Alkisah, suatu ketika seorang ulama sepuh jatuh sakit. KH. Ahmad Sayuthi namanya, tinggal di komplek Pesantren Babul Ulum Lebak Setran Pandeglang Banten. Seluruh keluarga Mama Sayuthi, begitu beliau akrab disapa, merasa cemas.
Dalam keadaan lemah, Mama Sayuthi memanggil salah seorang santri. Beliau menyuruhnya menemui seorang dedengkot preman di kampung itu. "Kalau sudah ketemu bagaimana, Ma?" ujar si santri penuh tanya. "Tolong," sahut Mama Sayuthi, "Sampaikan salam dari saya. Minta padanya bacakan Fatihah di segelas air untuk obat sakit saya." Tak pelak semua orang yang mendengar perintah ini tereran-heran. Santri itu pun bergegas pergi melaksanakan titah gurunya. Di satu tempat, dedengkot preman berhasil ditemuinya. Dengan terbata, si santri sampaikan maksud kedatangannya. "Mau apa kau?" tanya preman, sangar. "Saya kesini mau menyampaikan salam," sahutnya. "Dari siapa?" "Mama Sayuthi." Kaget si preman! "Beliau sedang sakit," lanjut santri itu, "Beliau minta agar Anda berkenan membacakan Fatihah di air ini sebagai obat untuk beliau." Preman itu pun gemetar bukan main, tubuhnya lemas, matanya mengembun dan mulai menangis tersedu. Tanpa banyak cakap, preman itu segera bangkit dan pergi ke pesantren untuk menemui Mama Sayuthi.
Di sana, ia bersimpuh di hadapan sang kiai. Namun ulama sepuh itu tetap minta si preman mendoakannya. Air itu pun diminum, dan dengan izin Allah sembuhlah Mama Sayuthi dari sakitnya. Lalu bagaimana nasib preman itu? Ia banting setir, kemudian menjadi santri yang taat.
_________
*Dikisahkan oleh Amy https://www.facebook.com/toko.a.ok dengan redaksi Santrijagad.