Oleh:
ABDUL HAMID
ALY
NPM. 215.02.073.059
Dosen Pengampu:
Dr. H. Rulam Ahmadi, M. Pd
UNIVERSITAS
ISLAM MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
Januari 2016
EKSISTENSI MANUSIA
A. Pengertian Manusia
•
Manusia : Mahluk
yang pandai bertanya, bahkan mempertanyakan dirinya, keberadaannya dan dunia
seluruhnya
•
Istilah lain
manusia: Homo sapiens, homo faber, homo economicus & homo religiosus
(animal rationale, animal symbolicum dan animal educandum)
•
Manusia menurut pola
Pemikiran
•
Biologis
–
manusia dan kemampuan kreatifnya dikaji dari
struktur fisiologisnya. Meskipun ada kesamaan dengan binatang, tapi ada yang
khas dari aktivitasnya yaitu bahasa, posisi vertikal tubuhnya, dan ritme
pertumbuhannya.
•
Psikologis
–
Menurut aliran
psikoanalisa, manusia pada dasarnya digerakkan dari dorongan dari dalam yang
bersifat instrinsik
–
Menurut Aliran
Humanistik: menentang aliran psikoanalisa, manusia itu rasional, tersosialisasi
dan dapat menentukkan nasibnya sendiri
–
Behavioristik,
manusia merupakan mahluk reaktif yang tingkahlakunya dikontrol oleh faktor luar
–
Lanjutan pola
pemikiran
•
Pemikiran
sosio-budaya
–
Kodrat manusia tidak
hanya mengenal satu bentuk yang uniform melainkan berbagai bentuk (animal
symbolicum, zoon politicon)
•
Pemikiran Religius
–
Tipe manusia yang
hidup dalam suatu alam yang sakral, penuh dengan nilai-nilai religius dan dapat
menikmati sakralitas yang ada.
•
Wujud Sifat Hakekat
Manusia
•
Kemampuan menyadari
diri, manusia berbeda dengan mahluk lain.
•
Kemampuan
bereksistensi, manusia mampu menembus dan mengatasi batas yang membelenggu
dirinya.
•
Kata hati, kemampuan
membuat keputusan tentang yang baik dan buruk bagi manusia sebagai manusia.
•
Tanggungjawab,
kesediaan menanggung akibat dari perbuatan yang menuntut jawab.
•
Rasa kebebasan,
perasaan yang dimiliki manusia untuk tidak terikat oleh sesuatu.
•
Kewajiban dan hak
•
Kemampuan menghayati
kebahagiaan
•
Hakekat
Manusia & Kebutuhan akan Pendidikan
•
Pentingnya
hakekat anak sebagai manusia
–
Anak
merupakan salah satu unsur/komponen sistem pendidikan
–
Urusan utama
pendidikan adalah manusia
•
Hakekat anak
sebagai manusia
–
Anak manusia
ketika lahir dibekali bermacam-macam potensi
–
Anak adalah
calon manusia yang dapat tumbuh & berkembang
–
Dalam
mengembangkan dirinya ia membutuhkan lingkungan hidup berkelompok
B. Kebutuhan
Manusia akan Pendidikan
•
Kenapa
manusia membutuhkan pendidikan ?.
–
Anak manusia
lahir dengan bermacam-macam potensi
–
Agar potensi
sebagai modal dasar dapat berkembang maka perlu bantuan, bimbingan, dan
pengarahan dari orang-orang yang bertanggungjawab.
–
Pendidikan
bertujuan membantu mengembangkan potensi kearah yang lebih baik.
–
Pendidikan
tidak hanya berarti penyampaian pengetahuan tetapi merekomendasikan nilai-nilai
–
Manusia tidak
akan menjadi manusia kalau tidak dibesarkan dalam lingkungan manusia
C. Dimensi-dimensi
Kemanusiaan
Manusia sebagai individu
a.
Tidak ada
orang yang dilahirkan yang sama persis
b.
Setiap orang
ingin mengaktualisasikan dirinya.
c.
Setiap orang
bertanggungjawab atas dirinya, pikiran, perasaan, pilihan dan perilakunya.
Manusia sebagai mahluk sosial
d.
Anak
menemukan akunya, membedakan antara akunya dan aku-aku lain yang ada
disekitarnya.
Manusia sebagai Mahluk Beragama
e.
Sejak dulu
manusia percaya ada kekuatan di luar dirinya di luar alam ini.
f.
Manusia pada
dasarnya Homo Religioso
Manusia sebagai mahluk Susila
MATERI 2
KONSEP PENDIDIKAN
•
Konsep-Konsep
Pendidikan
- Pendidikan sbg suatu proses yaitu kegiatan memperoleh &
menyampaikan pengetahuan ttg kebudayaan
- Pendidikan sbg suatu proses pembinaan sikap mental dgn cara melatih
& mengembangkan kearah nilai & sikap yg diinginkan yakni nilai
sikap kesetiaan & ketaatan
- Pendidikan itu proses pemberian kesempatan & bantuan dlm
pertumbuhan & perkembangan potensi-potensi dlm masing-masing orang yg
scr individual berbeda
- Pendidikan rekontruksi & reorganisasi pengalaman dlm rangka
meningkatkan kemampuan & menentukan arah tujuan pengalaman selanjutnya
- Pendidikan adalah proses dimana seseorang diberi kesempatan
menyesuaikan diri terhadap aspek-aspek kehidupan lingkungan yg berkaitan
dgn kehidupan orang dewasa
MATERI 3
ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN
1. Pendapat-pendapat Aliran Klasik Terhadap Pendidikan
1. Aliran Nativisme
Istilah
Nativisme dari asal kata natives yang artinya terlahir. Nativisme adalah sebuah
doktrin filosofis yang berpangaruh besar terhadap pemikiran psikologis. Tokoh
utama aliran ini adalah Arthur Schopenhauer(1788-1869), seoran filosofis
Jerman. Airan ini identik dengan pesimistisyang memandang segala sesuatu dengan
kaca mata hitam. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah di
tentukan oleh faktor-faktor yang di bawa manusia sejak lahir,pembawaan yang
telah terdapat pada waktu lahir itulah yang menentukan hasil perkembangannya.
Menurut aliran nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat
pembawaan. Dalam ilmu pendidikan pandangan seperti ini di sebut pesimistis
pedagogis.
Pendidikan
yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna
untuk perkembangan anak itu sendiri. Bagi nativisme lingkungan lingkungan
sekitar tidak mempengaruhi perkembangan anak, penganut aliran ini menyatakan
bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat,
sebaliknya kalau anak mempunyai pembawaan baik maka dia akan baik. pembawaan
baik dan buruk ini tidak dapat di ubah dari luar.
2. Aliran Naturalisme
Nature
artinya alam atau yang di bawa sejak lahir. Aliran ini di pelopori oleh seorang
filusuf Prancis JJ. Rousseau(1712-1778). Berbeda dengan nativisme naturalisme
berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik, dan
tidak satupun dengan pembawaan buruk. Bagaimana hasil perkembangannya kemudian
sangant di tentukan oleh pendidkan yang di terimanya atau yang mempengaruhinya.
Jika pengeruh itu baik maka akan baiklah ia akan tetapi jika pengaruh itu
jelek, akan jelek pula hasilnya. seperti dikatakan oleh tokoh aliran ini yaitu
J.J. Rousseausebagai berikut:”semua anak adalah baik pada waktu baru datang
dari sang pencipta, tetapi semua rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu
sebagai pendidik Rousseau mengajukan “pendidikan alam” artinya anak hendaklah
di biarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia atau
masyarakat jangan banyak mencampurinya. Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan
yang di berikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik
itu, aliran ini juga di sebut negativisme.
3. Aliran Empirisme
Kebalikan
dari aliran empirisme dan naturalisme adalah empirisme dengan tokoh utama Jhon
Locke(1632-1704). Nama asli aliran ini adalah the school of british
empirism(aliran empirisme inggris).
Doktrin
aliran empirisme yang sangat mashur adalah tabula rasa, sebuah istilah bahasa
latin yang berarti buku tulis yang kosong atau lembaran kosong. Doktrin tabula
rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan dalam arti
perkembangan manusia semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman
pendidikannya. Sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir di anggap tidak ada
pengaruhnya. Dalam hal ini para penganut empirisme menganggap setiap anak lahir
seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong dan tak punya kemapuan apa-apa.
4. Aliran Konvergensi
Aliran
konvergensi merupakan gabungan dari aliran-aliran di atas, aliran ini
menggabungkan pentingnya hereditas dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang
berpengaruh dalam perkembangan manusia, tidak hanya berpegang pada pembawaan,
tetapi juga kepada faktor yang sama pentingnya yang mempunyai andil lebih besar
dalam menentukan masa depan seseorang.
Aliran
konvergensi mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkemangan manusia itu adalah
tergantung pada dua faktor, yaitu: faktor bakat/pembawaan dan faktor
lingkungan, pengalaman/pendidikan. Inilah yang di sebut teori konvergensi.
(convergentie=penyatuan hasil, kerjasama mencapai satu hasil.
Konvergeren=menuju atau berkumpul pada satu titik pertemuan).
Karena
itu teori W. Stern di sebut teori konvergensi (memusatkan ke satu titik). Jadi
menurut teori konvergensi:
- Pendidikan
mungkin untuk di laksanakan
- Pendidikan
di artikan sebagai pertolongan yang di berikan lingkungan kepada anak
didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya
potensi yang kurang baik.
- Yang
membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Dari
ketiga teori tersebut jelaslah bahwa semua yang berkembang dalam diri suatu
individu di tentukan oleh pembawaan dan juga oleh lingkungannya. Seorang anak
dapat berkata-kata juga di pengaruhi oleh dua faktor, pembawaan dan lingkungan.
Jika salah satu dari kedua faktor itu tidak ada, tidaklah mungkin lepandaian
berkata-kata dapat berkembang.
MATERI 4
PENDEKATAN SISTEM DALAM PENDIDIKAN
- Pendidikan sebagai Sistem
- Pengertian Sistem
- Roger A Kaufman, sistem: jumlah
keseluruhan dari bagian-bagian yang bekerja secara independent dan bekerja
bersama untuk mencapai hasil yang dikehendaki berdasarkan asas kebutuhan.
- Notonagoro, sistem: suatu rangkaian
keseluruhan kebutuhan kesatuan
- Webster’s third New International
Dictionary:
- Suatu kesatuan kompleks yang dibentuk
dari berbagai bagian yang tunduk pada rencana umum atau mengabdi suatu
tujuan umum
- Sekumpulan objek yang bekerjasama dan
interaksi yang teratur atau interdependensi.
Kesimpulan, sistem: suatu
rangkaian keseluruhan kebulatan kesatuan dari komponen-komponen yang saling
berinteraksi atau interdependensi dalam mencapai tujuan
•
Unsur-unsur
sistem
- Ada satu kesatuan organis
- Adanya komponen yang saling membentuk
kesatuan organis
- Adanya hubungan keterkaitan antara
komponen satu dengan yang lain maupun antara komponen dengan keseluruhan
- Adanya gerak atau dinamika
- Adanya tujuan yang ingin dicapai
1.
Komponen-komponen
Upaya Pendidikan
2.
Saling
hubungan antar Komponen
1.
Tujuan
Pendidikan
2.
Peserta Didik
3.
Pendidik
4.
Lingkungan
Pendidikan
5.
Alat
Pendidikan
6.
Metode
Pendidikan
7.
Isi
Pendidikan
3.
Komponen
Pokok dalam Sistem Pendidikan
Masukan
Sumber – Proses Pendidikan – Hasil Pendidikan
4.
Interaksi
sistem pendidikan dan lingkungannya
Masukan Dari Masyarakat – Individu Terdidik – Hasil
Pendidikan Untuk Masyarakat
5.
Tantangan
Sistem Pendidikan
Kemampuan
untuk mengetahui pola-pola perubahan dan kecenderungan yang sedang berjalan
Kemampuan
untuk menyusun gambar tentang dampak yang akan ditimbulkan oleh
kecenderungan-kecenderungan yang sedang berjalan tadi
Kemampuan
untuk menyusun program penyesuaian diri yang akan ditempuhnya dalam jangka
waktu tertentu, misal dalam jangka waktu tertentu
MATERI 5
MASALAH-MASALAH PENDIDIKAN DI
INDONESIA
Fatimatuz
Zahroh Khoirotun Nisa’
Sri Reni
Febrianti
·
Permasalahan Pokok Pendidikan dan Penanggulangannya
Pada dasarnya ada dua masalah pokok
yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitu:
1. Bagaimana semua warga negara dapat
menikmati kesempatan pendidikan.
2. Bagaimana pendidikan dapat membekali
peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam
kancah kehidupan bermasyarakat.
·
Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan
Ada empat masalah pokok pendidikan
yang telah menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan
penanggulangannya. Masalah yang dimakdsud yaitu:
1. Masalah
pemerataan pendidikan.
2.
Masalah mutu pendidikan.
3.
Masalah efisiensi pendidikan.
4.
Masalah relevansi pendidikan.
- Masalah Pemerataan Pendidikan
Pemecahan
Masalah Pemerataan Pendidikan
Cara
konvensional antara lain:
a. Membangun gedung sekolah
seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b. Menggunakan gedung sekolah
untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
Cara
inovatif antara lain:
a. Sistem Pamong (pendidikan oleh
masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts System (Instructional Management
by Parent, Communty and Teacher).
b. SD kecil pada daerah terpencil.
c.
sistem Guru Kunjung dll.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika
hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu
hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen
tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi.
Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
Upaya pemecahan masalah mutu
pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan
perangkat lunak, personalia, dan manjemen sebagai berikut:
a. Seleksi yang lebih rasional
b. Pengembangan kemampuan tenaga
kependidikan melalui studi lanjut,
c.
Penyempurnaan kurikulum dll,
3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Beberapa masalah efisiensi
pendidikan yang penting ialah:
a.
Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan.
b.
Bagaimana prasarana dan sarana pendidkan digunakan
c.
Bagaimana pendidikan diselenggarakan.
d.
Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah Efisiensi dalam Penggunaan
Prasarana dan Sarana
Penggunaan prasarana dan sarana
pendidikan yang tidak efisien bisa terjadi antara lain sebagai akibat kurang
matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan kurikulum.
4.
Masalah
Relevansi Pendidikan
Masalah relevansi pendidikan
mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai
dengan kebutuhan pemabangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan
dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Masalah tersebut dikatakan teratasi
jika pendidikan:
1) Dapat
menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya: Semua warga negara yang
butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
2) Dapat
mencapai hasil yang bermutu, artinya: Perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat
mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah di rumuskan.
·
Saling Berkaitan antara Masalah-Masalah Pendidikan
Ada
dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang
bermutu belun dapat diusahakan pada saat demikian. Pertama, gerakan
perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan pendidikan. Kedua,
kondisi satu-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan
mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidik
yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai,
dan seterusnya.
·
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah
Pendidikan
Faktor-faktor
yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan:
1. Perkembangan Iptek dan Seni
2. Laju pertumbuhan penduduk.
3. Aspirasi Masyaraka.
4. Keterbelakangan budaya dan
sarana Kehidupan.
MATERI 6
TINJAUAN
ANTROPOLOGI
Emi Nurniati
Febri Wulandari
A. Pengertian Antropologi Pendidikan
Antropologi
berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti
"manusia" atau
"orang", dan logos yang berarti "wacana"
(dalam pengertian "bernalar", "berakal"). Antropologi
mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial (wikipedia). Antropologi adalah suatu ilmu yang
memahami sifat-sifat semua jenis manusia secara lebih banyak. Antropologi yang
dahulu dibutuhkan oleh kaum misionaris untuk penyebaran agama Nasrani dan bersamaan
dengan itu berlangsung sistem penjajahan atas negara-negara diluar Eropa, dewasa ini
dibutuhkan bagi kepentingan kemanusiaan yang lebih luas.
Studi
antropologi selain untuk kepentingan pengembangan ilmu itu sendiri, di
negara-negara yang telah membangun sangat diperlukan bagi pembuatan-pembuatan
kebijakan dalam rangka pembangunan dan pengembangan masyarakat. Landasan antropologis pendidikan
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah antropologi yang
dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh : perbedaan kebudayaan
masyarakat di berbagai daerah (misalnya: sistem mata pencaharian, bahasa,
kesenian, dsb).
B. Pengaruh Antropologi Terhadap Lingkungan dan Masyarakat
Perbedaan geografis mencakup
perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh faktor geografis seperti letak daerah,
misalnya: pantai, daerah pegunungan, daerah tropis, daerah sub tropis, daerah
subur, daerah tandus, dan sebagainya.
Sebagai
contoh, pengaruh daerah sub tropis terhadap pola kerja manusia akan berbeda
dengan daerah tropis. Pada daerah sub tropis ada musim dimana manusia
kurang/tidak dapat bekerja secara penuh, terutama pada musim dingin, sehingga
keadaan ini memaksa manusia daerah sub tropis untuk mempersiapkan cadangan
makanan untuk musim dingin. Demikian pula masyarakat di daerah gersang akan
terpaksa bekerja lebih keras untuk mempertahankan hidupnya dibandingkan dengan
daerah subur.
C. Manfaat Landasan Antropologi dalam Pendidikan
Setiap
manusia memiliki perbedaan, oleh karena itu seorang pendidik harus sedikit banyak
memahami latar siswa yakni keluarga, budaya, lingkungan siswa. Oleh karena itu,
antropologi dibutuhkan sebagai landasan dalam pendidikan. Antropologi dalam
pendidikan memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1.
Dapat mengetahui pola perilaku manusia dalam kehidupan
bermasyarakat secara Universal maupun pola perilaku manusia pada tiap-tiap
masyarakat (suku bangsa).
2.
Dapat mengetahui kedudukan serta peran yang harus kita
lakukan sesuai dengan harapan warga masyarakat dari kedudukan yang kita
sandang.
3.
Dengan mempelajari antropologi akan memperluas wawasan kita
terhadap tata pergaulan umat manusia diseluruh dunia khususnya Indonesia yang
mempunyai kekhususan-kekhususan yang sesuai dengan karakteristik daerahnya
sehingga menimbulkan toleransi yang tinggi.
4. Dapat mengetahui berbagai macam
problema dalam masyarakat serta memiliki kepekaan terhadap kondisi-kondisi
dalam masyarakat.
Dari manfaat
diatas dapat disimpulkan bahwa, antropologi dapat menjadikan bangsa Indonesia
yang memiliki jiwa nasionalis.
D. Implikasi landasan antropologi dalam pendidikan
Indonesia terdiri dari ribuan pulau
yang dirangkai oleh selat, dan keadaan geogafisnya tidak merata. Faktor
geografis suatu daerah sangat berpengaruh pada jaringan komunikasi dan
transportasi antar daerah maupun pulau. Khususnya di daerah yang dikelilingi
hutan belantara dan pegunungan yang tinggi akan menghambat proses informasi,
sehingga akan berpengaruh pada pengetahuan penduduk di sekitar. Selain faktor
geografisnya, di masing-masing daerah memiliki berbagai macam suku bangsa, adat
istiadat, sistem nilai, budaya yang berbeda. Misalnya: suku jawa, sunda,
madura, dayak, minang, batak dan sebagainya. Sedangkan dari ras polynesia yang
mendiami Indonesia bagian timur, misalnya: Ambon, Timor, Irian Jaya. Keragaman
budaya tersebut telah memberikan pengaruh terhadap hubungan sosial masyarakat,
sistem pendidikan, mata pencaharian, dan pola berfikir manusia.
E. Aplikasi Landasan Antropologi dalam Pendidikan
Penerapan landasan antropologi dalam
pendidikan saat ini adalah sebagai berikut:
1.
Pengembangan Kurikulum
2.
Model pembelajaran berbasis budaya lokal..
3.
Metode pembelajaran karya wisata.
4.
Pendidikan kecakapan hidup yang diintegrasikan pada mata
pelajaran.
5.
Pembelajaran dengan Modelling
MATERI 7
LANDASAN
FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN
Nungky Suyani
Noor Afiyah Handayani
A. Landasan Filsafat
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan
makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok
seperti: Apakah pendidikan itu ? Mengapa pendidikan itu diperlukan ? Apa yang
seharusnya menjadi tujuanya, dan sebagainya. Konsepsi-konsepsi filosofis
tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua faktor,
yaitu : Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan dan Ilmu pengetahuan yang
mengandalakan penelaran. Penggunaan istilah filsafat dapat diartikan dalam dua
pendekatan, yakni : Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah, dan
Filsafat sebagai kajian khusus yang formal,
B. Pengertian Tentang Landasan Filsafat
Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat
karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan mayarakat,
sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Filsafat membahas
sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat
adalah kebenaran ilmu yang sifatnya relative. Karena kebenaran ilmu hanya
ditinjau dari
C. Aliran dalam Filsafat
Agar uraian tentang filsafat pendidikan itu menjadi lebih
lengkap, berikut ini kan diuraikan bebrapa aliran filsafat pendidikan yang
dominan di dunia ini. Aliran itu ialah :
- Idealisme
- Realisme
- Perenialisme
- Esensialisme
- Pragmatisme dan progresivisme
- Eksitensialisme
E. Pancasila sebagai Landasan Filsafat Sistem Pendidikan
Nasional
Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat Negara
ialah pancasila sebagai falsafah Negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa
Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang. Pasal 2 UU-RI
No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Rincian selanjutnya tentang hal itu tercantum dalam
penjelasan UU-RI No. 2 Tahun 1989, yang menegaskan bahwa pembangunan nasioanal
termasuk dibidang pendidikan adalah pengamalan pancasila, dan untuk itu
pendidikan nasional mengusahakan antara lain: “ Pembentukan manusia
Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu
mandiri”.
F. Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia
Upaya mendorong pemerintah untuk member isyarat akan
pentingnya merumuskan filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak
Indonesia sudah pernah dilakukan menjelang sidang umum MPR (kompasa,27
Nopembert 1992), sebagai satu sumbangaan untukk bahan siding umum itu. Namun
GBHN 1993 sebagai produk siding itu,tidak mencantumkan perlunya perumusan
filsafat dan teori pendidikan itu.itu menunjukan kemauan politik pemerintah
kearah itu belum ada. Mudah-mudahan di waktu-waktu yang akan datang kemauan itu
akan muncul.
G. Dampak Konsep Pendidikan
Pembahasan tentang landasan kependidikan dalam segi
filsafat, yang mencakup filsafat pada umumnya, filsafat-filsafat pendidikan
internasioanal, filsafat pancasila, dan kemungkinan terbentuknya filsafat
pendidikan yang bercorak Indonesia, member dampak konsep tertentu.
H. Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan
- Implikasi Bagi Guru
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan
pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang
mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru
hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua
penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.
- Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga
Kependidikan
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang
produktif adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta
mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang
lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam konteks pendidikan
(tugas professional, kemanusiaan dan civic).
MATERI 8
LANDASAN PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
Nurnaningsih
Nurul Anam
1.1 Teori
Psikologi menurut para ahli
1. Aliran Psikologi tingkah laku
A. Teori
Pengaitan dari Edward L. Thorndike
Berdasarkan
hasil percobaannya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan. Ia
mengemukakan suatu teori belajar yang dikenal dengan teori “pengaitan”
(connectionism). Teori tersebut menyatakan belajar pada hewan dan manusia pada
dasarnya berlangsung menurut prinsip yang sama yaitu, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya ikatan (asosiasi) antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (s) dengan respon (r) yang diberikan atas stimulus tersebut.
(0rton, 1991:39; Resnick dan Ford, 1981”13).
2. Aliran Psikologi Kognitif
A. Teori
Perkembangan Intelektual Jean Piaget
Menurut Piaget ada empat tingkatan
perkembangan Intelektual. (Mulyani 1988, Nana Syaodih, 1988, dan Callahan,
1983):
1.
Periode Sensori motorik pada umur 0-2 tahun
2.
Periode Praoprasional pada umur 2-7 tahun
3.
Periode oprasi konkrit pada umur 7-11 tahun
4.
Periode oprasi formal mulai pada umur 11-
tahun
B. Teori Belajar dari Jerome S. Bruner
Jerome S. Bruner Adalah seorang ahli psikologi
perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang
psikologi adalah elektik. Teori belajar Jerome S Bruner. Dikenal dengan teori Free
Discovery Learning.
Perkembangan
mental anak menurut Brunner (Toeti Soekamto, 1994) ada tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap enaktif, anak melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan
2.
Tahap ekonil, anak memahami dunia melalui
gambara-gambaran dan visualisasi verbal.
3.
Tahap simbolik, anak telah memiliki gagasan
abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika.
Berdasarkan hasil observasi dan eksperimennya
mengenai kegiatan belajar-mengajar matematika Bruner merumuskan empat teori
umum tentang belajar matematika yaitu;
1.
Teorema penyusunan (Contruction theorem)
2.
Teorema pelambangan (notation theorem)
3.
Teorema pembedaan dan keaneka ragaman (contrast
and variation theorem)
4.
Teorema pengaitan (connectivity theorem)
1.2 Pengertian
Landasan Psikologi Pendidikan
Landasan psikologi pendidikan adalah suatu
landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang
kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek
pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan yang bertujuan untuk
memudahkan peoses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan
pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar
(Tirtarahardja, 2005:160). Dengan demikian, psikologi adalah satu landasan
pokok dari pendidikan.
1.3 Bentuk
Psikologi Pendidikan
A. Psikologi Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang
perkembangan.
1.
Pendekatan pentahapan, pendekatan individu
berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu.
2.
Pendekatan diferensial, pendekatan ini memandang
individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan.
3.
Pendekatan ipsatif, pendekatan ini berusaha
melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan
individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang
paling dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan
memiliki dua macam yaitu bersifat menyeluruh dan bersifat khusus.
B. Psikologi
Belajar
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah
perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil
perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada
pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
C. Psikologi
Sosial
Menurut
Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari jiwa
seseorang di masyakat, yang mengkombinasikan ciri-ciri psikologi dengan ilmu
sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap invividu dan antar
individu (dikutip Pirdata, 2007:219).
2.4
Konstribusi
Psikologi Pendidikan dalam Proses Belajar
1.
Konstribusi psikologi pendidikan terhadap
pengembangan kurikulum
2.
Kontribusi Psikologi pendidikan terhadap
sistem penilaian
MATERI 9
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
M. Luthfi Abdillah
M. Yusuf
A.
Pengertian
Teori Behaviorisme
Teori Belajar behaviorisme adalah teori belajar yang
menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon. teori behaviorisme merupakan sebuah teori yang dicetuskan
oleh Gage dan Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behaviorisme. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
·
Teori Dalam
Pandangan Behaviorisme
Teori belajar dalam pandangan behaviorisme ada tiga yaitu :
1.
Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Classic conditioning ( pengkondisian
atau persyaratan klasik) adalah proses yang dikemukakan Pavlov melalui
percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan
dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain
tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan
seseorang dilihat dari perilakunya.
Untuk memahami teori kondisioning
klasik secara menyeluruh perlu dipahami ada dua jenis stimulus dan dua jenis
respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah :
a)
Stimulus yang tidak terkondisi
(unconditioned stimulus-UCS), yaitu stimulus yang secara otomatis menghasilkan
respon tanpa didahului dengan pembelajaran apapun (contoh: makanan).
b)
Stimulus terkondisi (conditioned
stimulus-CS), yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat netral, akhirnya
mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan dengan
stimulus tidak terkondisi (contoh : suara bel sebelum makanan datang).
2.
Teori Connetionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R). Dalam eksperimennya, Thorndike
menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar
(puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus
dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta
melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan
(error) terlebih dahulu.
3.
Teori Operant Conditioning dari B.F.Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh
Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan
oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara
sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara komprehensif.
Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui
interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah
laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
1.
Kelebihan Teori Behavioristik
Kelebihan teori behaviorisme adalah sebagai
berikut:
a)
Teori ini cocok diterapkan untuk
melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka
mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
b)
Membiasakan guru untuk bersikap jeli
dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2.
Kelemahan
Teori Behavioristik
Kelemahan
teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
a) Pembelajaran siswa yang berpusat
pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya
berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
b) Murid hanya mendengarkan dengan
tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai
cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk
mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti
kata-kata kasar, ejekan, jeweran
yang justru berakibat buruk pada siswa.
MATERI 10
TEORI BELAJAR KOGNITIF
M. Nur Rofiq
Pelu
M.
Saifuddin
A. Pengertian Belajar Kognitif
Belajar kognitif memandang belajar
sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk
dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar
pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses
pengolahan informasi.
B. Macam-macam Teori Belajar Kognitif
Yang
termasuk teori belajar kognitif adalah:
ü Teori belajar Pengolahan Informasi
ü Teori belajar Kontruktivisme
C.
Tokoh-Tokoh Aliran Kognitif
1. Teori
Belajar Cognitive Developmental Dari Piaget
Dalam teorinya, Piaget memandang
bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari
konkret menuju abstrak.
a. Tahap sensory – motor, yakni perkembangan
ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan
kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana
b. Tahap pre – operational,
yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini
diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah
dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
c. Tahap concrete – operational,
yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan
diri pada karakteristik perseptual pasif.
d. Tahap formal – operational,
yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri
pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan
logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
D. Beberapa teori dan tokoh lain
Salah satu teori kognitif yang juga
sering dijadikan acuan adalah teori gestalt. Peletak dasar teori gestalt
adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem
solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan
secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler
(1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpase. Kaum gestaltis
berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu
keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan
pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan antara bagian dan
keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan keberartian dari
apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan
belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran.
E. Belajar Sebagai Proses Kognitif
Teori kognitif adalah teori yang
umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau
mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan,
menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang
pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada
variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang (Mulyati, 2005)
Teori belajar kognitiv lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan
persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
F. Gagasan-Gagasan
Kunci di Dalam Psikologi Kognitif dalam konteks pendidikan.
Kognisi umumnya bersifat adaptif,
namun tidak semua kasus. Evolusi telah membantu kita dengan baik dalam membentuk
perkembang perangkat kognitif yang sanggup menangkap secara kuat rangsangan
dari lingkungan. Perangkat kognitif ini membuat kita mampu untuk memahami
rangsangan internal yang membuat sebagian besar informasi bisa tersedia bagi
kita.
MATERI 11
OPERANT RESPONDENCE
Abdul Hamid Aly
Nining Miftahuroifah
Sejarah Munculnya Teori Kondisioning Operan
B F Skinner
Teori ini dikembangan oleh skinner yg dimulai pada
awal tahun 1930-an yg juga didasarkan pada teori S-R. Akan tetapi Skinner tidak
sependapat dengan pandangan teori S-R yang didirikan oleh Thorndike dan Pavlov.
Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak
lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan
lingkungannya. Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi
yang didirikan oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu
ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi.
}
Teori Operant Condisioning
Menurut Skinner, tingkah laku bukanlah sekedar
respon terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja atau operant. Operant
ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya. Jadi operant conditioning
atau operant learning itu melibatkan pengendalian konsekuensi.
Stimulus Respon Konsekuensi
}
Skinner membedakan adanya
dua macam respon, yaitu:
1. Respondent response (reflexive response),
yaitu respom yang ditimbulkan oleh suatu
perangsang-perangsang tertentu. Misalnya, keluar air liur saat melihat makanan
tertentu. Perangsang-perangsang yang demikian itu disebut eliciting stimuli,
menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Pada umumnya,
perangsang-perangsang yang demikian mendahului respon yang ditimbulkannya.
2. Operant response (instrumental response),
yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti
oleh perangsang-peerangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing
stimuli atau reinforcer, karena perangsang itu memperkuat respon
yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang yang demikian itu
mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu yang telah
dilakukan. Jika seorang anak belajar (telah melakukan perbuatan), lalu mendapat
hadiah, maka ia akan menjadi lebih giatbelajar (intensif/ kuat).
}
Menurut Skinner, unsur terpenting dalam
pembelajaran adalah:
•
Penguatan (Reinforcement)
1. Penguatan Positif
2. Penguatan Negatif
•
Hukuman (Punishment)
1. Presentation Punishment
2. Removal Punishment
}
Beberapa prinsip
belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
}
- Hasil belajar
harus segera diberitahukan kepada siswa,
jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
}
- Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
}
- Materi
pelajaran, digunakan sistem modul.
}
- Dalam proses
pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
}
- Dalam proses
pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk
menghindari adanya hukuman.
}
- Tingkah laku
yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya
}
- Dalam
pembelajaran, digunakan shaping.
}
Disamping itu pula
dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
}
Law of operant
conditining yaitu jika timbulnya perilaku
diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
}
Law of operant
extinction yaitu jika timbulnya perilaku
operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
b. Menjadi penguat kontigen dan tpt waktu
c. Memilih jadwal penguatan terbaik
a) Jadwal rasio tetap
b)
Jadwal rasio variabel
c)
Jadwal interval – tetap
d)
Jadwal interval – variabel
d. Menggunakan perjanjian (Contracting)
e. Menggunakan penguatan negatif scr efektif
}
2. Menggunakan
dorongan(prompt) dan pembentukan
(shaping)
}
3. Mengurangi
perilaku yang tidak diharapkan
a.
Menggunakan Penguatan Diferensial.
b.
Menghentikan penguatan (pelenyapan)
c.
Menghilangkan stimuli yang diinginkan.
d.
Memberikan stimuli yang tidak disukai
(hukuman).
}
Kelebihan Dari Teori B F Skinner
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya.
hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung
dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan
meminimalkan terjadinya kesalahan.
}
Kekurangan Dari Teori B F Skinner
}
teknologi untuk
situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada
keterampilan teknologis
}
keseringan respon
sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian.
}
tanpa adanya sistem
hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti
tentang sebuah kedisiplinan.
}
Kekeliruan dalam
penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk
mendisiplinkan siswa.
MATERI 12
TEORI SOSIO-KULTURAL
Charles Candra
Prayogi Yanuar Hadinata
A.
Dasar Terbentuknya Teori Sosio-Kultural
Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori belajar sosio-kultural:
1.Piaget
Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu
artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi dengan lingkungan
sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-orang yang lebih dewasa. Penentu
utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan (siswa) sedangkan
lingkungan sosial menjadi faktor sekunder.
2.Vygotsky
Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri asal usul
tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang digunakan)
yang dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental bukan berasal
dari individu itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosial atau
kelompoknya.
B.
Konsep Teori Sosio-Kultural
Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan
kognitif sesuai dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan
pembelajaran yaitu genetic law of development, zona of proximal development dan
mediasi.
a. Hukum genetik tentang perkembangan
b. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal
development)
Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal development) ke dalam
dua tingkat:
(1) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk
menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri
(intramental).
(2) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk
menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang
dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten
(intermental).
c. Mediasi
Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi
dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa,
tanda dan lambang, atau semiotika.
C.
Pengaruh Sosio-Kultural pada
Perkembangan Kognisi
a. Pengaruh sosial pada perkembangan
kognisi
Menurut Vygotsky, anak adalah seorang eksplorer yang mempunyai rasa ingin tahu
tinggi, sangat aktif dalam pembelajaran, selalu ingin menemukan sendiri, dan
mengembangkan pemahaman baru. Namun demikian Vygostky lebih menekankan pada
kontribusi sosial dalam proses perkembangan dan tidak melihat peranan besar
dalam penemuan sendiri. Perkembangan pertama dalam lingkup sosial muncul dalam
individu sebagai kategori interpsikological dan kemudian pada anak sebagai
kategori intrapsikologikal. Contohnya adalah voluntary attention (perhatian
otomatis), logical memory (memori logis), pembentukan konsep, dan perkembangan
kemampuan memilih.
b. Pengaruh Budaya pada perkembangan kognisi
Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan harus dilihat dari perspektif 4 tahap
yang saling berhubungan dalam interaksi anak dengan lingkungan:
1) Perkembangan Ontogenic, adalah perkembangan individu sepanjang hayat,
digunakan oleh hampir semua ahli psikologi dalam menganalisa perkembangan
manusia.
2) Perkembangan Microgenic, mengacu pada perubahan yang terjadi pada waktu yang
relatif singkat, misalnya perubahan yang dapat dilihat pada saat anak
memecahkan masalah penjumlahan pada setiap minggunya selama 11 minggu (Siegler
& Jenkins, 1989).
3) Perkembangan Phylogenic adalah perubahan yang berskala evolusi, diukur dalam
ribuan dan bahkan jutaan tahun. Vygostsky sendiri berpendapat bahwa untuk
pemahaman sejarah spesies dapat memberikan masukan pada perkembangan anak.
4) Perkembangan Sociohistorical, mengacu pada perubahan yang terjadi pada
budaya, kepercayaan, norma, dan teknologi.
D.
Aplikasi Teori Sosio-Kultural
Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio-kultural
dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
a. Pendidikan informal (keluarga)
b. Pendidikan nonformal
c. Pendidikan formal
E. Kelebihan dan Kekurangan
Teori Sosio-Kultural
Berdasarkan teori Vygotsky akan diperoleh beberapa keuntungan:
1. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona
perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang
2. Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan
potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya;
3. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk
mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental;
4. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan
deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat
dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan masalah;
5. Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi
lebih merupakan kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau
makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Kelemahan dari teori sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang
tampak.
MATERI 13
PEMBELAJARAN INKUIRI
Citra Siwi Hanayanti
Ali Shohibul Umar
A. Konsep Dasar
Pembelajaran
inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia
atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
B. Ciri-ciri Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri
memiliki beberapa ciri, di antaranya:
Pertama, pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa
secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya, pada pembelajaran inkuiri
menempatkan siswa sebagai subjek belajar.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk
mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan
demikian, pada pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya
sumber belajar, tetapi lebih diposisikan sebagai fasilitator dan
motivator belajar siswa.
Ketiga, tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam
pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi
pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang
dimilikinya.
C. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Inkuiri
Pembelajaran inkuiri mengacu pada
prinsip-prinsip berikut ini:
- Berorientasi
pada Pengembangan Intelektual. Tujuan
utama dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir.
Dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar
juga berorientasi pada proses belajar.
- Prinsip
Interaksi. Proses
pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara
siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa
dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur
lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
- Prinsip
Bertanya.
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pembelajaran ini adalah
guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap
pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
Dalam hal ini, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri
sangat diperlukan. Di samping itu, pada pembelajaran ini juga perlu
dikembangkan sikap kritis siswa dengan selalu bertanya dan mempertanyakan
berbagai fenomena yang sedang dipelajarinya.
- Prinsip
Belajar untuk Berpikir. Belajar
bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses
berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan
potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan
penggunaan otak secara maksimal.
- Prinsip
Keterbukaan. Pembelajaran
yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan
sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah
menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan
hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang
diajukannya.
D. Langkah-Langkah Pelaksanaan
Pembelajaran Inkuiri
Proses pembelajaran inkuiri
dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
- Merumuskan
masalah;
- Mengembangkan
hipotesis;
- Menguji
jawaban tentatif;
- Menarik
kesimpulan;
- Menerapkan
kesimpulan dan generalisasi
E. Keunggulan dan Kelemahan
Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan
pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena memiliki beberapa keunggulan,
di antaranya:
- Pembelajaran
ini merupakan pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga
pembelajaran melalui pembelajaran ini dianggap jauh lebih bermakna.
- Pembelajaran
ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya
belajar mereka.
- Pembelajaran
ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi
belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah
laku berkat adanya pengalaman.
- Keuntungan
lain adalah dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas
rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan
terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Di samping memiliki keunggulan,
pembelajaran ini juga mempunyai kelemahan, di antaranya:
- Sulit
mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
- Sulit
dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan
siswa dalam belajar.
- Kadang-kadang
dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga
sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
- Selama
kriteria keberhasiJan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai
materi pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit
diimplementasikan.
MATERI 14
TEORI BELAJAR BERMAKNA
Rochmawati
A. Bentuk-bentuk
belajar.
1) Belajar bermakna.
Menurut
Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah “bermakna” (meaningfull).
Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
2) Belajar hafalan
Bila dalam
struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep – konsep relevan atau
subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila
tidak ada usaha untuk mengasilmilasikan pengetahuan baru pada konsep – konsep
relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan.
3) Subsumsi dan Subsumsi Obliteratif
Subsumer memegang peranan dalam
proses perolehan informasi baru. Dalam belajar bermakna subsumer mempunyai
peranan interaktif memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui
penghalang – penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara
informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.
B.
Pengertian Belajar Bermakna
Belajar bermakna (meaningfull learning) yang digagas David
P. Ausubel adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa lebih mudah memahami
dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya
sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah
ada dalam pikirannya.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar
bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan
kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu
tertentu. Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:
1. Belajar
dengan penemuan yang bermakna,
2. Belajar dengan penemuan yang
tidak bermakna,
3. Belajar menerima (ekspositori)
yang bermakna,
4. Belajar menerima
(ekspositori) yang tidak bermakna,
2) Diferensiasi progresif.
Dalam proses belajar bermakna perlu
ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum
dan inklusif dipekenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti
proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3) Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses
struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak
perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif
tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat
ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsepkonsep
yang lebih luas dan inklusif.
4) Penyesuaian Integratif
Pada suatu sasat siswa kemungkinan
akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk
menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu
konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausable mengajukan konsep
pembelajaran penyesuaian integratif Caranya materi pelajaran disusun sedemikian
rupa, sehingga guru dapat menggunakan hiierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas
dan ke bawah selama informasi disajikan. Penangkapan (reception learning).
2.3
Kelemahan teori belajar
Menurut
David P. Ausubel, secara umum kelemahan teori belajar adalah menekankan pada
belajar asosiasi atau menghafal, dimana materi asosiasi dihafal secara
arbitrase. Padahal, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang
telah dimiliki dalam struktur kognitifnya (Muhaimin, 2002: 201).
Singkatnya,
inti dari teori David P. Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna, yaitu
suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
MATERI 15
TEORI BELAJAR ELEKTIK
A. Pengertian Metode Eklektik
Pengajaran bahasa asing selalu menghadapi
kondisi objektif yang berbeda-beda antara satu
negeri dengan yan lain, antara satu lembaga
dengan lembaga yang lain, antara satu kurun waktu dan
kurun waktu yang lain. Kondisi objektif itu
meliputi tujuan pengajaran, keadaan guru, keadaan siswa, sarana
prasarana dan lain sebagainya. Dan berdasarkan kenyataan diatas
muncullah metode Eklektik yang mengandung arti
pemilihan dan penggabungan.
Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa :
- Tidak ada metode yang
ideal karena masing-masing mempunyai segi-segi kekuatan
dan kelemahan.
- Setiap metode mempunyai
kekuatan yang dimanfaatkan untuk mengefektifkan pengajaran.
- Lahirnya metode baru harus
dilihat tidak sebagai penolakan kepada metode lainnya
melainkan sebagai penyempurnaan.
- Tidak ada satu metode yang
cocok untuk semua tujuan,semua guru,semua siswa, dan semua program
pengajaran.
- Yang terpenting dalam
pengajaran adalah memenuhi kebutuhan pelajar, bukan memenuhi
kebutuhan suatu metode
- Setiap guru memiliki
kewenangan dan kebebasan untuk memilih metode yang sesuai
dengan kebutuhan pelajar.
CIRI-CIRI
PENGAJARAN BAHASA DENGAN METODE EKLEKTIK
Adapun ciri-ciri dari pengajaran bahasa dengan
menggunakan metode eklektik adalah:
- Kemahiran berbahasa diajarkan
dengan urutan bercakap, menulis, memahami dan membaca.
- Kegiatan belajar di kelas
berupa latihan (oral practice), membaca keras (reading aloud)
dan Tanya jawab.
- Dalam metode ini juga terdapat
latihan menterjemahkan pelajaran gramatika secara dedukatif.
- Digunakan alat-alat atau audio
visual.
Sebagai suatu metode yang mengkombinasikan berbagai metode
pengajaran, tentunya diharapkan agar kelemahan dari masing-masing metode secara
terpisah dapat terhindari dan sebaliknya guru dapat dapat memaksimalkan
keuntungan masing-masing metode tersebut, tentunya berdasarkan asumsi guru yang
bersangkutan serta mempunyai pengetahuan tentang berbagai metode yang
digunakan secara baik.
Lebih jelasnya, berikut kelebihan pengajaran bahasa
dengan menggunakan metode eklektik, yaitu:
- Guru dapat membuat pengajaran
lebih bervariasi dan lebih menarik
- Masalah perbedaan individu,
materi lingkungan belajar yang kurang menarik dapat dipecahkan.
- Guru dapat lebih percaya diri
dan meyakinkan dalam mengajarkan keterampilan berbahasa.
- Dapat digalakkan keaktifan
siswa belajar dengan sistem CBSA.
- Guru dapat menyampaikan materi
pelajaran secara lebih cepat.
- Guru dapat menghidupkan suasana
belajar mengajar di kelas.
- Siswa akan bersemangat dalam
belajar/tidak cepat jenuh
- Dapat lebih membuat siswa
berkonsentrasi pada pelajaran.
MATERI 16
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF
PIAGET DAN VYGOTSKY
Teori
kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif
berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan
perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang
datang kepada dirinya.
Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Teori
perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelasakan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan
kejadian-kejadian sekitarnya.
Teori
Piaget merupakan akar revolusi kognitif saat ini yang menekankan pada proses
mental. Piaget mengambil perspektif organismik, yang memandang perkembangan
kognitif sebagai produk usaha anak untuk memahami dan bertindak dalam dunia
mereka. Menurut Piaget, bahwa perkembangan kognitif dimulai dengan kemampuan
bawaan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan
berasal dari tindakan. Teori perkembangan kognisi Piaget menyatakan bahwa
kecerdasan atau kemampuan kognisi seorang anak mengalami kemajuan melalui empat
tahap yang jelas. Masing-masing tahap dicirikan oleh kemunculan
kemampuan-kemampuan baru dan cara mengolah informasi.
·
Pertumbuhan atau perkembangan kognitif terjadi melalui tiga proses yang
saling berhubungan, yaitu:
1. Organisasi
2. Adaptasi
3.
Ekuilibrasi
Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif
·
Tahap Sensorimotorik
Tahap ini merupakan tahap pertama. Tahap ini dimulai
sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman
tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor (seperti
melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik. Dengan berfungsinya
alat-alat indera serta kemampuan-kemampuan melakukan gerak motorik dalam bentuk
refleks ini, maka seorang bayi berada dalam keadaan siap untuk mengadakan
hubungan dengan dunianya. Piaget membagi tahap sensorimotorik ini kedalam 6
periode, yaitu:
1. Periode 1: Penggunaan Refleks-Refleks (Usia 0-1 bulan)
2. Periode 2: Reaksi Sirkuler Primer (Usia 1-4 bulan)
3. Periode 3 : Reaksi Sirkuler sekunder (Usia 4-10 bulan)
4. Periode 4 : Koordinasi skema-skema skunder (Usia 10-12
bulan)
5. Periode 5 : Reaksi Sirkuler Tersier (Usia 12-18 bulan)
6. Periode 6 : Permulaan Berfikir (Usia 18-24 bulan)
·
Tahap Pemikiran Pra-Operasional
Tahap ini berada pada rentang usia antara 2-7 tahun.
Pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar
atau simbol. Penggunaan simbol bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima
gejala berikut:
1. Imitasi tidak langsung
2. Permainan Simbolis
3. Menggambar
4. Gambaran Mental
5. Bahasa Ucapan
·
Tahap Operasional Kongkret
Tahap ini
berada pada rentang usia 7-11 tahun.tahap ini dicirikan dengan perkembangan
system pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan yang logis. Anak sudah
mengembangkan operasi logis. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
1. Pengurutan
2. Klasifikasi
3. Decentering
4. Reversibility
5. Konservasi
6. Penghilangan sifat Egosentrisme
·
Tahap Operasional Formal
Tahap ini
mulai dialami anak dalam usia 11 tahun dan terus berlanjut sampai dewasa.
Teori Perkembangan kognitif Vygotsky
Karya
Vygotsky didasarkan pada dua gagasan utama. Pertama, dia berpendapat bahwa
perkembangan intelektual dapat dipahami hanya dari sudut konteks historis dan
budaya yang dialami anak-anak. Kedua, dia percaya bahwa perkembanagn bergantung
pada system tanda yang ada bersama masing-masing orang ketika mereka tumbuh.
Symbol-simbol yang diciptakan budaya untuk membantu berpikir, berkomunikasi,
dan memecahkan masalah, misalnya bahasa, system menulis, atau system budaya.
Berbeda
dari Piaget, Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan kognisi sangat terkait
dengan masakan dari orang-orang lain. Teori Vygotsky mengatakan bahwa
pembelajaran mendahului perkembangan. Bagi Vygotsky, pembelajaran melibatkan
perolehan tanda-tanda melalui pengajaran dan informasi dari orang lain.
Perkembangan melibatkan internalisasi anak terhadap tanda-tanda ini sehingga
sanggup berpikir dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain, kemampuan ini
disebut pengaturan diri (self regulation).