1. Pendahuluan
Berpergian jauh (safar) adalah bagian dari tuntutan
dan kebutuhan kehidupan yang tidak bisa terpisahkan, baik bepergian dalam
konteks melaksanakan suatu kewajiban agama atau dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Dalam
ajaran Islam terdapat beberapa tugas dan kewajiban yang menuntut adanya
bepergian jauh, misalnya ibadah haji,
umrah, beperang menuntut ilmu, berniaga
dan berziarah/ menziarahi saudara-saudara. Maka dari itu, perhatian Islam
sangat besar terhadap masalah safar, baik
permaslahan hukum dan adabnya. Sebagai orang Islam, kita wajib mempelajarinya dan berupaya keras untuk
menjalankan dan merealisasikannya.
Salah
satu perintah Allah swt adalah ”umat Islam hendaknya mengadakan perjalanan di
muka bumi ini dan melakukan pengamatan
serta penelitian terhadap berbagai peristiwa dan kejadian alam semesta ketika
dalam perjalanan tersebut. Allah swt berfirman :
قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ
الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنْشِئُ النَّشْأَةَ الآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (العنكبوت:٢٠)
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana
Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya
sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
2. Niat Safar
(Bepergian)
Niat atau menyengaja melakukan sesuatu
bersamaan dengan memulai melakukannya (qushd al-syai' muqtarinan bi al-fi'li).
Niat merupakan ikrar komitmen untuk suatu tujuan yang telah ditetapkan dalam
hati sebagai dasar dan landasan melakukan sesuatu perbuatan, dengan kata lain,
niat adalah ketetapan hati melakukan sesuatu.
Niat dalam pandanagan Islam, mempunyai
kedudukan yang sangat penting dan menentukan bobot kualitas perbuatan
seseorang. Rasulullah saw bersabda :
إِنَّمَا
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى (رواه البخاري)
“Sesungguhnya
(sah dan sempurnyanya) amal perbuatan itu tergantung pada niat, dan seseorang
akan memperoleh
(penghargaan dan balasan) sesuai dengan yang diniatkan” .
Imam Nawawi menyatakan bahwa niat adalah
tolak ukur dari amal perbuatan (mi’yar al-a’mal), jika niat dan tujuah
baik maka amal ibadah menjadi baik. Sebaliknya, jika niat
dan tujuan buruk, maka amal ibadah menjadi buruk.
Oleh karena itu,
pastikanlah niat dan tujuan kita dalam melakukan sesuatu apapun agar senantiasa
berada dalam bingkai keikhlasan dan kebaikan untuk mengharap
ridha dari Allah swt. Termasuk dalam melakukan bepergian (safar)
sekarang ini, kita berniat dan bertujuan silaturrahim, mencari ilmu, dan
bertadabbur di alam semesta untuk mengharap ridha dari Allah swt. Dengan
niat dan tujuan yang baik dan benar, kita berharap amal ibadah kita memenuhi
standar ibadah yang memenuhi perintah Allah swt.
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ (البيّنة : ٥)
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian Itulah agama yang lurus.
Dengan demikian, seseorang yang melakukan
perjalanan (safar) hendaknya memiliki niat yang jelas dan positif sesuai dengan
perintah agama, misalnya bersilaturrahim (berkunjung sanak saudara),
bermuamalah, menghadiri undangan famili atau sahabat yang sedang mengadakan
resepsi pernikahan, ziarah kubur orang tua, ziarah kubur wali-wali Allah, pergi
menunaikan ibadah haji, umroh, atau bertadabbur alam semesta dalam
meningkatkan iman dan takwa dan lain-lain.
Dan niat itu dapat
dinyatakan benar dan sah apabila :
a. Islam (yang berniat seorang muslim)
b.
Berakal dan tamyiz
c.
Mengetahui /terhadap
yang dilakukan
d.
ditetapkan dalam hati
e.
dilakukan pada awal
melakukan perbuatan (al-manwi)
f. tidak ada hal-hal yang bertentangan anatar niat dan yang
diniati (al-manwi)
3. Adab Safar .
1. Hendaknya seorang yang bepergian (safar) menyiapkan
perbekalan dari harta yang halal dan menyisakan nafkah untuk orang-orang yang
wajib ia nafkahi, seperti istri, anak dan orang tua. Di samping itu, hendaknya membersihkan diri dari barang-barang
tanggungan dan titipan (yang ada padanya) dengan mengembalikan dan melunasi
kepada pemiliknya.
2. Hendaknya pamitan dan mohon doa kepada orang tua,
kerabat, tetangga dan atau kepada orang yang alim, meskipun yang minta doa tadi lebih alim dari
padanya. Karena hal ini pernah dilakukan oleh sahabat Rasulullah saw. Suatu
ketika hendak umroh sahabat umar bin khathab berpamitan (minta doa kepada Nabi
SAW), bahkan nabi SAW bersabda : “Jangan lupa aku dalam doa-doamu, wahai
saudaraku”.(HR. Abu Daud dan Imam Turmudzi).
3. Hendaknya ketika berpergian
jauh (safar) dibarengi oleh tiga atau empat orang teman atau setelah ia pilih
diantara orang-orang yang shalih dan layak untuk safar bersamanya. Karena
safar, sebagaimana disebutkan: yang memberitakan orang-orang. Disebut safar
(artinya: terbuka) karena safar itu menyingkap akhlak dan perilaku orang-orang
laki-laki.
Rasulullah saw telah bersabda,”seorang pengendara (musafir)
sendirian itu adalah setan, dua orang pengendara itu adalah setan dan tiga
pengendara itu adalah sekelompok musafir.” ”Kalau sekiranya manusia mengetahui
apa yang aku ketahui dari kesendirian, niscaya seorang musafir tidak berjalan
di malam hari seorang diri.” (HR. Al-Bukhari )
4. Hendaknya para musafir
mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin (amir safar) yang
memimpin mereka dengan musyawarah di antara mereka. Karena Rasulullah telah
bersabda ,”Apabila tiga orang keluar untuk suatu safar hendaknya mereka
mengangkat salah seorang mereka sebagai pemimpin.” (HR. Abu Daud).
5. Hendaknya melakukan shalat
istikharah sebelum melakukan safar, karena Rasulullah menganjurkannya, sehingga
beliau benar-benar mengajarkannya kepada para sahabatnya sebagaimana beliau
mengajarkan satu surat Al-Quran kepada mereka. Juga Istikharah untuk segala
urusan. (HR. Al-Bukhari).
6. Hendaknya berangkat di pagi
hari pada hari kamis, karena Rasulullah telah bersabda ”ya Allah berkahilah
umatku pada waktu paginya.” juga diriwayatkan bahwasanya beliau selalu
berangkat pada hari kamis di dalam safarnya.
7. Hendaknya bertakbir
(mengucapkan: Allahu akbar) pada setiap tanjakan. Abu hurairah menuturkan
bahwasannya ada seorang lelaki berkata, ”Ya Rasulullah, sesungguhnya aku hendak
berpergian jauh (safar), maka berilah aku pesan.” Beliau menjawab, ”Hendaknya
kamu selalu bertaqwa kepada Allah dan bertakbir pada setiap tempat yang tinggi
(tanjakan).” (HR. At-Tirmidzi) Ketika jalannya naik membaca Allahu Akbar 3x, ketika jalannya
turun membaca Subhanallah 3x.
8. Hendaknya banyak berdoa kepada
Allah swt di dalam perjalanannya, memohon kepadanya kebaikan dunia dan akhirat,
karena doa pada saat berpergian jauh itu mustajab (diterima), karena Rasulullah
SAW bersabda :
ثَلَاثُ
دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ
الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ (رواه أبي داود)
“Tiga
doa yang tidak diragukan akan dikabulkan, yaitu doa orang tua, doa orang sedang
bepergian, dan doa orang yang didholimi”
Oleh
karena itu, sorang yang sedang bepergian anjurkan (disunnahkan) memperbanyak
doa. Seorang musafir dalam berdoa hendaknya optimis doanya
akan dikabulkan Allah saw. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw :
اُدْعُوا
اللهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا
يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ (رواه الترمذي)
“Berdoalah
kepada Allah dalam keadaan kamu optimis (yakin) akan dikabulkan. Ketahuilah
bahwa Allah tidak mengabulkan doa yang keluardari hati yang lalai dan tidak
serius”.
4. Doa dan Dzikir
dalam Bepergian
1. Doa Ketika Berpamitan
Ketika mohon pamit (ucapan selamat berpisah) kepada orang tua, guru,
saudara-saudara dan sahabat-sahabat dekatnya, seorang musafir
hendaknya berdoa dengan doa berikut:
أَسْتَوْدِعُ اللهَ دِيْنَكُمْ وَأَمَانَتَكُمْ وَخَوَاتِمَ
أَعْمَالِكُمْ
”Aku titipkan agama kalian
kepada Allah, amanah kalian dan pengunjung amal perbuatan kalian.”
lalu
orang-orang yang akan ditinggalkan mengucapkan:
زَوَّدَكَ الُله التَّقْوَى وَ غَفَرَ ذَنْبَكَ وَوَجَّهَكَ
إِلىَ الْخَيْرِ حَيْثُ تَوَجَّهْتَ
”semoga Allah membekalimu ketaqwaan, dan
mengampuni dosamu serta membimbingmu kepada kebaikan ke mana saja kamu pergi.”
Rasulullah
saw telah bersabda : ”Sesungguhnya
Luqman Al-Hakim berkata ”sesungguhnya Allah apabila dititipi sesuatu maka dia
memeliharanya.” dan beliau mengucapkan kepada orang yang mengantarkannya: ”Aku
titipkan agamamu kepada Allah, amanah kamu dan pengunjung amal perbuatan kamu.”
(HR. Abu Daud)
2. Melakukan
sholat safar sebelum berangkat
Shalat safar (bepergiaan) dilakukam
2 rekaat, (rekaat pertama baca fatihah dan al-kafirun, rekaat kedua fatihah dan
al-ikhlash)
Dengan niat :
أُصَلِّي سُنَّةَ
السَّفَرِ رَكْعَتيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya shalat sunnah bepergian dua rekaat karena Allah SWT".
Setelah salam shalat safar, berdoa :
اللَّهُمَّ إِلَيْكَ تَوَجَّهْتُ.
وَبِكَ اعْتَصَمْتُ. اللَّهُمَّ اكْفِنِي مَا أَهَمَّنِي وَمَا لَمْ أَهْتَمَّ
بِهِ. اللَّهُمَّ زَوِّدْنِي التَّقْوَى
وَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي. وَوَجِّهْنِي لِلْخَيْرِ أَيْنَمَا تَوَجَّهْتُ.
“Ya Allah kepada-Mu aku menghadap, dan dengan-Mu aku berpegang teguh. Ya
Allah cukupkanlah apa yang menjadi kepentinganku dan sesuatu yang menjadi
pelengkap. Ya Allah bekalilah aku dengan taqwa dan ampunilah doasaku. Dan
hadapkanlah diriku pada kebaikan dimanapun aku menghadap”
3. Doa Keluar
Rumah
بِسْمِ
اللهِ آمَنْتُ بِاللهِ. تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ
بِاللهِ الْعَلِيِ الْعِظِيْمِ
“Dengan nama Allah,
aku beriman kepada Allah, aku berserah diri kepada Allah, Tidak ada daya untuk
mendapat manfaat dan tidak ada kekuatan untuk menolak kejahatan kecuali dengan
pertolongan dari Allah Yang maha Luhur lagi Maha Agung”
اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ
أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ
عَلَيَّ (أبي داود )
”Dengan
menyebut nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tiada daya dan tiada
kekuatan kecualai karena pertolongan Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepadamu untuk tidak tersesat atau disesatkan, terpeleset atau
dipelesetkan dan menjadi bodoh atau dibodohi.” (HR. Abu Daud).
4. Doa ketika berada di atas
Kendaraan
بِسْمِ
اللهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبيِّ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ. وَمَا
قَدَرُوْا اللهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَاْلأَرْضُ جَمِيْعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِيْنِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالىَ
عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
“Dengan nama Allah di waktu berangkat dan
berlabuhnya (kendaraan) sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyanag. Dan mereka (orang-orang musyrik) tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan
semestinya, padahal buli seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat, dan
langit digulung dengan kekuasaan-Nya, Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari
apa yang mereka persekutukan.”
5. Doa ketika kendaraan mulai
bergerak
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. بِسْمِ
اللهِ, وَ بِاللهِ, وَاللهُ اَكْبَرُ, اللهُ اَكْبَرُ, اللهُ اَكْبَرُ.
تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِ
الْعِظِيْمِ, مَاشَآءَ اللهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ, سُبْحَانَ
الَّذِي سَخَرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنّاَ لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَ إِنّاَ إِلىَ
رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا
البِّرَ وَالتَّقْوَى وَ مِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى. اللَّهُمَّ هَوِّنْ
عَلَيْنَا سَفَرِنَا هَذَا وَاطْوِعَنَّا بُعْدَهُ. اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَاحِبُ
فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ وَ الْمَالِ. اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَآءِ السَّفَرِ وَ كَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَ سُوْءِ
الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَهْلِ.
“Dengan menyebut nama
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Dengan nama Allah, dank arena
Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, aku berserah
diri kepada Allah, Tidak ada daya untuk mendapat manfaat dan tidak ada kekuatan
untuk menolak kejahatan kecuali dengan pertolongan dari Allah Yang maha Luhur
lagi Maha Agung. Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan yang tidak
dikehendaki Allah pasti tidak terjadi. Maha Suci Allah yang telah menundukkan kendaraan ini pada kami, padahal
kami tiada kuasa menundukkannha. Dalam sesungguhya hanya kepada Tuhan, kami
pasti akan kembali. Ya Allah kami mohon kepada-Mu dalam perjalanan kami ini,
kebaikan, ketaqwaan dan amal perbuatan yang Kau ridloi. Ya Allah mudahkanlah
perjalanan kami ini dan singkatkanlah kejauhannya. Ya Allah, Engkau adalah
kawan dalam bepergian,
pelindung terhadap keluarga dan harta benda yang ditinggalkan. Ya Allah saya berlindung kepada-Mu dari kesukaran dalam
bepergian, penampilan yang megecewakan, kepulangan yang jelek mengenai harta,
maupun keluarga”.
6. Jika merasa takut kepada seseorang, hendaknya membaca:
اللَّهُمَّ اِنَّا نَجْعَلُكَ فِيْ نُحُوْرِهِمْ وَنَعُوْذُ
بِكَ مِنْ شُرُوْرِهِمْ
”Ya Allah, sesungguhnya kami
menjadikan engkau pada leher mereka, dan kami memohon perlindungan kepada-mu
dari kejahatan mereka.”
itulah yang dibaca oleh Rasulullah saw (HR. Abu
Daud)
7.
Ketika mampir di suatu rumah yang asing / kosong
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّةِ مِنْ شَرِّمَا
خَلَقَ
”Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang
sempurna dari kejahatan apa yang telah Dia ciptakan Ya Allah” (HR. Muslim)
8. Doa Ketika Tiba di Tempat Tujuan
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا
وَخَيْرَ أَهْلِهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ
أَهْلِهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا
“Ya Allah saya mohon kepada-Mu kebaikan
negerini, dan kebaikan penduduknya dan kebaikan yang ada di dalamnya. Dan saya
berlindung kepada-Mu dari kejahatan negeri ini, kejahatan penduduknya dan kejahatan
yang ada di dalamnya”.
4. Hukum-Hukum
yang Berkaitan dengan Safar
Meng-qashar shalat-shalat yang empat rakaat
dikerjakan menjadi dua rakaat saja, kecuali shalat maghrib tetap dikerjakan
seperti biasa, yaitu tiga rakaat. Melakukan shalat qashar bisa dimulai semenjak
iameninggalkan negri (kampung) tempat ia tinggal higga kembali lagi, kecuali
jika ia berminat akan menetap di suatu tempat yang dituju lebih dari 4 (empat)
hari atau ingin mampir disitu (lebih dari empat hari). Maka dalam kondisi
seperti itu ia harus shalat secara sempurna, tidak meng-qashar shalat, kecuali
kalau sudah meninggalkan negeri tujuannya itu dan kembali ke kampung
halamannya, maka pada saat kepergian baliknya itu ia boleh meng-qashar sampai
tiba di kampung halamannya. Hal tersebut berdasarkan firman Allah
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ
جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ
الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا (النسآء
: 101)
”dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka
tidaklah mengapa kamu men-qashar shalat, jika kamu takut diserang orang-orang
kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
(QS. An-Nisa’ : 101)
juga berdasarkan penuturan Anas : ”kami pernah keluar dari kota Madinah
bersama Rasulullah menuju Mekah. (di dalam perjalanan) Rasulullah melakukan
shalat ruba’iyah (yang empat rakaat) menjadi dua rakaat saja hingga kami
kembali ke Madinah.” (HR. An-Nisa’i dan At-Tirmidzi).
1. Boleh mengusap kedua khuff
(sepatu yang menutup kedua mata kaki) pada waktu berwudhu selama tiga hari tiga
malam, berdasarkan penuturan Ali ,” Rasulullah menentukan selama tiga hari tiga
malam bagi orang musafir, dan hanya satu hari satu malam bagi orang yang
muqim.” maksudnya adalah tentang mengusap kedua khuff di saat berwudhu (tanpa
harus mencopotnya). (HR. Muslim)
2. Boleh berbuka puasa,
berdasarkan firman Allah :
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا
أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ
فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا
خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (البقرة :184)
“……. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi
orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan
hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 184)
3.
Boleh melakukan shalat sunah di atas binatang
tunggangan, keman saja binatang itu menghadap, berdasarkan penuturan Abdullah
bin Umar,” bahawasanya Rasulullah pernah melakukan sholat sunnah menghadap
sesuai dengan kemana unta tunggangannya menghadap.” (Al-Bukhari dan Muslim)
4. Boleh menggabung (men-jama’)
shalat Zhuhur dengan Ashar dan Shalat Mahrib dengan Isya’ secara Jama’ taqdim,
jika perlu bersegerah dalam perjalanan. Jadi, shalat zhuhur dan shalat Ashar di
lakukan pada waktu zhuhur , shalat Maghrib dam isya’ dilakukan pada waktu
shalat maghrib ; atau dengan cara jama’ ta’khir, yaitu shalat Zhuhur ditunda
waktunya hingga waktu ashar dan dikerjakan bersama dengan shalat ashar
;sementara shalat Maghrib ditunda dan dilaksanakan bersamaan dengan sholat
isya’ , berdasarkan penuturan Mu’adz bin jabal ,” kami pernah keluar (pergi)
bersama Rasulullah di masa perang Tabuk. Beliau melakukan shalat zhuhur dan
ashar secara bersamaan, maghrib dan isya’ secara bersamaan pula.” (HR. Al-Bukhari dan muslim).
0 komentar:
Posting Komentar