Senin, 22 Juli 2019

MESKI TERTUNDA, KEIKHLASAN IMAM HADDAD RA KINI TERBAYAR LUNAS.

KH. Zuhri Zaini (Pengasuh Ponpes Nurul Jadid)

Di jalanan sepi Desa Hawi - + 400 tahun yang lalu sekelompok Musafir bertanya kepada para penduduk desa, "Dimanakah rumah Abdullah Al-Haddad?" Para penduduk desa menjawab, "Apakah yang kalian maksud Abdullah si Buta?". Sebagaimana kaum Quraisy yang hanya mengenal Nabi Muhammad sebagai si Yatim.

AL-Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad adalah seorang ulama besar dengan mata rantai keilmuan yang bersambung pada guru-guru beliau sampai Nabi Muhammad saw. Bahkan, bukan hanya sanad ilmu, sanad nasab beliau juga bersambung kepada Nabi Muhammad saw.  Di usia 4 tahun, beliau mengalami sakit yang menyebabkan kehilangan penglihatannya. Namun, Allah menggantikan untuknya mata hati yang terang benderang.

Salah satu Guru beliau adalah Al-Imam Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas (Penyusun Ratib Al-Atthos). Ketika itu, banyak santri yang berebut untuk berguru kepada Habib Umar. Namun, yang disambut oleh Al-Habib Umar adalah Habib Abdullah Al-Haddad kecil. Beliau berbeda dengan yang lain di hadapan Sang Guru. Saat yang lain sibuk mencari, ia malah dicari. Saat yang lain sibuk mencintai, ia malah telah dicintai. Sungguh kedudukan yang luar biasa.

Hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Beliau mendapatkan kemuliaan ini tidak dengan cuma-cuma, melainkan dengan mujahadah yang sangat berat. Diceritakan, di awal mencari ilmu, setelah shalat subuh, beliau bertadarrus Alqur'an. Kemudian, berkelilinglah ia ke masjid-masjid kota Tarim untuk melakukan shalat sunnah sampai sekitar 200 roka'at. Tak lupa, beliau juga mengisi bak-bak air di kamar mandi masjid supaya orang yang akan berwudlu tidak perlu mengambil air lagi dari sumur. Beliau bukan melakukannya sekali, tetapi setiap hari.

Sampai nenek beliau yang bernama asy-Syarifah Salma binti al-Habib Umar bin Ahmad al-Manfar Ba’alawi berkata: ‘Wahai anakku, kasihanilah dirimu". Beliau selalu menyembunyikan berbagai cobaan yang dideritanya, sampai di akhir usianya. Dalam masalah ini beliau berkata kepada seorang kawan dekatnya,:“Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan hingga kini masih belum meninggalkan aku, meskipun demikian tidak seorang pun yang mengetahui penyakitku ini, sampai pun keluargaku sendiri.”

Beliau selalu berdoa kepada Allah, "Ya Allah, berilah kepadaku kedudukan Al-Habib Abdullah bin Abi Bakar Alaydrus Al-Akbar, Sampai akhirnya, Allah berikan kepadanya futuhal 'arifin (keterbukaan para arif billah. Saat sudah menjadi seorang ulama, beliau tidak memiliki banyak murid seperti yang lainnya. Beliau juga tak begitu dikenal di masanya. Tetapi, berkat keikhlasan dan kesungguhannya kepada Allah, tersebarlah nama dan ilmu beliau melalui 2 orang murid terbaiknya, Al-Habib Ahmad bin Zein (Pengarang kitab Risalatul Jami'ah, Syarah 'Ainiyyah) dan Al-Habib Muhammad bin Abdurrahman Al-Jufri.

Tidak ada Wali Allah yang meninggalkan dunia tanpa mewariskan sesuatu yang bermanfaat bagi ummat. Begitu pula Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad yang telah meninggalkan sebuah senjata dan perisai ampuh untuk melawan gangguan jin dan manusia yang diberi nama *Ratibul Haddad, Wiridul Lathif, Hizib Nashr*.

Kini, siapa yang tak rindu bersimpuh menziarahi makamnya? Kini, siapa yang tak mengenal namanya? Kitab-kitab beliau menyebar seantero negeri menemani hari-hari para santri. Mutiara hikmah beliau menghapus kegersangan hati penduduk bumi. Silsilah kitabnya dijadikan manhaj taklim universitas seluruh negeri. Diwannya pun menjadi rujukan setiap orang yang entah tak tau kemana harus melangkah.

Thoriqah Haddadiyah dinisbatkan padanya, seorang pemimpin para wali yaitu Al-Hujjatul Islam Al-Imam Al-Mujaddid Quthbul Aqthab Wal-Irsyad, Al-Gautsil Ibad Wal-Bilad, Al-'Alim Al-'Allamah Ad-Da'i Ilallah Al-'Arifbillah Shohibud-Dark Habib Abdullah Bin Alwi Al-Haddad RA.

Imam Haddad RA menjadi pemimpin para wali (Al-Quthb Al-Aqthab Al-Gauts) lebih dari 60 Tahun. Beliau menerima libas atau pakaian kewalian dari al-’Arif Billah al-Habib Muhammad bin Alawi (Shahib Makkah). Beliau menerima libas tersebut tepat ketika al-Habib Muhammad bin Alawi wafat di kota Makkah pada tahun 1070 H. Pada waktu itu, usia Imam Haddad RA 26 Tahun. Kedudukan Wali Quthb itu beliau sandang hingga beliau wafat tahun 1132 H.

Imam Haddad berguru & memperoleh mandat (ijazah) Thariqah dari Sayyid Muhammad bin Alwi Makkah dari Imam Abdullah bin Ali dari Sayyid Abdullah al-Idrus dari Sayyid Umar bin Abdullah al-Idrus dari ayahnya Abdullah al-Idrus dari ayahnya Alwi & Alwi dari saudaranya Abu Bakar al-Idrus dari ayahnya al-Idrus al-Kabir dari Syaikh Ali dari putranya Syaikh Abi Bakar as-Sakran & juga dari pamannya yaitu Syaikh Umar al-Mukhdhar dari ayah mereka Imam Abdurrahman as-Segaf dari ayahnya Syaikh Maula ad-Dawilah dari ayahnya Syaikh Ali dan pamannya Syaikh Abdullah bin Syaikh Alawi dari ayahnya Syaikh al-Faqih al-Muqaddam dari ayahnya Syaikh Alawi bin al-Faqih dari kakeknya dan terus ke Sayyidina Ali bin Abi Thalib. (Ghayah al-Qashd wa al-Murad, juz 1, halaman: 219).

Suatu hari Imam Haddad RA berkata :
”Dahulu orang menuntut ilmu dari semua orang, kini semua orang menuntut ilmu dariku “.

Beliau adalah seorang Mujaddid (pembaharu) abad ke-11 dengan keilmuan setara dengan Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hambal. Salah satu dari kalam beliau adalah:

من تبع السلف اسلم، ومن تبع الخلف والله أعلم _

"Barangsiapa mengikuti ulama terdahulu, maka ia akan selamat. Dan barangsiapa mengikuti ulama masa kini, wallahu a'lam."_

📚 Dikutip dari kajian kitab Risalah Muawanah bersama Habib Mustafa Khird dan berbagai sumber.

Wallahu'alam Bis-Showab

اَلصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَ رَحْمَةُ لٰلهِّ وَ بَرَكَاتُهُ ٬ اَلسَّلَامُ عَلَيْنَا وَ عَلٰى عِبَادِ لٰلهِّ الصَّالِحِيْنَ

0 komentar:

Posting Komentar