azan di kota Tarim.

Nak tahu lebih lagi tentang istimewanya bumi Ratu Balqis ni, kenalah datang ziarah dulu. Semoga ini memberi manfaat untuk semua. Semoga kita semua diberi rezeki untuk menziarah Kota Auliya, Kota Para Wali ini 😊

#YaTarimWaAhlaha