Dari Abdullah bin ’Amru radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (Hasan. at-Tirmidzi : 1899, HR. al-Hakim : 7249, ath-Thabrani al-Bazzar : 2394)
Kandungan hadits
Pertama: Seorang anak wajib berusaha membuat orang tuanya ridha. Dalam hadits di atas, Rasulullah menyebutkan bahwa ridha Allah bergantung pada ridha orang tua. Sama halnya dengan mencari ridha Allah yang merupakan suatu kewajiban, demikian pula dengan mencari ridha orang tua;
Kedua: Haram melakukan segala sesuatu yang memancing kemarahan kedua orang tua. Sama halnya dengan mengundang kemarahan Allah yang merupakan suatu keharaman, demikian pula dengan melakukan sesuatu yang dapat memancing kemarahan mereka;
Ketiga: Terdapat hubungan sebab-musabab. Berbakti kepada orang tua merupakan sebab. Adapun ridha Allah dan ridha orang tua merupakan musabab.
Keempat: Sebagian ulama berpendapat keridhaan orang tua wajib diprioritaskan ketimbang melakukan amalan wajib yang hukumnya fardhu kifayah seperti jihad. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Amru radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الجِهَادِ، فَقَالَ: «أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
“Seorang pria mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta izin beliau agar diberangkatkan berjihad. Maka beliau bertanya,”Apakah kedua orang tua Anda masih hidup?” Pria tersebut menjawab,”Iya”. Maka Nabi pun berkata,”Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.” (Shahih. HR. Bukhari :3004 dan Muslim : 5).
Kelima: Segala bentuk interaksi yang mampu mendatangkan ridha orang tua tercakup dalam pengertian berbakti kepada kedua orang tua. Demikian pula sebaliknya, segala bentuk interaksi yang mengundang kemurkaan mereka tercakup dalam tindakan durhaka kepada kedua orang tua;
Keenam: Mendatangkan keridhaan orang tua dengan cara menaati perintah mereka merupakan salah satu bentuk berbakti. Namun, hal tersebut memiliki batasan selama perintah mereka tidak bertentangan dengan perintah Allah. Apabila perintah keduanya bertentangan, maka wajib memprioritaskan ridha Allah di atas ridha makhluk;
Ketujuh: Ridha orang tua merupakan sebab terkabulnya do’a sang anak. Pelajaran ini dipetik dari kisah tabi’in, Uwais al-Qarni rahimahullah, di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda perihal diri beliau,
يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ، مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ، كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ، لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُ، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ
“Seorang bernama Uwais bin ‘Amir akan mendatangi kalian bersama rombongan orang-orang Yaman. Dia berasal dari Murad, kemudian dari Qarn. Dulu dia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh kecuali satu bagian sebesar keping uang satu dirham. Dia memiliki seorang ibu dan sangat berbakti kepadanya. Seandainya dia meminta kepada Allah, maka akan dikabulkan. Jika anda mampu memintanya untuk mendoakan ampunan Allah bagimu, maka lakukanlah” (Shahih. HR. Muslim : 225).
Kedelapan: Ridha dan murka merupakan sifat Allah ta’ala. Wajib bagi setiap muslim menetapkan sifat yang ditetapkan Allah bagi diri-Nya sendiri sesuai dengan kesempurnaan dan keagungan Allah.
0 komentar:
Posting Komentar