Pada kisaran abad ke-11 Hijriyah, berangkatlah tiga orang Ulama dan Wali dari kota Tarim menuju Madinah Al-Munawwarah dimana jasad suci Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersemayam. Ketiganya adalah Habib Abdurrahman bin Mustafa Alaydrus (Shohib Mesir), Habib Syeikh bin Muhammad Al-Jufri dan Habib Abu Bakar bin Husein Bilfaqih (Shohib Aceh). Mereka sepakat untuk mengamalkan seluruh isi kitab Bidayatul Hidayah (milik Imam Ghazali) di depan makam Rasulullah hingga Rasulullah keluar menemui mereka. Selang beberapa waktu, keluarlah Rasulullah dari pusaranya, dan mereka dalam keadaan terjaga (bukan mimpi) waktu itu.
Kepada Habib Abdurrahman Alaydrus, Rasulullah memberi pusaka berupa kitab kecil berwarna putih dan memerintahkannya untuk berdakwah ke negeri Mesir. Rasulullah berpesan apabila beliau mendapati suatu permasalahan agama yang tidak ditemukan jawabannya, maka bukalah kitab itu, semua jawaban rahasia ilmu agama ada disana. Satu waktu ketika seorang Qadhi (hakim) di Mesir mengadakan jamuan makan atas pernikahan anaknya, ia membagi tempat menjadi dua; Satu untuk kalangan khusus (Ulama dan Umaro) dan satu untuk kalangan awam. Habib Abdurrahman yang berpenampilan sederhana kemudian diarahkan ke tempat orang-orang awam.
Ketika masuk waktu shalat, sang hakim berkata, “Tidak ada yang berhak menjadi imam kecuali ia yang menyebutkan 400 Sunnah dalam shalat.” Pada saat itu banyak Ulama yang hadir, namun tak ada satu pun mereka yang mampu menyebutkan 100 saja Sunnah-sunnah dalam shalat. Hingga akhirnya majulah Habib Abdurrahman yang mampu menyebutkan 400 lebih Sunnah-sunnah dalam shalat, semuanya beliau dapati dalam kitab putih yang diberikan Rasulullah tersebut. Beliau pun diangkat sebagai imam dan sejak saat itu keilmuannya dikenal luas di Mesir.
Adapun pemberian Rasulullah untuk Habib Syeikh bin Muhammad Al-Jufri adalah pusaka berupa piring yang mana dari piring tersebut keluar makanan sebanyak yang dibutuhkan orang tanpa pernah habis. Sedangkan kepada Habib Abu Bakar bin Husein Bilfaqih, Rasulullah memberinya sebuah tongkat yang jika dipukulkan ke tanah, keluarlah harta yang dibutuhkan.
(Dinukil dari buku “Sepucuk Surat Cinta Untuk Anak Cucu Fatimah Az-Zahra” jilid I hal. 126-127 karya Sayyid Mustafa bin Idrus Al-Khirid)
0 komentar:
Posting Komentar