Kamis, 24 Maret 2016

KETELADANAN KYAI HAMID ( MBAH HAMID ) DALAM MEMBIMBING ISTRINYA


============================
Diceritakan bahwasannya KH. Abdul hamid ketika menikahi istrinya ( Nyai Nafisah ) waktu itu umur istrinya sekitar 15 tahun ,dimana usia itu masih tergolong usia muda belia, sehingga Nyai Nafisah ketika dinikah oleh Yai hamid, sang istri ini “ tidak patut “ ( Istilah jawanya ) yaitu tidak mau kumpul bersama Yai Hamid, dan hal ini terjadi tidak 1 / 2 hari saja, bahkan hal ini terjadi sampai sekitar 2 tahun,akan tetapi Yai Hamid tetap bersabar dan tabah dalam menghadapi istrinya yang masih muda ini.
Didalam rumah tangga Beliau senantiasa selalu mengedepankan dan memperhatikan pasangannya, bukan menjadikan istri sebagai wahana kesengannya sendiri,sehingga tidak ada istilah “ Menang sendiri “ bahkan beliau lebih sering mengalah, seumpama jika ada masalah,sedangkan ibu nyai marah terhadap beliau, maka beliau ( Kyai Hamid ) hanya diam dan mendengarkan saja, bukan malah membantah apa yang diucapkan oleh istrinya, karena kalau saja dijawab mungkin suasana akan menjadi tambah ramai.
Adakalanya Kyai hamid menghindar , yakni bila kemarahan sang istri tak kunjung padam, beliau mengungsi kekamar disebelah Musholla ( kamar yang khusus untuk beliau ). Kadang adik iparnya disuruh menjenguk istrinya dan disuruh melihat suasananya apakah kemarahan nyai Nafisah sudah selesai apa masih berlanjut, dan beliau akan pulang jika sudah tidak marah, dan akan tetap tinggal dikamar itu kalaupun belum reda.
Kyai Hamid juga tidak pernah bermanja-manja terhadap istrinya , tidak banyak menuntut akan tetapi lebih banyak mengerjakannya sendiri, dan bahkan beliau juga sangat telaten didalam membimbing istrinya yang ketika dinikah masih dalam usia muda,yang otomatis dari segi keilmuan belum seberapa dibanding dengan beliau.maka dibelikannya sang istri tersebut kitab-kitab terjemahan dan diajari sendiri oleh beliau. Didalam mengajar istrinya beliau tidak menjadwal secara khusus, akan tetapi beliau mengajarinya ketika waktu-waktu kosong dan waktu moodnya sang istri, sehingga sang istri tidak merasa berat dan terbebani.
Dari hasil didikan beliau inilah maka sang istripun mampu menjadi seorang ibu nyai yang handal dan pemimpin pesantren putri yang disegani , dan konon ketika hendak mengajar, maka tak jarang pula Bu Nyai ini ( istilahnya, Kulakan dulu ke Suaminya, yakni KH. Hamid ) bertanya mana yang kurang dimengerti, baru berangkat mengajar.
Hal inilah yang menjadikan mereka berdua menjadi pasangan yang serasi, klop dan saling mengisi, meskipun pembawaan mereka berdua sangat berbeda, yang satu polos dan yang satu suka berkata langsung ( alias mudah memarahin jika pasangannya kurang tepat ).
Dengan kesabaran dan ketelatenanlah Yai Hamid mampu membimbing istrinya untuk menjadi wanita yang bisa diajak berjuang mengembangkan pondok pesantrennya. Bisa kita bayangkan jika kyai Hamid tidak mau mengalah dan bersabar terhadap sifat istrinya, mungkin bisa jadi sang istri tidak akan mampu menjadi seorang pemimpin pesantren putri dan tak akan mampu mengarungi bahtera rumah tangganya dengan sempurna.
Semoga kita mampu meniru akhlak mulia KH. Abdul Hamid didalam hal apapun, lebih-lebih dalam menghadapi pasangan hidup kita, sehingga Rumah tangga kita akan terasa saling mengisi, saling mengerti dan saling mengedepankan akan keharmonisan rumah tangga.
Alfatihah Ilaa KH. Hamid Pasuruan semoga Alloh meratakan rohmatNya kepadanya,meninggikan derajatnya, menempatkan beliau bersama baginda Rosululloh shollallohu alaihi wa aalihi wasallam,dan bersama para syuhada',sholihin, dan semoga kita mendapat keberkahannya,rahasia-rahasianya,serta cahaya-cahaya ilmunya,didalam agama,dunia dan akhirat, bisirril faatihah.
_________________________________
Oleh : Habib Fahmi Bin Yahya Yahya

0 komentar:

Posting Komentar