Senin, 04 Juli 2016

FIQH SAFAR





   1.   Pendahuluan

Berpergian jauh (safar) adalah bagian dari tuntutan dan kebutuhan kehidupan yang tidak bisa terpisahkan, baik bepergian dalam konteks melaksanakan suatu kewajiban agama atau dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
 Dalam ajaran Islam terdapat beberapa tugas dan kewajiban yang menuntut adanya bepergian jauh, misalnya ibadah haji,  umrah, beperang  menuntut ilmu, berniaga dan berziarah/ menziarahi saudara-saudara. Maka dari itu, perhatian Islam sangat besar  terhadap masalah safar, baik permaslahan hukum dan adabnya. Sebagai orang Islam, kita  wajib mempelajarinya dan berupaya keras untuk menjalankan dan merealisasikannya.
     Salah satu perintah Allah swt adalah ”umat Islam hendaknya mengadakan perjalanan di muka bumi ini dan  melakukan pengamatan serta penelitian terhadap berbagai peristiwa dan kejadian alam semesta ketika dalam perjalanan tersebut. Allah swt berfirman :

قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنْشِئُ النَّشْأَةَ الآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (العنكبوت:٢٠)

Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
 2.  Niat Safar (Bepergian) 
       Niat atau menyengaja melakukan sesuatu bersamaan dengan memulai melakukannya (qushd al-syai' muqtarinan bi al-fi'li). Niat merupakan ikrar komitmen untuk suatu tujuan yang telah ditetapkan dalam hati sebagai dasar dan landasan melakukan sesuatu perbuatan, dengan kata lain, niat adalah ketetapan hati melakukan sesuatu.
 Niat dalam pandanagan Islam, mempunyai kedudukan yang sangat penting dan menentukan bobot kualitas perbuatan seseorang. Rasulullah saw bersabda :
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى (رواه البخاري)
“Sesungguhnya (sah dan sempurnyanya) amal perbuatan itu tergantung pada niat, dan seseorang akan memperoleh (penghargaan dan balasan) sesuai dengan yang diniatkan” .
Imam Nawawi menyatakan bahwa niat adalah tolak ukur dari amal perbuatan (mi’yar al-a’mal), jika niat dan tujuah baik maka amal ibadah menjadi baik. Sebaliknya, jika niat dan tujuan buruk, maka amal ibadah menjadi buruk.
Oleh karena itu, pastikanlah niat dan tujuan kita dalam melakukan sesuatu apapun agar senantiasa berada dalam bingkai keikhlasan dan kebaikan untuk mengharap ridha dari Allah swt. Termasuk dalam melakukan bepergian (safar) sekarang ini, kita berniat dan bertujuan silaturrahim, mencari ilmu, dan bertadabbur di alam semesta untuk mengharap ridha dari Allah swt. Dengan niat dan tujuan yang baik dan benar, kita berharap amal ibadah kita memenuhi standar ibadah yang memenuhi perintah Allah swt. 

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (البيّنة : ٥)

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

 Dengan demikian, seseorang yang melakukan perjalanan (safar) hendaknya memiliki niat yang jelas dan positif sesuai dengan perintah agama, misalnya bersilaturrahim (berkunjung sanak saudara), bermuamalah, menghadiri undangan famili atau sahabat yang sedang mengadakan resepsi pernikahan, ziarah kubur orang tua, ziarah kubur wali-wali Allah, pergi menunaikan ibadah haji, umroh, atau bertadabbur alam semesta dalam meningkatkan iman dan takwa dan lain-lain.

Dan niat itu dapat dinyatakan benar dan sah apabila : 
a.      Islam (yang berniat seorang muslim)
b.      Berakal dan tamyiz
c.      Mengetahui /terhadap yang dilakukan
d.      ditetapkan dalam hati
e.      dilakukan pada awal melakukan perbuatan (al-manwi)
f.       tidak ada hal-hal yang bertentangan anatar niat dan yang diniati (al-manwi)
 
    3.  Adab Safar .

      1.       Hendaknya seorang yang bepergian (safar) menyiapkan perbekalan dari harta yang halal dan menyisakan nafkah untuk orang-orang yang wajib ia nafkahi, seperti istri, anak dan orang tua. Di samping itu, hendaknya membersihkan diri dari barang-barang tanggungan dan titipan (yang ada padanya) dengan mengembalikan dan melunasi kepada pemiliknya.
      2.       Hendaknya pamitan dan mohon doa kepada orang tua, kerabat, tetangga dan atau kepada orang yang alim,  meskipun yang minta doa tadi lebih alim dari padanya. Karena hal ini pernah dilakukan oleh sahabat Rasulullah saw. Suatu ketika hendak umroh sahabat umar bin khathab berpamitan (minta doa kepada Nabi SAW), bahkan nabi SAW bersabda : “Jangan lupa aku dalam doa-doamu, wahai saudaraku”.(HR. Abu Daud dan Imam Turmudzi).
      3.       Hendaknya ketika berpergian jauh (safar) dibarengi oleh tiga atau empat orang teman atau setelah ia pilih diantara orang-orang yang shalih dan layak untuk safar bersamanya. Karena safar, sebagaimana disebutkan: yang memberitakan orang-orang. Disebut safar (artinya: terbuka) karena safar itu menyingkap akhlak dan perilaku orang-orang laki-laki.
     Rasulullah saw telah bersabda,”seorang pengendara (musafir) sendirian itu adalah setan, dua orang pengendara itu adalah setan dan tiga pengendara itu adalah sekelompok musafir.” ”Kalau sekiranya manusia mengetahui apa yang aku ketahui dari kesendirian, niscaya seorang musafir tidak berjalan di malam hari seorang diri.” (HR. Al-Bukhari )
4.    Hendaknya para musafir mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin (amir safar) yang memimpin mereka dengan musyawarah di antara mereka. Karena Rasulullah telah bersabda ,”Apabila tiga orang keluar untuk suatu safar hendaknya mereka mengangkat salah seorang mereka sebagai pemimpin.” (HR. Abu Daud).
5.    Hendaknya melakukan shalat istikharah sebelum melakukan safar, karena Rasulullah menganjurkannya, sehingga beliau benar-benar mengajarkannya kepada para sahabatnya sebagaimana beliau mengajarkan satu surat Al-Quran kepada mereka. Juga Istikharah untuk segala urusan. (HR. Al-Bukhari).
6.    Hendaknya berangkat di pagi hari pada hari kamis, karena Rasulullah telah bersabda ”ya Allah berkahilah umatku pada waktu paginya.” juga diriwayatkan bahwasanya beliau selalu berangkat pada hari kamis di dalam safarnya.
7.    Hendaknya bertakbir (mengucapkan: Allahu akbar) pada setiap tanjakan. Abu hurairah menuturkan bahwasannya ada seorang lelaki berkata, ”Ya Rasulullah, sesungguhnya aku hendak berpergian jauh (safar), maka berilah aku pesan.” Beliau menjawab, ”Hendaknya kamu selalu bertaqwa kepada Allah dan bertakbir pada setiap tempat yang tinggi (tanjakan).” (HR. At-Tirmidzi)  Ketika jalannya naik membaca Allahu Akbar 3x, ketika jalannya turun membaca Subhanallah 3x.
8.    Hendaknya banyak berdoa kepada Allah swt di dalam perjalanannya, memohon kepadanya kebaikan dunia dan akhirat, karena doa pada saat berpergian jauh itu mustajab (diterima), karena Rasulullah SAW bersabda :

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ (رواه أبي داود)

Tiga doa yang tidak diragukan akan dikabulkan, yaitu doa orang tua, doa orang sedang bepergian, dan doa orang yang didholimi”

Oleh karena itu, sorang yang sedang bepergian anjurkan (disunnahkan) memperbanyak doa. Seorang musafir dalam berdoa hendaknya optimis doanya akan dikabulkan Allah saw. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw :

اُدْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ (رواه الترمذي)
Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kamu optimis (yakin) akan dikabulkan. Ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa yang keluardari hati yang lalai dan tidak serius”.


       4.  Doa dan Dzikir dalam Bepergian

1.    Doa Ketika Berpamitan

Ketika mohon pamit (ucapan selamat berpisah) kepada orang tua, guru, saudara-saudara dan sahabat-sahabat dekatnya, seorang musafir hendaknya berdoa dengan doa berikut:

أَسْتَوْدِعُ اللهَ دِيْنَكُمْ وَأَمَانَتَكُمْ وَخَوَاتِمَ أَعْمَالِكُمْ

”Aku titipkan agama kalian kepada Allah, amanah kalian dan pengunjung amal perbuatan kalian.”
    
     lalu orang-orang yang akan ditinggalkan      mengucapkan:

زَوَّدَكَ الُله التَّقْوَى وَ غَفَرَ ذَنْبَكَ وَوَجَّهَكَ إِلىَ الْخَيْرِ حَيْثُ تَوَجَّهْتَ
”semoga Allah membekalimu ketaqwaan, dan mengampuni dosamu serta membimbingmu kepada kebaikan ke mana saja kamu pergi.”
          Rasulullah saw telah bersabda :     ”Sesungguhnya Luqman Al-Hakim berkata ”sesungguhnya Allah apabila dititipi sesuatu maka dia memeliharanya.” dan beliau mengucapkan kepada orang yang mengantarkannya: ”Aku titipkan agamamu kepada Allah, amanah kamu dan pengunjung amal perbuatan kamu.” (HR. Abu Daud)

2.  Melakukan sholat safar sebelum berangkat

Shalat safar (bepergiaan) dilakukam 2 rekaat, (rekaat pertama baca fatihah dan al-kafirun, rekaat kedua fatihah dan al-ikhlash)

 Dengan niat :

أُصَلِّي سُنَّةَ السَّفَرِ رَكْعَتيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

“Saya shalat sunnah bepergian dua rekaat karena Allah SWT".

Setelah salam shalat safar, berdoa :

 

اللَّهُمَّ إِلَيْكَ تَوَجَّهْتُ. وَبِكَ اعْتَصَمْتُ. اللَّهُمَّ اكْفِنِي مَا أَهَمَّنِي وَمَا لَمْ أَهْتَمَّ بِهِ. اللَّهُمَّ  زَوِّدْنِي التَّقْوَى وَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي. وَوَجِّهْنِي لِلْخَيْرِ أَيْنَمَا تَوَجَّهْتُ.


“Ya Allah kepada-Mu aku menghadap, dan dengan-Mu aku berpegang teguh. Ya Allah cukupkanlah apa yang menjadi kepentinganku dan sesuatu yang menjadi pelengkap. Ya Allah bekalilah aku dengan taqwa dan ampunilah doasaku. Dan hadapkanlah diriku pada kebaikan dimanapun aku menghadap”





3.   Doa Keluar Rumah

بِسْمِ اللهِ آمَنْتُ بِاللهِ. تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِ الْعِظِيْمِ

“Dengan nama Allah, aku beriman kepada Allah, aku berserah diri kepada Allah, Tidak ada daya untuk mendapat manfaat dan tidak ada kekuatan untuk menolak kejahatan kecuali dengan pertolongan dari Allah Yang maha Luhur lagi Maha Agung”

اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ (أبي داود )

Dengan menyebut nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tiada daya dan tiada kekuatan kecualai karena pertolongan Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu untuk tidak tersesat atau disesatkan, terpeleset atau dipelesetkan dan menjadi bodoh atau dibodohi.” (HR. Abu Daud).

4.   Doa ketika berada di atas
Kendaraan
بِسْمِ اللهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبيِّ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ. وَمَا قَدَرُوْا اللهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَاْلأَرْضُ جَمِيْعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِيْنِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالىَ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ

“Dengan nama Allah di waktu berangkat dan berlabuhnya (kendaraan) sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyanag. Dan mereka (orang-orang musyrik) tidak  mengagungkan Allah dengan pengagungan semestinya, padahal buli seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat, dan langit digulung dengan kekuasaan-Nya, Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.”

5.  Doa ketika kendaraan mulai bergerak

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. بِسْمِ اللهِ, وَ بِاللهِ, وَاللهُ اَكْبَرُ, اللهُ اَكْبَرُ, اللهُ اَكْبَرُ. تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِ الْعِظِيْمِ, مَاشَآءَ اللهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ, سُبْحَانَ الَّذِي سَخَرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنّاَ لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَ إِنّاَ إِلىَ رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا البِّرَ وَالتَّقْوَى وَ مِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى. اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرِنَا هَذَا وَاطْوِعَنَّا بُعْدَهُ. اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ وَ الْمَالِ. اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَآءِ السَّفَرِ وَ كَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَ سُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَهْلِ.

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Dengan nama Allah, dank arena Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, aku berserah diri kepada Allah, Tidak ada daya untuk mendapat manfaat dan tidak ada kekuatan untuk menolak kejahatan kecuali dengan pertolongan dari Allah Yang maha Luhur lagi Maha Agung. Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan yang tidak dikehendaki Allah pasti tidak terjadi. Maha Suci Allah yang telah menundukkan kendaraan ini pada kami, padahal kami tiada kuasa menundukkannha. Dalam sesungguhya hanya kepada Tuhan, kami pasti akan kembali. Ya Allah kami mohon kepada-Mu dalam perjalanan kami ini, kebaikan, ketaqwaan dan amal perbuatan yang Kau ridloi. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami ini dan singkatkanlah kejauhannya. Ya Allah, Engkau adalah kawan dalam bepergian, pelindung terhadap keluarga dan harta benda yang ditinggalkan. Ya Allah saya berlindung kepada-Mu dari kesukaran dalam bepergian, penampilan yang megecewakan, kepulangan yang jelek mengenai harta, maupun keluarga”.

6.    Jika merasa takut kepada seseorang, hendaknya membaca:

اللَّهُمَّ اِنَّا نَجْعَلُكَ فِيْ نُحُوْرِهِمْ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شُرُوْرِهِمْ

”Ya Allah, sesungguhnya kami menjadikan engkau pada leher mereka, dan kami memohon perlindungan kepada-mu dari kejahatan mereka.”
itulah yang dibaca oleh Rasulullah saw (HR. Abu Daud)





7.    Ketika mampir di suatu rumah yang asing / kosong

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّةِ مِنْ شَرِّمَا خَلَقَ

”Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan apa yang telah Dia ciptakan Ya Allah” (HR. Muslim)

8.   Doa Ketika Tiba di Tempat Tujuan 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ أَهْلِهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ أَهْلِهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا
Ya Allah saya mohon kepada-Mu kebaikan negerini, dan kebaikan penduduknya dan kebaikan yang ada di dalamnya. Dan saya berlindung kepada-Mu dari kejahatan negeri ini, kejahatan penduduknya dan kejahatan yang ada di dalamnya”.

 4.  Hukum-Hukum yang Berkaitan        dengan Safar
     Meng-qashar shalat-shalat yang empat rakaat dikerjakan menjadi dua rakaat saja, kecuali shalat maghrib tetap dikerjakan seperti biasa, yaitu tiga rakaat. Melakukan shalat qashar bisa dimulai semenjak iameninggalkan negri (kampung) tempat ia tinggal higga kembali lagi, kecuali jika ia berminat akan menetap di suatu tempat yang dituju lebih dari 4 (empat) hari atau ingin mampir disitu (lebih dari empat hari). Maka dalam kondisi seperti itu ia harus shalat secara sempurna, tidak meng-qashar shalat, kecuali kalau sudah meninggalkan negeri tujuannya itu dan kembali ke kampung halamannya, maka pada saat kepergian baliknya itu ia boleh meng-qashar sampai tiba di kampung halamannya. Hal tersebut berdasarkan firman Allah


وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا (النسآء : 101)
dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar shalat, jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. An-Nisa’ : 101)

               juga berdasarkan penuturan Anas : ”kami pernah keluar dari kota Madinah bersama Rasulullah menuju Mekah. (di dalam perjalanan) Rasulullah melakukan shalat ruba’iyah (yang empat rakaat) menjadi dua rakaat saja hingga kami kembali ke Madinah.” (HR. An-Nisa’i dan At-Tirmidzi).
1.    Boleh mengusap kedua khuff (sepatu yang menutup kedua mata kaki) pada waktu berwudhu selama tiga hari tiga malam, berdasarkan penuturan Ali ,” Rasulullah menentukan selama tiga hari tiga malam bagi orang musafir, dan hanya satu hari satu malam bagi orang yang muqim.” maksudnya adalah tentang mengusap kedua khuff di saat berwudhu (tanpa harus mencopotnya). (HR. Muslim)
2.    Boleh berbuka puasa, berdasarkan firman Allah :
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا
 خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (البقرة :184)

“……. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 184)

3.      Boleh melakukan shalat sunah di atas binatang tunggangan, keman saja binatang itu menghadap, berdasarkan penuturan Abdullah bin Umar,” bahawasanya Rasulullah pernah melakukan sholat sunnah menghadap sesuai dengan kemana unta tunggangannya menghadap.” (Al-Bukhari dan Muslim)
4.    Boleh menggabung (men-jama’) shalat Zhuhur dengan Ashar dan Shalat Mahrib dengan Isya’ secara Jama’ taqdim, jika perlu bersegerah dalam perjalanan. Jadi, shalat zhuhur dan shalat Ashar di lakukan pada waktu zhuhur , shalat Maghrib dam isya’ dilakukan pada waktu shalat maghrib ; atau dengan cara jama’ ta’khir, yaitu shalat Zhuhur ditunda waktunya hingga waktu ashar dan dikerjakan bersama dengan shalat ashar ;sementara shalat Maghrib ditunda dan dilaksanakan bersamaan dengan sholat isya’ , berdasarkan penuturan Mu’adz bin jabal ,” kami pernah keluar (pergi) bersama Rasulullah di masa perang Tabuk. Beliau melakukan shalat zhuhur dan ashar secara bersamaan, maghrib dan isya’ secara bersamaan pula.” (HR.  Al-Bukhari dan muslim).  










0 komentar:

Posting Komentar