Siapa yang tak kenal sosok ulama fenomenal, Syaikhuna Khalil Bangkalan, Madura? Orang NU Pasti tahu. Sebab beliau adalah “mesin pencetak ulama”. Hampir seluruh ulama besar Indonesia berguru pada mBah Kholil. Sebut saja, antara lain, K.H. Hasyim Asy’ari (pendiri NU) dan K.H. Abdul Karim (pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Dan, masih banyak lagi. Rupanya, keilmuan beliau menitis pada salah satu cicitnya yang terkenal nyentrik, K.H. Kholilurrahman atau populer dipanggil Ra Lilur.
Beliau ibarat lampu yang menyala di malam gulita: kedalaman ilmunya menerangi sekitar. Ra Lilur pun ibarat madu: dikunjungi siapapun yang ingin “merasakan” manisnya hikmah keturunan wali pulau garam. Bukan hanya warga biasa, ulama ini pun sering didatangi orang penting negeri ini. Tentu tujuan orang terakhir ini berbeda dengan niat warga biasa murni minta barokah untuk urusan sehari-hari, mulai dari urusan minta hari untuk pernikahan sampai minta obat alternarif, pilkades.
Ra Lilur, demikian masyarakat menyebut kiai ini. Nama lengkapnya KH. Kholilurrahman. Kalau dirunut nasabnya ke atas, ia adalah cicit ulama besar Indonesia, KH Kholil Bin Abd Latief, atau Syaikhona Kholil Bangkalan, atau Mbah Kholil. Bergelar Syaikhona, karena KH Kholil merupakan guru mayoritas ulama Indonesia.
Masyarakat Madura menilia Ra Lilur dalam maqom jadab. Dalam terminologi sufi (tassawuf), jadab merupakan suatu tahapan untuk mencapai tingkat karamah (keistimewaan) yang biasanya disebut wali.
Namun sebagian masyarakat menilai Ra Lilur adalah sudah mencapai tingkat wali. Mana yang benar? wallahu a’lam. Yang pasti, kiai ini memang luar biasa. Penampilannya yang sangat bersahaja – bahkan jauh di bawah kehidupan normal – membuat hati orang yang melihatnya bergetar. Wajahnya memang memancarkan Nur Ilahi. Ia bagai magnet kehidupan sehingga membuat orang lupa segala gemerlap duniawi. Duh, Gusti, inikah ulama sebenarnya?
Ya, ia zuhud, tak perduli gemerlap duniawi dan tanpa pamrih. Hidupnya hanya untuk Allah, berkelana dari satu tempat ke tempat lain.
Orang yang tak paham bisa jadi mengira ia gila. Maklum, penampilannya apa adanya. Apalagi perilakunya cenderung aneh. Ia kadang hidup di tengah laut, merendam diri sampai berhari-hari. Namun justru sikapnya inilah yang kemudian mengingatkan orang pada Nabi Khidlir.
Ia seolah mengasingkan dari hiruk pikuk kehidupan yang kian renta, tanpa nurani. Dari tengah-tengah arus gelombang laut itu ia membaca tanda-tanda kehidupan. Apa yang akan terjadi terhadap negeri ini.
“Tamunya beragam, tapi jangan kaget kalau tak kesokan (tidak mau,red), beliau tak mau menemuinya,” tegas KH Badrus Sholeh, salah seorang ulama Bangkalan bercerita soal kenyelenehan cicit ulama Bangkalan, KH Syaikhona Mohammad Kholil bin Abdul Latif ini.
Menurut pengakuannya, tak sedikit pejabat penting, mulai regional, Jatim bahkan nasional berusaha menemui kiai yang berpenampilan nyeleneh ini. “Bahkan Pak Imam sebelum pilgub 2003 lalu sowan ke kiai,” tegas wakil ketua PCNU Bangkalan ini.
Pengasuh Ponpes Wali Songo, Kwanyar Bangkalan ini melanjutkan ceritanya soal tamu-tamu penting Ra Lilur. Belakangan, orang kepercayaan Abu Rizal Bakri, bos PT Lapindo berusaha sowan ke La Lilur.
Keinginan kuat bos itu bisa ditebak, yakni minta saran agar semburan lumpur yang sangat meresahkan itu bisa dihentikan.
“Namun kiai tak kesokan (tak berhasrat) tamu utusan bos Lapindo itu,”tambahnya.
Kalangan warga biasa tak sedikit ingin sowan ke La Lilur. Mulai urusan mencari rezeki, jodoh sampai ingin agar penyakitnya sembuh.
Ada pengalaman menarik, salah seorang warga pernah sakit tak komplikasi penyakit dalam stadium akut. Bahkan sang pasien sudah hampir satu bulan opname di salah satu rumah sakit swasta di Surabaya. Karena terapi penyembuhan kedokteran tak ada perkembangan mengembirakan. Salah seorang anggota keluarga pasien memutuskan untuk minta barokah La Lilur. “Kiai memberikan obat maaq dan obat puyer sakit kepala, setelah diminum Alhamdulillah sembuh,”tegas Salim, saudara si pasien menjelaskan.
Ia memang benar-benar misterius. Ia tak menghiraukan pakaian, apalagi harta benda. Ia tak peduli penilaian orang tentang dirinya. Hidupnya hanya untuk Allah, Allah, Allah… Ia juga jarang -untuk tak mengatakan tak pernah- bergaul dengan orang seperti umumnya ulama masa kini. Ia juga jarang disorot TV, apalagi berebut memberi komentar di koran seperti umumnya “ulama milenium.”
Namun begitu ia muncul di tengah keramaian orang, suaranya adalah “sabda.” Apa yang diucapkan sering terjadi. Karena itu ia lantas berpesan agar hati-hati.
Namun tak jarang ia bertindak tanpa bicara. Pernah suatu ketika ia tiba-tiba membakar bangunan pondok pesantren yang diasuh KH. Abdullah Schaal Bangkalan Madura. Pesantren yang lokasinya berdekatan dengan masjid Jami’ dan alun-alun kota Bangkalan itu pun hangus dilalap api.
Anehnya, Kiai Abdullah Schaal yang dikenal sangat berpengaruh di Bangkalan itu diam saja. Ia tak bereaksi, apalagi marah. Kenapa?
Perilaku Ra Lilur memang mirip Nabi Khidlir. Selain suka bertempat di kawasan berair juga isyaratnya selalu kontroversial. Nabi Khidlir pernah menumpang kapal bersama Nabi Musa. Tiba-tiba ia mengkampak dan membocori kapal yang ia tumpangi. Karuan saja Nabi Musa menegur dan marah. Sudah menumpang kapal secara gratis, kok masih bikin ulah melubangi kapal. Apalagi kapal itu sangat bagus.
Namun kemudian Nabi Musa mengerti isyarat Nabi Khidlir yang aneh itu. Ternyata itu dilakukan Nabi Khidlir justru menyelamatkan kapal tersebut. Karena dalam pelayaran selanjutnya ada beberapa aparat raja dzalim yang merampas kapal yang ditumpangi Nabi Musa dan Khidlir sudah berlubang, meski masih bagus, akhirnya lolos, tak dirampas.
Tampak apa yang dilakukan Ra Lilur itu juga ada kemiripan dengan perilaku aneh Nabi Khidlir.
Buktinya, setelah ia membakar pesantren itu kemudian terjadi peristiwa naas yang menimpa bangsa ini. “Banyak terjadi aksi pembakaran di mana-mana,” kata KH. Imam Buchori, ketua PCNU Bangkalan yang juga keponakan Ra Lilur. Aksi anarki pembakaran ini terjadi mengiringi konflik politik yang terus berkepanjangan di negeri ini. Misalnya pembakaran pertokoan, kantor-kantor partai politik, dan banyak lagi. Isyarat Ra Lilur itu kian kongkrit ketika terjadi pembakaran yang dilakukan orang-orang Dayak terhadap gubuk-gubuk orang Madura yang mengungsi dari Sampit dan Sambas.
Tak jelas, apa karena Kiai Abdullah Schaal yang dikenal sangat berpengaruh di Bangkalan itu paham terhadap keistimewaan Ra Lilur sehingga ia lalu diam saja, meski pondoknya dibakar Ra Lilur. Yang pasti, setelah gubuk santri di pesantrennya dibakar, pesantren Kiai Abdullah Schaal semakin maju pesat. Bilik-bilik santri yang semula berupa gubuk-gubuk kini dibangun mentereng. Bahkan pesantren putri yang menyatu dengan tempat istirahat Kiai Schaal persis hotel. Bangunannya megah dan menjulang tinggi, penuh tingkat. Siapa pun yang tak pernah ke Madura akan mengira bangunan itu hotel, karena memang didesain cukup artistik.
Kiai Abdullah Schal sendiri tampak sangat hormat terhadap Ra Lilur. Maklum Ra Lilur cenderung misterius dan kontroversial. Apalagi ia memiliki keistimewaan kasyaf luar biasa. Bahkan kabarnya Ra Lilur sering memberi isyarat-isyarat kepada Kiai Abdullah terutama tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Biasanya, kalau menyangkut persoalan besar, Ra Lilur minta Kiai Abdullah Schaal hati-hati.
Yang menarik, sinyal Mega akan jadi Presiden pun sudah terdeteksi Ra Lilur sejak awal. Isyaratnya waktu itu sangat aneh. Apa?
Isyarat ala Nabi Khidlir yang dilakukan Ra Lilur memang luar biasa. Lebih-lebih bila menyangkut peristiwa politik nasional. Selain selalu tepat isyarat itu juga terjadi pada peristiwa-peristiwa besar nasional. Yang menarik, isyarat itu tidak disampaikan dalam bentuk kata-kata atau ramalan. Melainkan melalui perilaku aneh. Jadi, ia tak pernah membuat pernyataan, apalagi prediksi. Justru itulah hebatnya.
Semua isyarat itu hanya tampak dalam perilakunya yang nyeleneh. Ia sendiri bahkan tampak tak peduli. Maklum, ia tak punya kepentingan sama sekali dengan urusan duniawi, apalagi peristiwa-peristiwa nasional.
Tampaknya tingkah anehnya itu semata transfer dari Tuhan begitu saja. Bahkan bisa jadi ia sendiri tak menyadarinya. Buktinya, ia tak pernah melontarkan kata-kata. Kalau ada peristiwa besar yang akan terjadi hanya perilakunya saja yang tiba-tiba aneh. Seolah semua perilakunya menjadi radar peristiwa masa depan.
Benarkah? Ini bisa dilihat pada perilaku anehnya ketika Gus Dur akan jatuh dan diganti Megawati. Isyarat itu muncul sekitar akhir tahun 2000. Jadi jatuh sebelum Gus Dur benar-benar jatuh. Saat itu perilaku aneh Ra Lilur muncul secara tak terduga. Ia tiba-tiba selalu diikuti dan ditempel oleh istrinya (nyai) kemanapun pergi. Mau pergi kemanapun, ia terus dibuntuti oleh sang bu nyai.
Menurut keterangan tiga khadam (penjaga rumah) Ra Lilur di Desa Banyu Buneh Banjar dan Pakaan Dajah Kecamatan Galis, saat itu Ra Lilur selalu tidur satu kamar dengan istrinya. Namun anehnya, Ra Lilur tidak tidur dalam satu tempat tidur (lencak, bahasa Madura). Ia tidur terpisah dengan istrinya, meski dalam satu kamar. Lebih aneh lagi, istrinya tidur diatas ranjang, sedangkan Ra Lilur malah selalu tidur di tanah. “Jadi, Ra Lilur tidur di bawah, sedang istri beliau di atas,” jelas KH. Imam Buchori, keponakan Ra Lilur, kepada Taufiqurrahman, wartawan HARIAN BANGSA di Bangkalan Madura.
Lalu apa makna perilaku nyeleneh Ra Lilur itu? Jawabannya sangat jelas. Bahwa di Indonesia akhirnya terjadi pergantian kepemimpinan, dari Presiden pria, yakni Gus Dur, ke Presiden wanita, Megawati.
Isyarat ini masih bisa dirinci lagi dalam kontek kekeluargaan. Yaitu terjadi pergantian kepemimpinan dari Presiden ke Wakil Presiden. Bukankah istri hakikatnya adalah wakil atau pembantu suami dalam keluarga? Namun yang lebih jelas, tentunya, perilaku aneh itu merupakan isyarat pergantian kepemimpinan dari pria ke pemimpin wanita. “Terlepas benar atau salah, banyak kalangan yang memprediksi isyarat tersebut berkaitan dengan kursi presiden,” jelas Kiai Imam Buchori yang sehari-harinya aktif sebagai ketua PCNU Bangkalan.
Sayangnya, waktu itu tak ada yang tanggap terhadap isyarat yang terjadi lewat perilaku aneh Ra Lilur itu. Tak jelas, apakah karena masyarakat kurang peka atau karena isyarat aneh itu hanya diketahui kalangan terbatas. Yang pasti, isyarat itu cukup nyata dan jelas.
Masih banyak isyarat lain dari Ra Lilur yang berhubungan dengan peristiwa nasional. Apa itu?
Isyarat yang muncul dari Ra Lilur tampaknya memang bukan berasal dari kemauan pribadi. Lalu dari mana? Bisa jadi “titipan” Allah. Buktinya, isyarat itu lebih sering muncul dari perilaku aneh ketimbang kata-kata.
Isyarat dengan perilaku memang cenderung lebih obyektif. Sebaliknya, isyarat melalui kata-kata selalu subyektif, bercampur nafsu pribadi. Bahkan bisa jadi ditambah-tambahi. Karena itu mudah dipahami jika isyarat-isyarat yang muncul melalui perilaku aneh Ra Lilur sering terjadi pada kemudian hari.
Yang menarik, perilaku aneh Ra Lilur sering tak masuk akal. Menjelang pemilu 1999, misalnya, Ra Lilur tiba-tiba mengenakan pakaian aneh. Cicit ulama besar Syaikhona Kholil Bangkalan itu mengenakan pakaian serba merah. Bajunya berwarna merah. Begitu ikat kepalanya, berwarna merah. Lebih unik lagi, ia memakai sarung wanita yang juga berwarna merah. “Pakaian itu dikenakan pada menjelang Pemilu,” tutur KH. Imam Buchori, keponakan Ra Lilur kepada Taufiqurrahman, wartawan HARIAN BANGSA di Bangkalan.
Ternyata isyarat itu kemudian terbukti. PDIP yang warna kebesarannya merah menjadi pemenang Pemilu.
Apakah Ra Lilur pendukung PDIP? Tentu saja tidak. Kalau ia memakai pakaian serba merah semata ingin menunjukkan bahwa pemenang pemilu 1999 adalah PDIP. Ra Lilur malah berasal dari keluarga fanatik NU dan PKB. Bahkan semua anggota keluarganya pengurus dan warga PKB. Begitu juga keluarga ndalem Ra Lilur, baik dari khadam (pembantu) sampai keluarga intinya, pendukung berat PKB.
Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa isyarat melalui perilaku cenderung obyektif. Buktinya, betapapun Ra Lilur berasal dari PKB ternyata malah berpakaian serba merah untuk menunjukkan peristiwa yang akan terjadi.
Kecenderungan Ra Lilur berperilaku seperti Nabi Khidlir memang cukup tinggi. Akibatnya, masyarakat cenderung tak paham. Bahkan ada yang nggrundel menyalahkan. Mereka baru sadar setelah peristiwa itu terjadi kemudahan. Ini terjadi juga ketika Ra Lilur membakar pondok pesantren yang diasuh KH. Abdullah Schaal. Seperti dilaporkan HARIAN BANGSA kemarin, Ra Lilur tiba-tiba membakar pondok pesantren.
Pesantren (PP) Syaikhona Kholil Demangan Barat Bangkalan. Karuan saja masyarakat geger. Karena dalam pandangan masyarakat umum, hanya orang gila yang berani membakar pondok pesantren. Apalagi, masyarakat Bangkalan sangat fanatik terhadap dunia pesantren. Kala itu memang belum diketahui siapa orang yang berani membakar pesantren milik Kiai Abdullah yang terkenal sangat kharismatis di Bangkalan itu.
Aparat keamanan pun kewalahan. Mereka langsung mencari siapa sebenarnya pelaku pembakaran itu. Namun, belum sempat tahu siapa pelakunya, KH. Amin Imron (kini almarhum) langsung mencegatnya. “Sudah biar saja Pak, yang bakar pondok itu keponakan saya sendiri kok,” kata Kiai Amin, ayah anggota DPR Fuad Amin.
Mendengar itu polisi langsung balik kucing. Begitu juga Kiai Abdullah Schaal. Ia tenang-tenang saja. Kiai yang sangat dihormati masyarakat Madura itu bahkan hanya senyum-senyum saja.
Memang. Peristiwa pembakaran pesantren yang terjadi pada 1979 itu ternyata menyimpan isyarat penuh misteri. Meski demikian, kala itu muncul ramalan bahwa suatu hari nanti akan berdiri bangunan pesantren setinggi ujung bara api, bekas pembakaran. Tinggi api ketika pesantren itu dibakar setinggi pohon kelapa.
Ternyata benar. Kini berdiri bangunan berlantai 7 mirip hotel. Pesantren itu untuk menampung para santri yang terus membludak dari tahun ke tahun. Pada tahun 1970, misalnya jumlah santri hanya berkisar 20 sampai 30 orang.
“Itu pun hanya santri putra,” tutur Kiai Imam Buchori. Kini santri pesantren itu telah mencapai ratusan terdiri terdiri dari santri putera dan puteri.
Banyak sekali kisah tak masuk akal disaksikan banyak orang tentang Ra Lilur. Suatu ketika ia bersama banyak orang masuk hutan. Kala itu bulan puasa. Begitu tiba di dalam hutan ternyata adzan maghrib bergema. Orang-orang bingung. Sebab tak ada makanan sama sekali untuk buat buka. Ra Lilur mengisyaratkan agar tak resah. Benar. Tanpa diduga tiba-tiba terhampar tikar semacam permadani. Yang menakjubkan, di atas tikar itu tersedia berbagai macam makanan. Karuan saja orang-orang itu heran. Meski demikian mereka tetap saja lahap berbuka puasa.
Peristiwa aneh lain terjadi pada seorang dokter dari Malaysia. Dokter ini sengaja datang untuk menemui cicit Syaikhona Kholil tersebut. Tak jelas, dari mana dokter itu kenal nama Ra Lilur.
Dokter itu bersama seseorang yang bertindak sebagai pengantar. Dokter itu kemudian diajak Ra Lilur masuk ke dalam bilik rumahnya. Di situ terjadi pembicaraan cukup lama, sekitar satu jam. Sehingga pengantar dokter itu mengaku capek menunggu di luar.
Apa yang dibicarakan? Menurut pengakuan sang dokter, Ra Lilur ternyata menguasai ilmu kedokteran secara luar biasa. Semua ilmu kedokteran dia pahami. “Saya belajar puluhan tahun, tidak seperti ilmu yang dimiliki beliau,” kata sang dokter.
Yang membuat si dokter kaget, Ra Lilur memberikan sebuah foto berukuran poscard dengan pakaian putih lengkap dengan stetoskop tergantung di leher. Sang dokter heran menerima foto Ra Lilur. “Kalau dipikir, kapan beliau berpose seperti itu.”
Keanehan Ra Lilur memang telah banyak yang menyaksikan. Habib Ali Zainal Abidin Bin Anis Al Muchdor mengaku pernah menyaksikan keajaiban Ra Lilur. Kepada Yudi Eko Purnomo, wartawan HARIAN BANGSA di Mojokerto, Habib ini bercerita banyak tentang Ra Lilur. Habib kelahiran Jember 33 tahun lalu itu berkisah tentang Ra Lilur di kediamannya di kawasan Jalan Empunala Mojokerto.
Tiga tahun lalu, tutut Habib, dirinya bersama istrinya, MN Hidayah, melanglang buana. Ia penasaran ingin bertemu Ra Lilur. Ketika sampai di kediaman kiai nyentrik itu ia diterima ajudan Ra Lilur. Ia mengutarakan maksud kedatangannya. Namun Ra Lilur tak langsung menerima begitu saja. “Kiai tidak bisa menemuinya sekarang,” tolak sang ajudan.
Ra Lilur, pada waktu itu memang banyak menerima tamu-tamu ulama dan masyarakat di rumahnya. Habib semakin penasaran. Karena itu si Habib tak langsung pergi meninggalkan rumah itu. Sambil merenung, ia bersikeras bagaimana caranya bertemu. Ia kemudian pergi ke sebelah samping rumah tersebut. Saat berjalan di bawah rimbun bambu, ia teringat pesan salah satu gurunya. “Saya kemudian mengamalkan perintah. Waktu itu saya segera membaca Al-Fatihah, saya tujukan kepada Nabi Muhammad SAW, para wali, dan Syaikhona Kholil Bangkalan. Bacaan saya tutup dengan permintaan saya, kalau kamu -Ra Lilur- memang cucu Kiai Kholil, keluarlah,” tutur Habib.
Masyaallah. Tak disangka, seketika itu juga pundak Habib ada yang menepuk. Karuan saja Habib terkejut. Lebih terkejut lagi Habib menoleh. Ternyata yang menepuk itu Ra Lilur.
“Saya terkejut bukan main, usai membaca Al-Fatihah, mendadak pundak saya ditepuk Ra Lilur, yang sudah berdiri tepat dibelakang saya,” kenangnya.
Habib semakin tak percaya ketika tiba-tiba Ra Lilur berkata, “Sudah lama kita tak bertemu. Kamu yang saya tunggu beberapa hari ini.” Padahal Habib Ali merasa tak pernah bertemu dengan Ra Lilur.
Setelah itu Ra Lilur mengajak Habib duduk di atas gubug di tengah sawah.
Saat itu mereka ditemani salah satu ajudan Ra Lilur. Namun tiba-tiba keanehan muncul lagi.
Karena mendadak diantara Ra Lilur dan Habib tersedia susu. Padahal tak ada pelayan yang mengantarkan. Ajudan yang tadi menemani juga tak beranjak pergi.
“Silakan susunya diminum,” kata Ra Lilur seolah tak terjadi apa-apa.
Lalu apa saja keanehan Ra Lilur yang lain? Berikut laporan Taufiqurrahman, wartawan HARIAN BANGSA di Bangkalan Madura.
Sampai kini Ra Lilur kabarnya masih sering terlihat berendam di air. Tak jelas, apakah ini suatu bagian dari tirakat, atau memang digerakkan begitu saja oleh Tuhan. Yang pasti, kebiasaan Ra Lilur berendam di tengah laut ini tergolong tirakat tingkat tinggi. Siapa sih yang mau kedinginan di tengah laut. Apalagi pada malam hari. Belum lagi gangguan-gangguan hewan baik kecil maupun yang buas. Karena itu tirakat jenis ini hanya bisa dilakukan makhluk Allah yang memiliki kemampuan fisik dan jiwa luar biasa.
Namun bagi Ra Lilur itu tampaknya sangat sepele. Maklum, ia telah mencapai tingkat gila Tuhan. Nah, kegilaannya terhadap Allah itulah yang menyebabkan ia kebal dan tak merasakan apa-apa, terutama dari segi fisik. Yang bergelora dalam jasad dan jiwanya hanyalah Allah, Allah, Allah… Ia memang benar-benar telah gila Tuhan.
Cukup banyak orang yang menyaksikan Ra Lilur berendam di tengah laut, meski ia sendiri tak pernah menghiraukan sorotan masyarakat.
Bahkan suatu ketika pernah terjadi peristiwa menarik yang dialami para nelayan ikan. Kala itu seorang nelayan di Kecamatan Sepulu sontak kaget. Karena jaring yang ia tebar di tengah laut tiba-tiba terasa berat ketika diangkat. Dengan harap-harap cemas ia menarik jaringnya. Dalam pikirannya, ini pasti ikan besar. Namun betapa ia tertegun begitu jaring itu berhasil diangkat ke atas. Masyaallah, ternyata bukan ikan, melainkan tubuh manusia. Yang lebih mengagetkan lagi, ternyata tubuh itu adalah tubuh Ra Lilur yang sedang membujur. Kontan nelayan itu menceburkan kembali tubuh Ra Lilur ke laut.
Si nelayan terus tertegun. Ia tak habis pikir. Bagaimana mungkin tubuh manusia berendam dalam air sekian lama, apalagi itu jelas tubuh Ra Lilur. Sejenak ia sempat menduga, jangan-jangan Ra Lilur telah meninggal karena tenggelam di laut. Tapi dugaan nelayan itu meleset. Karena Ra Lilur sehat wal-afiat, tubuhnya tetap segar bugar sampai kini.
Menyaksikan kenyataan itu si nelayan semakin percaya betapa Ra Lilur itu waliyullah (kekasih Allah). Apalagi, sejak peristiwa itu hasil tangkapan nelayan tersebut langsung melimpah. Bahkan, setiap kali turun melaut, hasil tangkapannya lebih banyak daripada nelayan lainnya. Ia pun yakin bahwa dirinya telah mendapat barakah. Yakni terus bertambahnya kebaikan. Bukankah sebagian orang menyebut barakah sebagai zidayatul khoir (semakin bertambahnya kebaikan)?
Dalam terminologi ilmu sufi ada empat jenis keistimewaan yang diberikan kepada manusia. Pertama, mukjizat. Mukjizat ini hanya diberikan kepada para Nabi. Seperti kita pahami, bentuk mukjizat bermacam-macam. Umumnya tak masuk akal. Misalnya, dari jari Nabi Muhammad tiba-tiba bisa memancar air dan sebagainya.
Kedua, karamah. Karamah ini diberikan kepada manusia istimewa di bawah Nabi. Jadi diberikan kepada orang tertentu yang memang disayang Tuhan. Karena itu mereka disebut wali (kekasih Allah). Wali sebenarnya tak bisa dideteksi. Bahkan dalam ajaran sufi disebutkan bahwa tak ada yang bisa mengetahui wali kecuali sesama wali. Karena itu kalau tiba-tiba ada orang mengaku wali patut diragukan.
Ketiga, mau’nah. Yaitu keistimewaan untuk orang biasa. Jadi orang biasa, tapi punya keistimewaan tertentu. Misalnya, bisa terbang atau sejenisnya.
Keempat, istidraj. Keistimewaan ini diberikan kepada orang-orang yang menentang Allah. Jadi orang-orang yang sesat pun oleh Allah diberi keistimewaan. Hanya saja keistimewaan itu hakikatnya sekedar untuk memanjakan mereka (me-lulu-bahasa Jawa). Karena kelak di akhirat ia akan disiksa habis-habisan.
Lalu bagaimana dengan Ra Lilur? Wallahu a’lam. Tapi kalau dilihat dari keluarbiasaan kehidupan sehari-harinya ia memang telah memasuki proses wali. Atau paling tidak, ia masuk dalam kategori jadab, yakni orang gila Allah yang masuk tahapan menuju proses wali.
Buktinya, ia sudah tak peduli masalah duniawi. Ia total kepada Allah melalui proses spiritual kontroversial. Diantaranya berendam di air laut siang malam. Maka mudah dipahami jika ia memiliki mukasafah (kemampuan meneropong masalah yang akan terjadi) cukup tinggi. Bahkan untuk melihat peristiwa yang akan terjadi pada masa datang seolah melihat di balik tirai saja.
Isyarat-isyarat Ra Lilur memang banyak yang terjadi. Lalu bagaimana tentang kondisi negara ini? Ternyata ketika ditanya tentang kondisi negara Ra Lilur serta merta menangis.”Beliau mengajak berdo’a. Dalam do’anya, beliau menangis prihatin,” tutur Ali Zainal Abidin Bin Anis, seorang kiai dari Jember.
Seperti diberitakan HARIAN BANGSA sebelumnya, Habib ini pernah datang ke Ra Lilur, namun tak ditemui langsung. Ra Lilur baru keluar menemui setelah Habib mengirimkan surat Al-Fatihah kepada Nabi Muhammad, para wali dan Syaikhona Kholil Bangkalan, buyut Ra Lilur.
Menurut Habib, Ra Lilur menyatakan bahwa dalam kondisi multikrisis ini banyak wali menyembunyikan diri. Meski begitu, ia dengan memakai bahasa Arab sempat mengungkapkan kebanggaannya karena di Indonesia masih banyak orang bermunajat, ingat Allah.
Kemudian Ra Lilur -dengan bahasa Madura- mengajak Habib makan.
Ra Lilur segera beranjak meninggalkan gubug, tempat mereka duduk di tengah sawah. Ra Lilur tampaknya menyiapkan makanan sendiri. Tentu saja Habib penasaran. Masak seorang kiai terhormat mau menyiapkan makanan sendiri. Habib penasaran. Karena itu ia mengendap-ngendap berusaha mengintip apa yang diperbuat Ra Lilur. Ia terus membuntuti tuan rumah tersebut. Ra Lilur ternyata terus berjalan menuju sebuah gubug mirip kandang.
Anehnya, hanya dalam sekejap ia sudah keluar membawakan masakan ala Timur Tengah. Yaitu sedandang nasi kebuli. Ini luar biasa, pikir Habib. “Bayangkan, sekian banyak porsi makanan disiapkannya dalam tempo sekian menit,” katanya. Namun Habib mengaku tak nafsu makan. Ia lebih banyak terpaku heran. “Ya, saya terlalu banyak disuguhi kejadian tak masuk akal,” kata Habib kepada Yudi Eko Purnomo, wartawan HARIAN BANGSA di Mojokerto.
Apalagi sebelumnya juga terjadi peristiwa aneh. Ketika itu Habib sedang berbincang-bincang dengan Ra Lilur. Nah, pada saat asyik ngobrol itu rokok si Habib habis. Anehnya, ketika itu juga tiba-tiba tangan Ra Lilur memegang rokok kesukaan Habib. Di tangan Ra Lilur ada sebungkus rokok. Lebih aneh lagi, rokok itu baru dibuat dua hari sebelumnya. Itu tampak dari nomer register rokok tersebut.
“Saya tiap kali beli rokok, memang selalu melihat nomer register, kapan rokok itu dibuat.” kata Habib.
Perilaku aneh Ra Lilur tidak hanya terjadi pada persoalan-persoalan negara, tapi juga berkaitan dengan orang kampung. Suatu ketika seorang penduduk di desa terpencil kehilangan sapi. Ia sedih karena sapi itu merupakan satu-satunya harta yang paling berharga bagi keluarganya.
Karena ingin sapinya kembali, dia sowan ke kediaman Ra Lilur. Maksudnya untuk minta barokah agar sapinya bisa kembali lagi. Kebetulan waktu itu Ra Lilur sedang berada di rumah. Ia langsung ditemui oleh kiai nyentrik itu. Padahal, tamu yang hendak sowan ke Ra Lilur, biasanya baru bisa ketemu minimal setelah tiga kali sowan. Tapi, kali ini aneh. Ra Lilur malah dengan senang hati membantu orang yang malang itu. Lalu apa yang dilakukan Ra Lilur ketika diminta barokah agar sapi orang itu kembali lagi? Lagi-lagi Ra Lilur bertindak tak masuk akal.
Warga yang kehilangan seekor sapi itu diberi pil mencret atau murus. Tentu saja orang itu bingung dan dongkol. “Orang kehilangan sapi kok diberi obat murus. Ini sungguh tak masuk akal,” kata orang yang kehilangan sapi itu tak habis pikir. Namun sebelum pulang pil itu tetap diminum sesuai petunjuk Ra Lilur. Meski demikian ia tetap saja pikirannya tak bisa menerima.
Ia kemudian pulang. Di tengah perjalanan menuju rumahnya, tiba-tiba perutnya mules. Tanpa pikir panjang ia lantas pergi ke sungai untuk membuang hajat. Ajaib, ternyata setelah buang hajat, dia melihat beberapa ekor sapi ditambatkan di semak-semak di sekitar sungai itu. Ketika diperiksa, salah satu sapi yang ditambatkan itu adalah miliknya. Ia girang bukan main. Namun di balik kegirangan itu ia juga merasa berdosa. Ia gelo karena hatinya sempat dongkol pada Ra Lilur ketika diberi obat murus.
Keajaiban Ra Lilur memang sering dalam bentuk perilaku tak masuk akal. Ini mirip peristiwa-peristiwa Nabi Khidlir ketika melakukan perjalanan bersama Nabi Musa. Tiba-tiba Nabi Khidlir mencekik seseorang anak yang sedang main. Karuan saja Nabi Musa kaget. Ia menegur Nabi Khidlir. Namun Nabi Khidlir mengingatkan bahwa sejak awal Nabi Musa memang tak akan kuat melakukan perjalanan bersama Nabi yang suka tinggal di kawasan berair itu. Nabi Musa pun diam.
Mereka kemudian kembali melakukan perjalanan. Sampai di tengah jalan mereka haus.
Mereka kemudian minta air ke orang kampung untuk menghilangkan rasa hausnya itu. Tapi orang-orang di kampung tersebut tak satu pun yang mau memberi air. Anehnya, Nabi Khidlir ketika menyaksikan bangunan tua di kampung itu tiba-tiba memperbaikinya. Nabi Musa heran, kenapa Nabi Khidlir mau memperbaiki bangunan di kampung itu, padahal masyarakatnya sangat pelit, minta air saja tak mau mengasih.
Karena itu ia menegur lagi. “Iya, kan kamu tak akan kuat melakukan perjalanan bersama saya,” kata Nabi Khidlir lagi mengingatkan Nabi Musa.
Setelah sampai di suatu tempat Nabi Khidlir menjelaskan tentang perilaku anehnya itu.”Saya bunuh anak itu karena nanti kalau sudah besar ia akan menjadi orang jahat, durhaka pada Allah,” kata Nabi Khidlir.
Lalu kenapa mau memperbaiki gedung di masyarakat yang pelit? “Karena di bawah bangunan itu ada harta anak yatim yang kelak bisa diambil. Karena itu gedungnya harus tetap terawat,” katanya.
Habib Ali Zainal Abidin termasuk orang yang banyak menyaksikan peristiwa ajaib tentang Ra Lilur. Maklum, ia ketika bertamu sempat tak ditemui oleh Ra Lilur. Namun begitu baca fatihah Ra Lilur langsung muncul. Ra Lilur yang cicit ulama terkenal Syaikhona Kholil itu serta merta mengajak Habib berbincang akrab. Namun justru karena banyak peristiwa ajaib itulah selera makan Habib langsung hilang.
Karena itu ketika Ra Lilur menyuguhkan makanan ia menolak. “Saya masih kenyang kiai,” kata Habib kepada Yudi Eko Purnomo, wartawan HARIAN BANGSA di Mojokerto. Ra Lilur tak tersinggung. Ia malah tersenyum.
Habib merasa kenyang karena selain sudah banyak disuguhi keajaiban-keajaiban juga proses makanan yang dikeluarkan itu tak wajar. Ra Lilur hanya sebentar masuk dapur. Namun tiba-tiba nasi kebuli, masakan khas Timur Tengah itu, sudah siap santap. Karena itu hati Habib curiga, jangan-jangan makanan itu berasal dari khadam sejenis jin. Namun belum selesai Habib menuntaskan kecurigaannya itu tiba-tiba Ra Lilur berkata, “Ini dari Allah.” Karuan saja Habib kaget. Ia malu sehingga wajahnya merah.
Habib semakin penasaran ketika Ra Lilur menyinggung istrinya, Ny MN Hidayah.”Disela-sela obrolan selama empat jam tersebut Ra Lilur menanyakan keadaan istri saya selama ditinggal merantau. Ia tahu, selama ini istri saya selalu tinggal sendiri di rumah, meski dia bekerja di PT Askes Kota Mojokerto,” tutur Habib semakin terbata-bata.
Yang membuat Habib semakin heran ketika Ra Lilur menyebut alamat rumahnya secara lengkap baik di Pamekasan maupun di Jember. “Padahal, sekali lagi, beliau sama sekali tidak pernah tahu saya, apalagi alamat saya. Itu membuat saya heran,” katanya.
Kemampuan menebak gerak hati lawan bicara itu memang sering ditunjukkan para wali. KH. Abdul Hamid Pasuruan, misalnya, kerap menunjukkan peristiwa aneh seperti itu. Semasa hidup kiai ini pernah kedatangan KH. Yusuf Hasyim (Pak Ud), putera pendiri NU Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Saat itu Pak Ud -yang sehari-harinya aktif sebagai pengasuh pesantren Tebuireng Jombang itu- bersama tokoh NU KH. Munasir. Begitu Pak Ud datang Kiai Hamid langsung menyongsong. Kiai Hamid bahkan sempat merangkul Pak Ud. Akibatnya, Kiai Munasir seolah terabaikan. Nah, saat itulah dalam hati Kiai Munasir secara tak sengaja menggerutu. “Ya, wajar kalau Pak Ud diperlakukan (dihormati, red) seperti itu. Sebab Pak Ud putera macan (Kiai Hasyim Asy’ari, red). Jadi macan ketemu macan,” kata Kiai Munasir dalam hati.
Ternyata tanpa diduga Kiai Hamid langsung berbalik ke arah Kiai Munasir. “Jangan begitu. Manusia itu sama saja. Ayo,” kata Kiai Hamid sembari merangkul Kiai Munasir. Karuan saja Kiai Munasir terkejut. Ia tak menyangka gerundelan dalam hatinya diketahui oleh Kiai Munasir.
Menurut Habib, Ra Lilur sering menunjukkan firasat-firasat aneh sehingga orang tak habis pikir. Misalnya menangis. Habib menuturkan, jika Ra Lilur menangis, berarti ada kaumauliya (wali) wafat. Ra Lilur menangis karena jika wali meninggal berarti syiar Islam berkurang. Selain itu dunia kehilangan ‘pahlawan’ penyebar agama.
, terutama penam